Mohon tunggu...
Dina Amalia (Kaka D)
Dina Amalia (Kaka D) Mohon Tunggu... Penulis, Bouquiniste

~ Best In Opinion Kompasiana Awards 2024 ~ Hidup dalam edisi khusus bekas + bekas | Kebanyakan buku, sesekali mlaku-mlaku | dno.dwriter@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Emangnya Kenapa Kalau Toko Buku Nggak Ada Fisiknya?

5 Oktober 2025   08:34 Diperbarui: 5 Oktober 2025   14:00 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Unsplash / Govardhan (Ilustrasi Penyimpanan Toko Buku Online)

Penulis: Dina Amalia (Kaka D)
Sources: Pengalaman Pribadi -- Bisnis Buku & Interaksi Customer Online 

Tatkala era digital berkumandang, berbagai kemudahan turut tersebar. Perubahan kiblat pun dirasakan, salah satunya dari dunia perbukuan. Semula versi cetak, merambah ke versi digital. Semula hanya ada di pasar konvensional, sekarang tersebar di pasar online. Tak lagi tak bukan: ikut beradaptasi, membaca tren, mencocokkan strategi, demi menjaga usaha tetap relevan.

Beberapa hari lalu, untuk kedua kalinya saya ditinggal kabur pelanggan. Bukan karena buku yang saya jual jelek atau lama balas pesan, tetapi karena pelanggan merasa aneh kok nggak ada toko fisiknya? Lha iya, wong operasional toko saya full online. Tempat penyimpanan, terbatas untuk yang berkepentingan mengurus penjualan buku-buku saja.

Sudah dijelaskan, pelanggan tetap ngebet kaya mau ketemu pacar, pokoknya 'harus' datang langsung ke toko. Berakhir, memakai jurus diam dan menghilang.

Ada juga, pelanggan yang sudah order via marketplace dan sudah payment. Ketika buku sudah dipacking tiba-tiba saja dibatalkan, dengan alasan 'mau ganti alamat'. Saat dikonfirmasi melalui chat, ternyata maunya datang langsung ke toko. Begitu dijelaskan langsung menghilang, pesanan batal padahal paket sudah sangat siap antar, sungguh terlalu bukan?

Eh, ada satu lagi. Pelanggan cilik yang sangat nafsu melihat komik koleksi saya, "kakak, ada tokonya ga? Soalnya deket dari tempat les aku," dengernya lucu, tapi diakhir penjelasan saya uji coba tanya, "emangnya kenapa kalau toko buku nggak ada fisiknya?" Galak, ya? Nahloh!

Lha, tapi ampuh, "Oke deh aku order sekarang, langsung kirim ya kak, soalnya aku mau buru-buru baca." Nah, gitu dong!

Beda Toko Buku (Fisik) & Toko Buku Online (Gudang / Penyimpanan)

Dari pengalaman-pengalaman tersebut akhirnya saya mulai memahami dan pelajari, bahwa ada sebagian pelanggan yang istilahnya masih terkurung ekspektasi atau pengalaman yang biasanya dirasakan, 'kalau jualan buku ya ada fisik lokasinya dong, bisa baca di tempat dong, kalau pake kata online saja artinya ghoib'.

Sedangkan, sebagian pelanggan lainnya sudah paham betul mengenai pasar buku online, yang memang utamanya melayani penjualan atau aktivitas jual-beli di ranah online. Paling-paling hanya memastikan, "dikirim dari daerah mana, kak?"

Berikut saya coba bedah perbandingan antara toko buku fisik dan toko buku online.

Toko Buku (Fisik)

Toko buku fisik, yakni gerai buku yang memiliki bangunan secara permanen. Utamanya melayani penjualan secara tatap muka -- melihat, memilah, mengecek, membayar, bahkan tawar-menawar buku secara langsung.

Jika, di luar dari bagian toko buku resmi penerbit atau sering disebut 'toko buku alternatif', biasanya lokasi toko buku tersebut berkelompok dalam satu kawasan. Di sisi lain, ada juga yang berdiri secara terpisah atau bangunan mandiri.

Apakah toko buku fisik juga merambah ke pasar online?

Tentu! Semenjak era digital berkumandang, pengusaha buku ikut beradaptasi demi menjaga usaha tetap relevan, baik resmi penerbit ataupun alternatif. Jika, resmi penerbit, mudahnya bisa dirimu lihat langsung di marketplace, misal salah satunya Gramedia, yang kini melayani penjualan offline dan online (seperti di Shopee).

Toko buku alternatif, secara perlahan juga ikut beradaptasi merambah ke online, bahkan asyik membaca tren dan mencocokkan strategi penjualan, salah satunya dengan aktif melakukan penawaran melalui live streaming, alhasil bisa lebih untung + dekat dengan pembaca. Jadi, memiliki dua jalur kunjungan: mau datang langsung ke toko bisa, mau yang mudah lewat online juga bisa banget!

Tetapi, ada juga toko buku fisik yang masih bertahan pada penjualan tatap muka. Tetap menjaga toko dan mengandalkan pengunjung datang secara langsung.

Benang merahnya: Toko buku fisik memiliki gerai bangunan yang bisa dikunjungi secara langsung, meskipun sudah merambah ke pasar online. Mereka masih bertahan (nambah strategi) dan sudah pasti memiliki alamat toko yang ajek (biasanya selalu disematkan, agar pengunjung bisa tahu / datang).

Toko Buku Online (Gudang / Penyimpanan)

Toko buku online, yakni lapak buku yang utamanya fokus melayani penjualan secara online saja, seperti di marketplace atau sosial media.

Akrab dengan aktivitas online, bukan berarti nggak memiliki fisik tempat atau bangunan. Tentu ada! hanya saja berbeda operasional. Biasanya berupa bangunan rumahan (bukan toko umumnya) atau gudang penyimpanan khusus.

Jika, toko buku fisik terbuka untuk dikunjungi pelanggan. Maka, gudang toko buku online secara operasional sangat terbatas, hanya dikunjungi oleh karyawan atau para pengelola toko. Bisa saja dikunjungi, tetapi dominan harus bertanya atau janjian lebih dulu.

Kok, pelit banget nggak boleh dikunjungi? Emang dari mana asal toko buku online? 

Era digital bisa dikatakan sebagai era yang mempermudah segala aktivitas. Kecipratan pula kemudahan itu kepada para penikmat buku. Semula hanya menumpuk buku sehabis dibaca, kini setelahnya bisa nyambi dijual satu per satu. Mudah lagi! tinggal potret, upload, terjual.

Jadi cukup luas, toko buku online berasal dari: (1) toko buku fisik - orang yang sebelumnya sudah memiliki toko dan menjalankan usaha buku, (2) kolektor / pencinta buku - orang yang memiliki koleksi buku dan ingin dijual kembali, (3) orang umum - yang membeli buku untuk dijual kembali.

Toko buku online yang berasal dari kolektor atau orang umum, biasanya memang mengandalkan tempat seadanya yang dimiliki. Dari mulai rumah, sampai gudang penyimpanan khusus.

Maka dari itu terbatas. Sebab, ada yang menjadikan aktivitas penjualan buku online tersebut sebagai pekerjaan sampingan. Artinya, melayani (seperti mengirim buku) setelah pekerjaan utama selesai. Alhasil, jika ada yang mau berkunjung, pasti ditolak halus atau harus buat janji lebih dulu.

Pengalaman Saya Soal Operasional Toko Buku Online

Kalau dari pengalaman saya selama bangun usaha toko buku online, secara fisik sama saja. Buku tertata rapi dengan rak-rak. Bagian ruangan pun disesuaikan, seperti untuk packing, print resi, dan aktivitas administrasi / pemasaran dengan laptop + lengkap meja dan ATK.

Secara operasional saja yang memang berbeda. Selain, karena sibuk pemasaran, packing, dan mengantar paket ke gerai, ruangan sudah ditata khusus untuk aktivitas internal, jadi agaknya kurang nyaman kalau ada yang berkunjung. Biasanya, kunjungan akan saya ganti dengan ketemuan di lokasi tertentu dengan pelanggan yang butuh buku cepat atau mau lihat langsung.

Hadirnya Pasar Online Membuka Lapangan Pekerjaan

Boleh saja dibilang ghoib, tapi siapa sangka kalau aktivitas pasar online mampu membuka lapangan pekerjaan?

Beberapa pekan lalu, saya berbincang dengan pelapak buku bekas, yang juga menjalankan usahanya full secara online saja.

Sebelum usaha buku, beliau merupakan orang yang berprofesi sebagai driver ojek online. Di rumah, sang istri membantunya dengan berjualan makanan. Kegiatan tersebut diimbangi, semisal aktivitas ojek sedang sepi maka ia akan memilih membantu istrinya berjualan.

Kebutuhan yang banyak, belum lagi memiliki tanggungan tiga anak yang masih bersekolah. Membuatnya kelabakan mencari pemasukan, yang kalau ditafsirkan dari profesinya tidak pernah tercukupi dan terus kekurangan.

Sampai akhirnya, beliau diajarkan oleh seorang kerabat untuk menjual buku bekas secara online. Lapak dan pedagang loak keliling, merupakan sumber utama beliau dalam mengumpulkan buku-buku bekas. Dari situ, beliau merintis dan belajar: dari mulai memilah buku, membersihkan, memasarkan, hingga memahami seluk-beluk aplikasi online marketplace.

Tentu, jauh dari kata instan. Beberapa tahun menjalani usaha buku, pahit-manis beliau rasakan. Tetapi, tetap tekun, hingga belajar membaca tren untuk bisa meningkatkan penjualan, misalnya seperti mengamati arah harga pasar, minat dan promosi.

Selanjutnya, beliau juga menyusun strategi penjualan, dengan melihat dan mengikuti apa saja yang sedang ramai di pasar online. Strategi yang beliau tekuni ialah live streaming, sebab melirik banyaknya pengguna yang lebih banyak dan nyaman ketika bisa melihat barang secara live.

Dari proses menekuni aktivitas live streaming inilah toko buku online beliau mulai ramai pengunjung dan penjualan meningkat. Hingga ajek memiliki jadwal live tersendiri yang bahkan sudah diingat oleh ratusan pelanggan.

Saat mendatangi tempat penyimpanan beliau, serupa dengan penjabaran saya di atas. Yakni bangunan rumah tempat tinggal yang ia sulap untuk tempat penyimpanan buku. Ruang tengah dan halaman depan menjadi yang utama, tersusun rak-rak penuh buku. Karena menghormati privasi, saya tidak mendokumentasikannya.

Toko Buku Online: Operasional Lebih Irit dan Bisa Disambi Pekerjaan Lain

Saat berbincang, beliau juga menjelaskan, bahwa hadirnya pasar online menjadi berkat untuk banyak orang, "modal barang bekas layak, tinggal upload bisa jadi cuan. Asal mau tekun, inshaAllah ada aja jalannya. Pasar online tuh berkat buat banyak orang, udah gampang, nyaman buat usaha, irit pula."

Irit yang dimaksud ialah biaya operasional toko online, semisal: yang harusnya bayar sewa toko - jadi nggak perlu bayar, yang harusnya bayar listrik dan air - sudah ikut jadi satu dengan rumah dan nggak double pula.

Biasanya hanya mengeluarkan biaya untuk kebutuhan produk, seperti: tinta printer, bahan-bahan packing, kuota internet dan modal buku. Itupun semuanya terjangkau dan bisa disesuaikan.

Sudah irit, bisa disambi pekerjaan lain (istilahnya ditinggal bepergian). Sebab, hanya membutuhkan jangkauan ponsel untuk bisa membalas pesan dari pelanggan. Untuk pengiriman produk, bisa ditunda menyesuaikan kelonggaran aktivitas kita, yang terpenting tetap dalam batas waktu yang diberikan marketplace.

Kini, berkat ketekunannya menjalankan bisnis buku online, beliau bisa membuka lapangan pekerjaan untuk saudara-saudara terdekatnya.

Begitulah, sekilas mengenai toko buku online. Berbekal kata 'online' bukan berarti ghoib, melainkan lebih aktif dalam beraktivitas jual-beli melalui media elektronik dan jauh lebih mudah untuk terhubung dengan para pelanggan bahkan dari berbagai kota.

Terima kasih sudah mampir membaca artikel ini. Salam sehat dan bahagia selalu yaa untuk dirimu yang lagi membaca. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun