Saluran air yang tersumbat sampah, sedimentasi sungai yang tidak dibersihkan secara berkala, serta kawasan resapan yang beralih fungsi menjadi perumahan dan pusat bisnis memperparah kondisi Jakarta saat ini.
Jika melihat ke belakang, sebenarnya upaya mengendalikan banjir di Jakarta sudah dilakukan sejak zaman Belanda.Â
Pada abad ke-17 hingga awal abad ke-20, Belanda membangun kanal-kanal besar seperti Molenvliet, Kali Baru Barat, dan Kanal Mookervaart untuk mengalirkan air dari Batavia ke laut.Â
Dulu, kanal-kanal ini menjadi bagian penting dari tata kota Batavia, sekaligus sebagai jalur transportasi dan irigasi.
Namun seiring waktu, banyak kanal yang berubah fungsi. Ada yang dipersempit karena pelebaran jalan, ada pula yang tertutup sedimentasi dan sampah.Â
Menurut catatan sejarah tata kota Batavia, insinyur Belanda seperti Van Breen pada 1920-an bahkan sudah merancang sistem banjir kanal timur dan barat untuk melindungi kota dari banjir musiman.Â
Ironisnya, hingga kini sistem kanal tersebut belum sepenuhnya berfungsi optimal.
Pelajaran dari Masa Lalu
Dari zaman kolonial hingga kini, satu hal yang belum berubah: Jakarta adalah dataran rendah dengan banyak sungai. Oleh karena itu, pengelolaan air adalah keharusan.Â
Belanda dulu membangun kanal karena sadar, kota ini berdiri di atas rawa-rawa dan muara sungai besar. Mereka tidak hanya membuat saluran air, tapi juga membangun pompa dan pintu air yang terintegrasi.
Kini, kita seharusnya belajar dari itu. Pemprov DKI sudah mulai membangun Banjir Kanal Timur dan memperkuat pompa-pompa pengendali banjir. Tapi pekerjaan belum selesai.Â