Mohon tunggu...
Dimas Satria Putra
Dimas Satria Putra Mohon Tunggu... Penulis - Writer, Videographer and Editor

Your Documentary

Selanjutnya

Tutup

Bola

Kumat, Pembekuan PSSI 2.0 Harus Dilakukan

12 November 2016   12:00 Diperbarui: 12 November 2016   12:39 1288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kongres Luar Biasa Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia yang dinanti-nanti telah dimulai pada Kamis (10/11). Rapat besar ini menentukan siapa yang bakal menjadi nahkoda persepakbolaan Indonesia. Seluruh masyarakat Indonesia menanti munculnya Pahlawan sepakbola negri tercinta, khususnya kelompok supporter Persebaya 1927, Bonek. Harapan besar ada pada mereka demi pengakuan klub legendaris tersebut. Sayangnya kongres gagal mengabulkan permintaan tersebut yang telah disepakati antara pemerintah dan PSSI.

Kejanggalan dari kongres dimulai dengan mundurnya beberapa calon ketua umum PSSI seperti Erwin Aksa, Subardi, Dodi Alex Noerdin, dan Tony Apriliani. BUDAYA!

Sudah jadi kebiasaan setiap pemilihan ketua umum PSSI baru selalu saja terdapat kandidat yang mundur tiba-tiba. Kemudian suara kandidat yang mundur dilimpahkan pada calon yang masih bertahan. Haramkah bagi kami pecinta sepakbola Indonesia menyebut pemilihan ini terdapat permainan? Bahkan Johar AH yang mencalonkan diri menjadi ketua umum justru diusir dari arena kongres karena anggota menganggap Johar masih terhukum.

Kejanggalan ke dua ada pada agenda pemutihan klub dan perseorangan yang tidak dibahas. Alasannya voters meminta hal tersebut menjadi bahasan ketua yang baru. JANJI GAGAL DITEPATI. Para pendukung klub seperti Persebaya Surabaya, Lampung FC, Persibo Bojonegoro, Persema Malang, Arema Indonesia, dan Persipasi Kota Bekasi pasti benar-benar kecewa. Pertanyaannya, siapakah voters tersebut? Apa latar belakang mereka mengulur pembahasan pemutihan? Mungkinkah voters tersebut masih ingin sepakbola Indonesia terpuruk?

Kongres pun kemudian dilanjutkan dengan pemilihan ketua umum baru. Terpilihlah Edy Rahmayadi untuk menduduki kursi kekuasaan PSSI. Banyak yang bertanya-tanya apa pengalaman Edy dalam persepakbolaan nasional. Namun dengan latar belakang TNI, diharapkan Edy punya ketegasan terhadap anggotanya agar terciptanya pemulihan sepakbola Indonesia.

Sayangnya, posisi Exco kembali jatuh di tangan ‘orang-orang lama’. Ibarat luka, masih ada kuman yang menempel sehingga luka tidak kunjung bersih. Exco sebagai

Pemerintah dan suporter pasti kecewa. BENAR-BENAR KECEWA. Harapan untuk sepakbola Indonesia menjadi lebih baik mesti dikubur kembali. Apa yang telah disepakati toh tidak terwujud secara tegas. Alasannya selalu diarahkan pada PILIHAN VOTERS. Jika tidak menuruti keputusan voters, ditakutkan melanggar statuta PSSI dan FIFA. Seolah statuta menjadi tameng untuk melanggar kesepakatan. Toh hak voting Persebaya yang terdaftar di FIFA justru diserobot oleh Bhayangkara FC yang tidak terdaftar di FIFA.

Kongres PSSI kembali jadi arena dagelan pihak tidak bertanggung jawab. Dilaksanakan dengan skema abstrak dan berbau kongkalikong oleh para voters membuat rapat akbar ini hanya sekedar ajang kumpul-kumpul dan arisan kocok yang pemenangnya sudah diketahui sejak pendaftaran calon ketua. Pembekuan sepertinya perlu dilakukan kembali. Banyak pihak sah yang dicurangi, banyak janji yang diingkari, banyak pihak ilegal yang malah diakui. Kemenpora harus tegas pada PSSI dan FIFA. Jika aturan FIFA justru menjebak sepakbola Indonesia dalam kehancuran, maka akan lebih baik dilaporkan ke pengadilan atau paling ekstrim mencabut keanggotaan.

Salam!

Sumber

Empat Calon Ketum PSSI Mundur Persaingan Makin Ketat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun