Di balik renyahnya gorengan yang sering kita beli di pinggir jalan, siapa sangka ada cerita perjuangan hidup yang luar biasa. Cerita ini datang dari temanku sendiri, seseorang yang udah aku kenal sejak duduk di bangku SD namanya Yuda.
Yuda bukan anak orang kaya, bukan juga anak seleb TikTok atau pejabat yang tajir melintir. Dia adalah anak dari penjual gorengan di pinggir jalan daerah Taman Siswa, Yogyakarta. Tapi dari balik wajan panas, tumpukan tahu isi, dan suara minyak yang mendesis, Yuda membuktikan bahwa hidup bisa ditaklukkan dengan kerja keras dan rasa syukur.
Dari Temanggung ke Kota Pelajar
Yuda sebenarnya bukan asli Jogja. Dia lahir di Temanggung, kota kecil yang sejuk di Jawa Tengah. Tapi sejak kecil, dia udah diajak merantau ke Yogyakarta sama kedua orang tuanya yang ingin cari peruntungan lebih baik. Dan di sinilah perjalanan hidup mereka dimulai dari gerobak gorengan di pinggir jalan.
Orang tua Yuda mulai usaha sederhana, jualan gorengan dengan resep rumahan. Tahu isi, tempe mendoan, bakwan, pisang goreng semua digoreng dengan cinta dan harapan. Dari situ, mereka bertahan hidup di kota yang keras namun penuh peluang ini.
Lulus SMK dan Nggak Gengsi
Setelah lulus dari SMK, Yuda nggak buru-buru kerja kantoran atau lanjut kuliah. Bukannya nggak mau, tapi dia tahu kondisi ekonomi keluarga. Makanya, dia ambil keputusan berani: bantu orang tuanya jualan gorengan.
"Ngapain malu?" kata Yuda waktu aku tanya kenapa nggak nyoba kerja lain. "Selagi masih muda, kita nggak boleh malu. Justru masa muda itu penentunya masa depan."
Itu kalimat yang sampai sekarang masih nyangkut di kepala aku. Banyak banget anak muda yang ngerasa gengsi kalau harus kerja 'kasar' atau berdiri di pinggir jalan. Tapi Yuda beda. Dia bangga. Dia tahu, kerja halal itu mulia, dan nggak perlu capek ngejelasin ke orang yang cuma bisa nilai dari penampilan.
Hidup dari Gorengan, Tapi Penuh Martabat