Salah satu tradisi yang paling dinanti menjelang Hari Raya Nyepi adalah pawai ogoh-ogoh. Patung raksasa ini biasanya berbentuk makhluk menyeramkan yang merepresentasikan Bhuta Kala, yaitu roh jahat atau sifat buruk dalam diri manusia.
Ogoh-ogoh dibuat dengan bahan dasar bambu, kayu, kertas, dan kain, dihias dengan cat dan ornamen hingga tampak menyeramkan. Pembuatan ogoh-ogoh melibatkan banyak warga dari berbagai banjar (kelompok masyarakat) di Bali.Â
Setiap banjar biasanya membuat satu atau lebih ogoh-ogoh dengan desain yang unik dan penuh kreativitas.
Pada malam pengerupukan, sehari sebelum Nyepi, ogoh-ogoh diarak keliling desa atau kota. Tradisi ini bukan hanya tontonan spektakuler bagi wisatawan, tetapi juga memiliki filosofi mendalam.Â
Pengarakan ogoh-ogoh melambangkan pembersihan diri dan lingkungan dari roh jahat sebelum memasuki hari suci Nyepi. Setelah diarak, patung-patung tersebut biasanya dibakar sebagai simbol pemusnahan sifat buruk dan penyucian diri.
Lokasi Perayaan Arak-Arakan Ogoh-Ogoh
Di Bali, hampir setiap desa adat atau banjar mengadakan arak-arakan ogoh-ogoh. Namun, beberapa lokasi menjadi pusat perhatian karena skala dan kemeriahan perayaannya.Â
Salah satu lokasi utama adalah Patung Catur Muka Puputan di Denpasar, tempat berlangsungnya pawai ogoh-ogoh terbesar di ibu kota Bali.Â
Rute arak-arakan biasanya melintasi Jalan Hasanuddin, Jalan M.H. Thamrin, Jalan Gajah Mada, dan kembali ke Patung Catur Muka.
Selain di Denpasar, kawasan Ubud, Kuta, dan Sanur juga menjadi lokasi favorit untuk menyaksikan pawai ogoh-ogoh. Setiap wilayah memiliki ciri khas masing-masing, baik dari segi desain ogoh-ogoh maupun kemeriahan perayaannya.
Di luar Bali, perayaan arak-arakan ogoh-ogoh juga bisa ditemukan di beberapa kota besar, seperti Jakarta dan Surabaya. Di Jakarta, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) secara rutin mengadakan parade ogoh-ogoh dalam rangka menyambut Hari Raya Nyepi.Â