Kami tertawa waktu itu. Tapi kini, kalimat itu terasa seperti wasiat.
Ia memang "teroris"---bukan dalam arti menakutkan, tapi dalam arti yang membangunkan kesadaran. Ia menteror dengan semangat, dengan cinta, dengan keyakinan bahwa kata-kata bisa menyelamatkan manusia dari keputusasaan.
Pipiet sering berkata, "Saya ini cuma ibu rumah tangga biasa. Tapi Tuhan kasih pena, biar saya bisa jadi luar biasa."
Dan benar. Ia bukan hanya menulis buku, ia melahirkan generasi. Ia membimbing puluhan penulis baru, menjadi mentor bagi banyak perempuan muda yang takut menulis tentang dirinya sendiri.
***
Ada yang bilang, kematian adalah akhir. Tapi bagi seorang penulis, kematian hanyalah jeda.
Kata-kata mereka tetap hidup, beranak-pinak di hati orang lain.
Seperti kata Nietzsche, "We have art in order not to die of the truth."
Dan Pipiet Senja menulis agar kita tak mati oleh kenyataan, tentang sakit, tentang ketidakadilan, tentang dunia yang dingin.
Ia menulis agar dunia tetap hangat.
Ia menulis agar kita tak berhenti percaya.