Mohon tunggu...
Dimas Syaiful Amry
Dimas Syaiful Amry Mohon Tunggu... Konsultan Pendidikan Alternatif

Pengasuh di Sanggar Perdikan, sebuah wadah belajar bersama pada pendidikan, pengasuhan, dan pemberdayaan masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Merdekalah

17 Agustus 2025   06:56 Diperbarui: 17 Agustus 2025   06:56 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Indonesia adalah sebuah bangsa yang lahir dari rahim penderitaan panjang kolonialisme klasik. Lebih dari tiga setengah abad negeri ini menjadi ladang eksploitasi kekayaan bagi kekuatan asing---mulai dari rempah-rempah yang membuat Eropa berperang, hingga emas, minyak, dan hasil bumi yang dipaksa keluar dari tanah subur Nusantara. Namun, ketika proklamasi 17 Agustus 1945 menggema, banyak yang berharap rantai kolonialisme telah benar-benar putus. Kenyataannya, imperialisme hanya berganti wajah: dari bayonet dan meriam menjadi kontrak dan utang.

Pada dekade awal kemerdekaan, Indonesia dihadapkan pada upaya mempertahankan kedaulatan ekonomi. Presiden Soekarno menyebut fenomena itu sebagai "neo-kolonialisme dan imperialisme" (nekolim)---sebuah bentuk penjajahan yang tidak lagi terlihat melalui pendudukan militer, tetapi lewat cengkeraman ekonomi, politik, dan budaya. Pidatonya di PBB tahun 1960 berjudul "To Build the World Anew" menegaskan bahwa bangsa-bangsa muda sedang menghadapi bentuk penjajahan baru yang lebih licik, karena bekerja dengan tangan-tangan tak terlihat.

Dunia Modern: Demokrasi dan Kapitalisme sebagai Skenario Elit

Sejarah dunia modern kerap kita baca sebagai kisah kemajuan: manusia meninggalkan abad kegelapan, menemukan sains, melahirkan demokrasi, dan membuka jalan bagi kesejahteraan melalui kapitalisme. Namun bila kita menelusuri jejaknya dengan lebih tajam, kisah ini tampak lain. Ada benang merah yang samar tetapi konsisten: arah perjalanan sejarah selalu menguntungkan segelintir kelompok yang berada di puncak kekuasaan.

Dari Renaisans ke Pencerahan: Lahirnya Manusia Baru, Lahirnya Elit Baru

Pada abad ke-15, Eropa meletup dengan semangat Renaisans. Segalanya berpusat pada manusia: seni, ilmu, dan filsafat. Gereja yang selama berabad-abad memonopoli kebenaran mulai tergeser. Rasionalitas dipuja, sains dilambungkan, kebebasan individu diagungkan. Inilah yang disebut sebagai pencerahan.

Namun, di sela-sela gegap gempita kebebasan itu, lahir pula kekuatan baru: kaum borjuis kota, para pedagang, bankir, dan pemilik modal. Mereka adalah wajah baru dari aristokrasi lama. Jika dahulu kuasa dipegang oleh darah biru dan altar gereja, kini ia berpindah ke tangan pemilik uang dan dagang.

Revolusi Industri: Mesin, Koloni, dan Akumulasi

Abad ke-18 membuka lembaran baru: mesin-mesin berputar di Inggris, pabrik berdiri, dan produksi melonjak. Lahirnya revolusi industri bukan hanya soal kemajuan teknologi, tetapi juga awal dari kapitalisme modern.

Pemilik modal menguasai alat produksi, buruh digiring ke pabrik, dan rakyat kecil hanya punya tenaga untuk dijual. Di luar negeri, bangsa-bangsa Asia, Afrika, dan Amerika Latin dijadikan kebun dan tambang raksasa untuk mengisi perut kapitalisme Eropa. Kata "pasar bebas" yang dilantunkan Adam Smith ternyata hanya berlaku bagi mereka yang berkuasa; bagi negeri-negeri jajahan, hukum pasar bebas berarti tunduk pada pedang kolonial dan kontrak dagang yang timpang.

Demokrasi: Janji Rakyat, Kuasa Elit

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun