Mohon tunggu...
Dika Shafitri
Dika Shafitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Saya memiliki ketertarikan dalam bidang entertaiment, musik, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Krisis Identitas: Gen Z dan Pencarian Makna Hidup

30 Desember 2023   15:17 Diperbarui: 7 Januari 2024   15:13 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: behance.net

Dalam era digital yang terus berkembang dan mengubah lanskap sosial, Generasi Z atau biasa disingkat Gen Z, yang terdiri dari individu yang lahir sekitar pertengahan 1990-an hingga pertengahan 2010-an, menemui tantangan unik terkait identitas dan pencarian makna hidup. 

Perubahan dramatis dalam teknologi, pengaruh media sosial, dan tekanan lingkungan menciptakan medan yang kompleks, memaksa mereka untuk menjalani proses pencarian diri yang lebih rumit dibandingkan generasi sebelumnya.

Faktor-Faktor Krisis Identitas
Pengaruh media sosial menjadi poin kritis dalam perjalanan identitas Generasi Z. Mereka tumbuh dalam era di mana gambar dan narasi hidup diunggah secara langsung, sering kali merasa terdorong untuk menciptakan citra yang sesuai dengan standar kecantikan, keberhasilan, dan kebahagiaan yang sering dipromosikan dalam dunia maya. Pameran kehidupan yang serba indah di platform-platform seperti Instagram dan TikTok dapat menciptakan tekanan untuk selalu terlihat sempurna.

Athiyya, mahasiswi Psikologi semester 3 Universitas Indonesia, memberikan perspektif terkait pengaruh media sosial terhadap krisis identitas Generasi Z. Beliau menekankan bahwa media sosial berperan dalam memperluas cakupan 'peer pressure' yaitu pengaruh tekanan dari rekan sebaya yang bisa saja berpotensi merusak persepsi diri karena memungkinkan individu membandingkan diri dengan populasi yang lebih luas.


Athiyya menyatakan, "Menurut saya benar bahwa media sosial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap krisis identitas Generasi Z. Cakupan 'peer pressure' dari media sosial itu sangat luas, dan hal ini dapat membuat pandangan terhadap diri kita sendiri menjadi kurang objektif, kita jadi membandingkan diri dengan populasi yang lebih besar. Media sosial ini menjadi faktor tekanan yang memperbesar krisis identitas di kalangan Generasi Z," ungkapnya saat wawancara pada Rabu (20/12/2023).

Tekanan sosial yang dihadapi oleh Generasi Z tidak hanya datang dari dunia maya, tetapi juga dari dunia nyata. Standar kecantikan yang tidak realistis, ekspektasi akademis yang tinggi, banyaknya opsi dalam kehidupan, dan tekanan untuk mencapai kesuksesan material telah menciptakan medan perang identitas yang kompleks. Namun, dalam menghadapi tekanan ini, Generasi Z menunjukkan kemampuan untuk memahami nilai-nilai sejati dan menetapkan prioritas yang sesuai dengan aspirasi dan keinginan pribadi mereka.

Adzka, seorang remaja Gen Z, menyatakan, "Awalnya, banyak opsi memang membuat saya sempat bingung menentukan arah tujuan hidup saya. Tetapi, seiring berjalannya waktu, saya menyadari bahwa banyaknya opsi justru seharusnya memberi saya kebebasan untuk menentukan apa yang ingin saya capai. Ini memberikan ruang eksplorasi yang luas dan kesempatan untuk mengejar passion dan tujuan hidup yang sesuai dengan kepribadian saya," cetusnya saat wawancara di tempat yang sama pada Rabu (20/12/23).

Peran Pendidikan dan Dukungan
Meskipun institusi pendidikan dan beberapa organisasi non-profit telah berusaha menyediakan dukungan dan bimbingan, realitasnya menunjukkan bahwa mereka belum bisa sepenuhnya memenuhi kebutuhan kompleks Gen Z dalam mengatasi krisis identitas. 

Terbatasnya sumber daya dan pemahaman yang mendalam tentang permasalahan ini masih menjadi tantangan besar. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah lebih lanjut dalam meningkatkan kapasitas lembaga-lembaga ini agar dapat memberikan dukungan yang lebih komprehensif dan efektif bagi generasi yang tengah menghadapi tekanan ini.

Athiyya menyampaikan pandangannya terkait hal tersebut, ia menyatakan "Saya sendiri merasakan bahwa bimbingan dari fakultas sangat membantu dan memberikan dorongan kepada mahasiswa untuk menemukan minat dan peluang setelah lulus. Selain itu, di fakultas saya juga terdapat profesional psikolog yang dapat memberikan bantuan personal, termasuk dalam mengatasi krisis identitas. Meskipun demikian,  saya melihat masih ada banyak orang yang bingung tentang masa depan mereka dan merasa bahwa institusi pendidikan tidak memberikan dukungan yang memadai."

Dinda Rosanita, seorang konselor dalam bidang psikologi, juga menyampaikan pandangannya terkait krisis identitas,"Untuk menghadapi banyaknya tekanan media sosial pada Gen Z dalam melihat kehidupan, menurutku perlu adanya kemauan dan kemampuan dari individu untuk lebih sibuk mengenali diri sendiri, mengetahui kelemahan dan kelebihan diri, hingga mampu menentukan tujuan hidup sesuai dengan harapan dan kemampuan dirinya tanpa harus membandingkan pencapaian dirinya dengan pencapaian orang lain," ujarnya pada wawancara Kamis (28/12/23).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun