Kelompok etnik kecil lainnya ialah Cina, yang pada umumnya hidup di bidang niaga."
Beberapa kali mengulang-membaca bagian etnik, selalu terngiang dengan 'bidang niaga'. Rupanya dalam buku ini terjabar lengkap, bahwa peranan Cirebon juga sebagai kota niaga yang sudah terlihat sejak abad ke-16, seperti beras dan berbagai jenis makanan lain, "kehidupan perniagaan di daerah Cirebon umumnya dikuasai oleh kelompok penduduk Cina."
Peta Gejala dan Unsur Bahasa
Tunggu, saya belum bisa move on dengan peta bahasa. Kosakata pada peta diwarnai dengan nama daerah, pelambang, dan kode yang jelas. Amat sempurna disajikan, betah dipandang! Tapi, juga sedikit bertanya-tanya, kenapa hanya kosakata tertentu yang dijabarkan + menggunakan peta?
Ayatrohaedi lantas menceritakan, bahwa gejala atau unsur bahasa yang menarik untuk dipetakan terbatas pada gejala atau unsur yang memperlihatkan adanya perbedaan berian di berbagai tempat penelitian. Perbedaan yang diperlihatkan dapat berupa perbedaan fonologis, morfologis, kosakata, ataupun sintaksis.
Supaya paham, Ayatroehadi sabar mendikte ulang sembari menunjuk peta. Dari peta 1, katanya, "panday 'pandai besi' misalnya, merupakan contoh dari sebaran yang memperlihatkan berian yang sangat luas daerah pakainya, yaitu pelambang panday dan berian lain yang terbatas di sejumlah kecil desa saja, yaitu pelambang pande. Pelambang pande dikenal di sejumlah desa sebelah utara (06, 14, 17-9, 78-9), sedangkan di daerah lainnya yang dikenal ialah pelambang panday."
Jika hanya dibaca memang tak akan mengerti, tapi akan paham bila dibarengi melihat peta dan petunjuknya. Begitu paham, rupanya betul-betul ketagihan membaca dan mencocokkannya. Lantas, saya pun rindu masa sekolah, sedikit mengeluh, kenapa dulu ngga seasyik ini ya pelajaran dan bukunya?
Sejarah dan Bahasa Tampil Bersahaja
Semula, saya hanya kenal muka dan nama 'Cirebon'. Juga tak mengerti pula Bahasa Sunda. Begitu membaca buku garapan Ayatroehaedi rasanya seperti diajak tamasya sepuasnya: keliling Cirebon, mendengar sejarahnya, dan belajar Bahasa Sunda.
Penggunaan bahasa di buku ini juga sederhana: tidak baku dekat dengan bahasa sehari-hari, jadi kalau baca seraya sedang ngobrol berdua-bercerita. Uniknya, tak bikin ngantuk, padahal topiknya cukup berat, 'sejarah' yang kalau dinikmati kadang suka terlanjur ketiduran.
Gimana mau ngantuk, kalau lagi baca penjelasan kosakata pasti Ayatrohaedi langsung mengajak mencocokkannya ke peta bahasa, supaya langsung tahu dari mana kata itu berasal dan digunakan, juga apa saja perbedaannya. Kalau tak mau mencocokkan? Yoo wes, ketinggalan, fifty-fifty ngertinya.
Tapi, buku ini betul-betul menuntun pembaca sampai bertemu titik terang dan mulus jalannya. Diberi rambu-rambu: tanda - singkatan - istilah, hingga mendikte kosakata dengan detail kode. Herannya tak bikin mumet. Keren!