Mohon tunggu...
Diki Zakaria
Diki Zakaria Mohon Tunggu... Editor - saya adalah penulis pemula yang baru hanya memiliki semangat

menulis adalah senjata yang bisa kita gunakan di era yang sangat cepatnya bertebaran di muka bumi. dengan teknologi yang serba cepat membuat kita harus melek terhadap perubahan yang sulit diprediksi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Awal Sebuah Takdir

23 November 2019   19:30 Diperbarui: 23 November 2019   19:36 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saya adalah seorang anak bungsu yang masih kebingungan dalam menentukan arah/tujuan hidup. Entah mengapa tiba-tiba saya dipanggil oleh orang tua saya untuk berbincang mengenai masa depan hidup saya. 

Saat ini saya sedang dalam tahap proses penyelesaian belajar di SMA.  Saya ditanya oleh orang tua saya apakah saya ingin melanjutkan kuliah di negeri atau swasta. Tiba-tiba saja ibu saya bertanya seperti itu, mengingat kedua kakak sudah menyelesaikan pendidikannya di dua kampus yang berbeda. 

Intinya yang orang tua saya utarakan adalah saya harus lebih dewasa dan mengambil keputusan dengan bijak atas dasar tanggung jawab saya selaku anak yang memang sering mengeluh.

Tak lama setelah itu ayah saya memberi kabar bahwa saya akan dikenalkan dengan seseorang yang nantinya menjadi pasangan hidup saya. Entah mengapa semua ini terjadi begitu saja, kabar ini membuat saya kebingungan tujuh keliling. Tapi dari sana saya belajar untuk lebih dewasa bahwa tak selamanya apa yang kita bayangkan bisa terwujud. Dari sana saya teringat firman tuhan, bahwa setelah kesulitan pasti ada kemudahan.

 Sangat kebingungan sampai saat ini bagaimana saya arus menyikapinya. Apakah saya harus bahagia atau sedih. Kedua-duanya tergantung kita menykapinya, apapun yang terjadi kita harus tetap menjalani hidup ini. Dan saya melewatinya begitu saja tanpa ada beban dalam benak saya. Harus segera mengambil sikap secepatnya ditengah kelabilan saya dalam mengelola mental saya agar tetap stabil dan tidak depresi.

Setelah dari sana saya cukup sering memikirkan kedua hal pokok pembicaraan saya dengan orang tua saya, ini merupakan masalah besar dalam hidup saya yang sebentar lagi akan melewati fase belajar formal sebagai pelajar dan menjalani tanggung awab di sebuah keluarga kecil saya. 

Saya akhirnya memutuskan untuk konsultasi pada guru saya. Sebenarnya umur guru saya ini tak terpaut jauh dengan saya, karena beliau baru saja pesantren dan sekarang mengajar di madrasah tempat tinggal saya sekarang. 

Saya datang kerumahnya dan beliau beigtu hangat menyambut saya layaknya teman agar saya tak merasa canggung saat interaksi dengan beliau. Beliasu selalu memberi semangat ketika saya dalam proses belajar dan saya sangat ketika masih kelas dua SMA sangat inspiratif apa yang beliau jelaskan membuat saya semakin semangat dalam meraih impian saya. Saya langsung mulai pembicaraan. Guru saya sering saya panggil "emang ujang". Ya tepat sekali saya sering melihat beliau sebagai senior yang tangguh dan siap membantu saya dalam keadaan apapaun.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun