a. Kita semakin mengetahui lebih dalam lagi dan menyadari bahwa Allah sendiri yang sudah menetapkan kita sejak dari mulanya, dan kita lebih memahami, mengerti dengan benar terlebih menghargai akan hak anak sulung yang Allah sudah berikan kepada kita.
b. Dan kita mau taat serta tekun dalam menjalankan segala ketetapan-ketetapan Allah yang sudah diberikannya kepada kita untuk kita dapat aplikasikan dengan benar dalam setiap segi kehidupan keseharian kita.
c. Sehingga kita cukup tangguh dan tidak mudah menyerah dalam iring Dia, terlebih pada saat Allah membentuk kita menjadi alat-Nya, dan dengan hati jujur dan hancur kita datang merendahkan diri kepada-Nya, bahkan semakin haus untuk terus mempunyai waktu khusus dekat dengan Allah, untuk mendengar suara-Nya atas apa yang Dia kehendaki dalam hidup kita, juga berkat-berkat yang memang sudah menjadi milik kita dan yang sudah Dia sediakan untuk kita.Â
Hingga sampai pada akhirnya Allah sendiri mengatakan dan menyatakan kepada kita, 'namamu bukan lagi Yaqob, tetapi Israel'. Israel yang adalah anak-Nya (Kel 4:22), dan Israel yang adalah alat-Nya untuk menjadi terang bagi bangsa-bangsa (Yes 42:6-8).
Daftar Pustaka
Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, Malang: Gandum Mas, 2015
John C. Maxwell, Maxwell Leadership Bible, USA: Thomas Nelson, 2007
Paul Enns, The Moody Handbook of Theology, Malang: Literatur Saat, 2016