Mohon tunggu...
M. Diki Yahdi
M. Diki Yahdi Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya merupakan mahasiswa Akuntansi Universitas Andalas

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kesehatan Mental Remaja Di Era Digital

23 Juni 2024   14:09 Diperbarui: 23 Juni 2024   14:20 1409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di era digital ini, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan remaja. Platform seperti Instagram, TikTok, dan Twitter menyediakan ruang untuk terhubung dengan teman, berbagi informasi, dan mengekspresikan diri. Namun, di balik manfaatnya, media sosial juga menyimpan potensi dampak negatif terhadap kesehatan mental remaja. Penggunaan media sosial yang berlebihan dapat memicu kecemasan, depresi, dan bahkan cyberbullying. Penelitian menunjukkan bahwa remaja yang menghabiskan banyak waktu di media sosial lebih rentan mengalami masalah kesehatan mental dibandingkan dengan mereka yang tidak. Dampak media sosial terhadap kesehatan mental remaja adalah isu yang kompleks dan perlu mendapat perhatian serius dari orang tua, pendidik, dan pembuat kebijakan. Memahami dampak negatif media sosial adalah langkah awal untuk mencegah dan mengatasi masalah kesehatan mental pada remaja.

Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan dapat berkontribusi pada masalah kesehatan mental, termasuk kecemasan, depresi, dan rendahnya harga diri. Salah satu faktor utama adalah fenomena perbandingan sosial. Remaja sering membandingkan diri mereka dengan teman-teman mereka atau selebriti di media sosial, yang dapat menyebabkan perasaan tidak puas dengan diri sendiri dan penampilan mereka. Selain itu, media sosial dapat menjadi sumber stres karena tekanan untuk selalu tampil sempurna dan mendapatkan banyak like atau komentar positif. Banyak remaja merasa perlu untuk memposting konten yang sempurna, yang bisa menyebabkan stres dan kecemasan.
 Penelitian di University of Pittsburgh menemukan bahwa remaja yang menggunakan media sosial lebih dari 2 jam per hari memiliki risiko dua kali lipat mengalami depresi dan kecemasan. Berikutnya juga Studi di JAMA Psychiatry menunjukkan bahwa remaja yang sering membandingkan diri dengan orang lain di media sosial lebih rentan mengalami depresi dan kesepian. Penelitian di University of California, Irvine juga  menemukan bahwa remaja yang terpapar konten media sosial yang menampilkan citra tubuh ideal (misalnya, foto model yang kurus) lebih cenderung memiliki citra diri yang negatif dan tidak puas dengan tubuh mereka. Banyak remaja saat ini yang merasa insecure dengan tubuh mereka sehingga banyak dari mereka yang melakukan diet ekstrim atau menggunakan obat-obatan secara berlebihan terutama kaum perempuan.
Cyberbullying adalah masalah serius lainnya yang sering terjadi di media sosial. Penelitian menunjukkan bahwa korban cyberbullying memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami depresi, kecemasan, dan bahkan pikiran untuk bunuh diri. Lingkungan online yang anonim dapat mempermudah perilaku bullying karena pelaku merasa tidak akan mendapatkan konsekuensi langsung. Cyberbullying, atau perundungan di dunia maya, merupakan masalah serius yang semakin marak di era digital ini. Tindakan ini melibatkan penggunaan teknologi untuk menindas, melecehkan, atau mempermalukan orang lain. Cyberbullying dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti :  Mengirim pesan teks atau email yang kejam atau mengancam, memposting komentar atau gambar yang menghina di media sosial, membuat rumor atau kebohongan tentang seseorang, mengirim pesan spam atau membanjiri seseorang dengan pesan, meretas akun media sosial seseorang atau mencuri informasi pribadinya dan banyak hal lainnya.
Cyberbullying dapat memiliki dampak yang devastating bagi korbannya. Dampak tersebut dapat berupa : Gangguan emosional dan psikologis,seperti kecemasan, depresi, dan trauma, menurunnya rasa percaya diri dan harga diri, kesulitan bersosialisasi dan menjalin hubungan,Prestasi akademik yang menurun dan bahkan  dalam beberapa kasus yang ekstrem, cyberbullying dapat mendorong korban untuk bunuh diri.
Menurut UNICEF, 1 dari 3 anak usia 11-15 tahun di seluruh dunia telah mengalami cyberbullying. Di Indonesia, 71% remaja pernah mengalami cyberbullying, dan 29% di antaranya mengaku pernah menjadi korban cyberbullying.

Jika Anda menjadi korban cyberbullying, beberapa tips yang dapat Anda lakukan:
Jangan ragu untuk berbicara dengan orang dewasa yang Anda percayai. Orang tua, guru, konselor, atau teman dekat dapat membantu Anda mengatasi cyberbullying.
Simpan bukti cyberbullying. Ini dapat berupa tangkapan layar pesan, email, atau posting media sosial. Bukti ini dapat membantu Anda jika Anda ingin melaporkan cyberbullying kepada pihak berwenang.
Jangan balas cyberbullying. Ini hanya akan memperburuk keadaan.
Blokir pengganggu online. Ini akan membantu mencegah mereka menghubungi Anda.
Laporkan cyberbullying kepada platform online tempat cyberbullying terjadi. Platform online seperti Facebook, Instagram, dan Twitter memiliki kebijakan anti-cyberbullying.
Ingatlah bahwa Anda tidak sendiri. Banyak orang yang pernah menjadi korban cyberbullying. Ada banyak sumber daya yang tersedia untuk membantu Anda.
Selanjutnya, tantangan kesehatan mental pada era digital yakni FOMO (Fear of Missing Out). FOMO adalah ketakutan ketinggalan informasi atau peristiwa yang dapat memicu kecemasan dan rendahnya harga diri. Jurnal "Psychology of Health" (2020): Meta-analisis 33 penelitian menemukan hubungan kuat antara FOMO dan depresi, kecemasan, dan stres pada remaja. Beberapa dampak negatif dari FOMO :
Kecemasan dan Depresi: Remaja dengan FOMO tinggi cenderung merasa cemas dan khawatir tertinggal dari pengalaman dan kesenangan orang lain. Hal ini dapat memicu depresi dan mengganggu kehidupan sehari-hari.
Harga Diri Rendah: Perbandingan sosial yang sering terjadi di media sosial dapat memperburuk FOMO dan membuat remaja merasa tidak puas dengan diri mereka sendiri. Hal ini dapat menurunkan harga diri dan kepercayaan diri.
Kurang Tidur dan Masalah Kesehatan Fisik: Penggunaan media sosial yang berlebihan dan FOMO dapat mengganggu pola tidur dan menyebabkan masalah kesehatan fisik seperti kelelahan, sakit kepala, dan obesitas.
Perilaku Berisiko: Remaja dengan FOMO tinggi lebih rentan terlibat dalam perilaku berisiko seperti penyalahgunaan narkoba, alkohol, dan seks tidak aman.
FOMO dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya :
Karena Penggunaan Media Sosial, penggunaan media sosial yang berlebihan, terutama platform yang menekankan pada perbandingan sosial seperti Instagram dan Tiktok, dapat meningkatkan risiko FOMO. Kurangnya Dukungan Sosial, Remaja yang merasa kurang memiliki dukungan sosial dari teman dan keluarga lebih rentan mengalami FOMO. Perfeksionisme, Remaja dengan perfeksionisme tinggi cenderung memiliki standar yang tidak realistis dan mudah merasa cemas jika tidak mencapai standar tersebut.
Tips Untuk  Pencegahan Fenomena FOMO :
Batasi Penggunaan Media Sosial : Penting bagi remaja untuk membatasi waktu yang dihabiskan di media sosial dan fokus pada interaksi di dunia nyata.
Meningkatkan Dukungan Sosial : Orang tua dan pendidik dapat membantu remaja membangun hubungan yang kuat dengan teman dan keluarga, serta menyediakan ruang untuk mereka bercerita tentang perasaan dan kekhawatiran mereka.
Meningkatkan Kesadaran Diri : Membantu remaja untuk lebih memahami diri mereka sendiri, nilai-nilai mereka, dan tujuan mereka dapat membantu mereka untuk lebih fokus pada diri sendiri daripada membandingkan diri dengan orang lain.
Mencari Bantuan Profesional : Jika FOMO sudah sangat mengganggu kehidupan remaja, penting untuk mencari bantuan profesional dari psikolog atau terapis.

Namun, dari beberapa dampak negatif dari  media sosial tersebut, sebenarnya media sosial   juga memiliki sisi positif. Ini bisa menjadi alat yang kuat untuk mendukung kesehatan mental jika digunakan dengan bijak. Remaja dapat menemukan komunitas yang mendukung, mendapatkan informasi yang bermanfaat tentang kesehatan mental, dan mengekspresikan diri mereka dengan cara yang positif. Untuk mengurangi dampak negatif media sosial, penting bagi remaja untuk memiliki batasan waktu layar dan mengambil jeda digital secara teratur. Orang tua dan pendidik juga harus terlibat dalam penggunaan media sosial anak-anak dan memberikan dukungan serta pendidikan tentang penggunaan yang sehat.

Kesimpulan

Media sosial memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan mental remaja. Fenomena yang dapat menjadi tantangan kesehatan mental di era digital pada remaja yakni FOMO dan Cyberbullying, penting untuk meningkatkan kesadaran dan edukasi tentang kedua fenomena ini. Meskipun dapat menyebabkan kecemasan, depresi, dan masalah harga diri, media sosial juga memiliki potensi positif jika digunakan dengan bijak. Penting bagi remaja untuk mengenali tanda-tanda masalah kesehatan mental dan mencari dukungan ketika diperlukan. Dengan pengelolaan yang tepat, media sosial dapat menjadi alat yang bermanfaat dan mendukung kesejahteraan mental remaja.

Daftar Pustaka
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8283615/](https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8283615/).
https://www.unicef.org/press-releases/unicef-poll-more-third-young-people-30-countries-report-being-victim-online-bullying](https://www.unicef.org/press-releases/unicef-poll-more-third-young-people-30-countries-report-being-victim-online-bullying).
Keles, B., McCrae, N., & Grealish, A. (2020). A systematic review: The influence of social media on depression, anxiety, and psychological distress in adolescents. International Journal of Adolescence and Youth, 25(1), 79-93.
https://jamanetwork.com/journals/jamapsychiatry/fullarticle/2749480](https://jamanetwork.com/journals/jamapsychiatry/fullarticle/2749480).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun