Mohon tunggu...
Dikdik Sadikin
Dikdik Sadikin Mohon Tunggu... Akuntan yang Penulis

Dikdik Sadikin. Kelahiran Jakarta, berdomisili di Bogor, memiliki karir di birokrasi selama sekitar 38 tahun. Menulis menjadi salah satu hobby mengisi waktu luang, selain menggambar karikatur. Sejak SMP (1977), Dikdik sudah menulis dan dimuat pertama di majalah Kawanku. Beberapa cerpen fiksi dan tulisan opininya pernah dimuat di beberapa antologi cerpen, juga di media massa, antara lain tabloid Kontan dan Kompas. Dikdik Sadikin juga pernah menjadi pemimpin redaksi dan pemimpin umum pada majalah Warta Pengawasan pada periode 1999 s.d. 2002. Sebagai penulis, Dikdik juga tergabung sebagai anggota Satupena DKI. Latar belakang pendidikan suami dari Leika Mutiara Jamilah ini adalah Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (lulus 1994) dan Magister Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (lulus 2006).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perlawanan Sunyi Seorang Pipiet Senja (Mengenang Kepergiannya)

4 Oktober 2025   23:21 Diperbarui: 4 Oktober 2025   23:21 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terakhir bersama Pipiet Senja di PDS HB Jassin, TIM, Jakarta.  (Dokumen Pribadi)

Perlawanan Sunyi Seorang Pipiet Senja

(Mengenang Kepergiannya)

Oleh Dikdik Sadikin

ADA orang yang menulis karena ingin diingat.

Ada pula yang menulis karena ingin didengar.

Tapi Pipiet Senja menulis karena ingin hidup. Karena hanya itu satu-satunya cara untuk tetap bertahan di dunia yang sering kali tak berpihak kepada tubuh yang rapuh.

Aku pertama kali bertemu Pipiet Senja pada Februari 2023, di ajang International Minangkabau Literacy (IMLF) pertama di Padang dan Bukittinggi. Di antara udara lembab Bukit Barisan, perempuan yang telah sepuh itu berjalan tertatih, wajahnya pucat tapi matanya menyala. Ia tertawa kecil sambil berkata kepadaku,

"Kang Dikdik, apa pun yang terjadi pada diri dan sekitar kita, jangan lupa menulisnya ya... kayak saya waktu nyusruk di depan Rumah Gadang. Hehe, jatuh pun kalau ditulis bisa jadi cerita."

Kami tertawa. Tapi di balik tawa itu, aku tahu ada kesungguhan yang tenang. Pipiet Senja memang menulis tentang apa saja---bahkan tentang jatuh di depan Rumah Gadang.

Ia menulis luka menjadi catatan, menulis sakit menjadi semangat. Karena bagi Pipiet, menulis bukan sekadar kegiatan literer, tapi sebuah bentuk zikir panjang: cara tubuh yang sakit bicara kepada semesta.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun