Mohon tunggu...
Andika Lawasi
Andika Lawasi Mohon Tunggu... Lainnya - an opinion leader

Rakyat Pekerja

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

dampak sosial industri eskpansif

10 September 2016   05:48 Diperbarui: 6 Mei 2017   04:51 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Hidingartist.com

Pemahaman negara tentang makna deforestasi seperti ini begitu berlebihan. Padahal apabila kita melihar realitas di lapangan, perubahan muka kawasan hutan dari hutan rimbun menjadi ekosistem kebun hutan merupakan tindakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya, dan proses tersebut tidaklah serta merta membuat kawasan hutan mengalami deforestasi, hanya mengalami perubahan komposisi jenis tanaman yang sesuai dengan ekosistem setempat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan. 

Kerusakan yang ditimbulkan pun tidak substantive dan cenderung masih sesuai dengan ekosistem aslinya. Apabila dibandingkan dengan besarnya kerusakan kawasan hutan akibat pembukaan besar-besaran untuk industry kelapa sawit yang tiap tahun terus mengalami kebakaran yang katanya tidak disengaja itu, maka kerusakan hutan di lahan konsesi perusahaan jauh lebih buruk dan berbahaya bagi lingkungan.     

Pada akhirnya, deforestasi lebih kepada perbedaan dalam memaknai teks deforestasi itu sendiri. Deforestasi menurut Negara cenderung berlawanan dengan deforestasi menurut konstruksi masyarakat (Awang, 2006).  Sayangnya, segala sesuatu yang bertentangan dengan pemahaman negara maka akan dianggap sebagai perlawanan. 

Berkembangnya industri sawit dan tambang telah banyak mengubah wajah kawasan hutan kita. Apabila sebuah kawasan hutan dinilai subur untuk menanam kelapa sawit, maka segera terjadi transaksi investasi dengan konsep pinjam pakai kawasan atau tukar menukar kawasan.  Begitu pula yang terjadi  jika di bawah tanah sebuah kawasan hutan terkandung barang tambang tertentu, maka akan langsung terjadi proses tukar-menukar atau pinjam pakai kawasan.  Dan hal seperti ini adalah hal yang lumrah dan memang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan kementerian kehutanan. 

Apa yang sudah diatur dalam kebijakan negara terkait regulasi investasi belum tentu sepenuhnya benar sebab seringkali negara mengkonstruksi kebijakan tanpa mengadopsi aspirasi dari bawah karena terburu-buru membuat aturan investasi yang kira-kira nyaman bagi investor.  Pengetahuan yang mendominasi kepala para pengambil kebijakan memang sering berlawanan dengan pemahaman masyarakat sehingga bukan hal aneh jika selalu ada friksi diantara keduanya.  Sosiologi pengetahuan deforestasi berusaha membaca dua kutub pemikiran yang saling bersebrangan ini dengan mencoba mencari penjelasan sosiologis terhadap realitas deforestasi sehingga diperoleh pemahaman yang benar dan saling mengisi. 

 Hutan adalah sumber daya yang unik dari yang lain. Dia menyokong banyaknya kepentingan dan fungsi. Hutan juga merupakan sebuah entitas ekonomi, budaya, sekaligus merupakan entitas kehidupan itu sendiri.  Sudah seharusnya kita lebih peduli terhadap hutan sebab menukar hutan dan menggantinya dengan industri ekspansif adalah sebuah kebodohan yang amat besar.  Sosiologi pengetahuan deforestasi menganjurkan kita untuk senantiasa berpikir berbeda dari realitas sehingga dengan mudah bisa menangkap apa yang sesungguhnya terjadi dalam realitas tersebut. Dan semoga tulisan ini mampu menunjukkan perbedaan itu. 

(Refences : Awang, 2006. Sosiologi Pengetahuan Deforestasi. Debut Press, Yogyakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun