Mohon tunggu...
Diksi_Istimewa
Diksi_Istimewa Mohon Tunggu... A Learning

Keep Fighting

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Polemik Hari Santri dan Jasa Ponpes yang Terlupakan

16 Oktober 2025   18:43 Diperbarui: 16 Oktober 2025   18:43 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karena itu, atas saran dari Jenderal Sudirman, Presiden Sukarno diminta mengirim utusan khusus untuk menemui KH. Hasyim Asy'ari di Ponpes Tebu Ireng Jombang, untuk meminta fatwa bagaimana hukumnya berjihad membela negara yang notabene bukan negara Islam  untuk melawan Inggris dan Belanda.

Kyai Hasyim Asy'ari mengumpulkan para ulama se-Jawa dan Madura. Dan akhirnya pada tanggal 22 Oktober 1945 beliau memimpin delegasi NU dari para ulama dan santri di Kantor Pusat NU Jl. Pungutan surabaya. Dari hasil pertemuan, dikeluarkanlah 'resolusi jihad'  melawan musuh (Inggris dan Belanda).

Maka santri-santri dari berbagai ponpes di Jawa Timur, termasuk Laskar Hizbullah dan Sabilillah datang ke Surabaya untuk bersiap melakukan jihad. Dan puncaknya pecahlah Perang Surabaya pada tanggal 10 November 1945, yang sebenarnya lebih banyak dilakukan perlawanan dari para ulama dan santri-santri dari berbagai ponpes se-Jawa dan Madura, bukan hanya arek-arek Suroboyo!

Bahkan KH. Hasyim Asy'ari menganjurkan seruan 'Allahu Akbar' sebagai penyemangat bagi para santri untuk mendapatkan kemenangan atau mati syahid. 

Kata 'Allahu Akbar' yang fenomenal inilah yang digunakan Bung Tomo melalui radio, untuk membakar semangat para santri saat itu.

Karena kobaran semangat jihad fisabilillah, akhirnya Inggris dan Belanda kewalahan dan tidak mampu menguasai Surabaya. Padahal sebelumnya mereka sombong dan merasa mudah menguasai Surabaya. 

Namun sayangnya, resolusi jihad NU ini seolah dilupakan karena tidak tercatat dalam sejarah resmi Indonesia. Dan ada upaya menghilangkan jejak dan peran kyai dan santri dalam perjuangan menegakkan kemerdekaan. Karena milisi Hizbullah dan Laskar Santri yang berperan penting dalam Perang Surabaya, didepak dari Tentara Keamanan Rakyat (TKR) saat itu. (paradigmabangsa.com, 22/10/2016)

Walaupun saat ini resolusi jihad diperingati sebagai Hari Santri tiap 22 Oktober, namun apakah peringatan ini mampu menjadi pengingat akan peran hakiki pesantren dalam kebangkitan umat?

Tema besar Hari Santri 2025, "Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia" seolah memberi harapan indah. Namun dalam kehidupan sekuler liberal saat ini, tujuan mulia itu sepertinya akan sulit terwujud jika terjadi pengokohan sekulerisme di pesantren. 

Faktanya, terlihat adanya distorsi posisi strategis pesantren dalam mencetak ulama dan pemimpin peradaban. Bahkan 

santri diposisikan sebagai duta budaya dan motor kemandirian ekonomi. Padahal hal ini kontraproduktif dengan peran santri sesungguhnya sebagai pewaris nabi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun