Mohon tunggu...
Dina Mardiana
Dina Mardiana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan penerjemah, saat ini tinggal di Prancis untuk bekerja

Suka menulis dan nonton film, main piano dan biola

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ada Film-film Pendek Kelas Festival di Bentara Budaya Jakarta

21 Juli 2016   12:02 Diperbarui: 21 Juli 2016   13:57 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diskusi dan putar film pendek kelas festival di Bentara Budaya Jakarta, 19 Juli 2016, menghadirkan sutradara film dan moderator. (foto sumber: dok. pribadi)

Disutradarai oleh Adi Marsono , film berdurasi 14 menit ini terasa begitu panjang dan mencekam dengan minimnya dialog, minim adegan dan alur yang sangat lambat. Dengan kata lain, film pendek sarat pesan sosial satu ini berhasil membuat bulu kuduk saya berdiri karena kesan spooky yang ditangkap mulai dari awal hingga akhir film. Padahal ini bukan film horor apalagi film hantu, loh! 

Salah satu adegan dalam film
Salah satu adegan dalam film
Pesan yang ingin disampaikan dari sang sutradara sebenarnya sederhana saja, yaitu jangan lupa memberi kabar kepada orangtua di kala keduanya masih hidup meskipun kita sibuk mengadu nasib dengan merantau ke kota lain. Proses pembuatan naskah filmnya pun didapat setelah ia terinspirasi dari berita mengenai Tenaga Kerja Indonesia yang meninggal dalam kamar apartemennya di Amsterdam, Belanda.

4. Prenjak, In The Year of Monkey (2015)

Kalau film ini sudah pernah saya bahas ya sebelumnya dalam artikel saya berjudul 'Prenjak dan Tema Keluarga dalam Film-Film Wregas Bhanuteja''. 

Sebagai bagian dari pemutaran film, diskusi yang disajikan kemarin juga menghadirkan sutradara masing-masing film, minus Wregas. Para sutradara menyampaikan bahwa jika ingin melihat wajah Indonesia yang sebenarnya, tontonlah film-film pendeknya. Bahkan, film-film pendek Indonesia sudah banyak yang menoreh prestasi di kancah festival film internasional tanpa sepengetahuan publik lokal, karena memang sayangnya belum mendapat tempat di hati masyarakat. Dengan kata lain, pasarnya belum ada. 

Sayangnya acara diskusi berlangsung tidak begitu hidup seperti yang saya hadiri pada saat pemutaran Prenjak di pusat budaya lainnya. Entah mungkin tema diskusi yang agak berat, atau ketidakhadiran Wregas sendiri yang bisa menjadi magnet acara karena kenangan masyarakat Indonesia mengenai prestasinya di Festival Film Cannes masih segar dalam ingatan. Meskipun begitu, saya tidak menyangka bahwa acara perdana di BBJ ini dibanjiri penonton, yang didominasi anak muda, meskipun saat itu cuaca sangat tidak mendukung.

Maju terus untuk film-film pendek Indonesia!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun