Mbak, permisi, mau cari apa?" Tanya seorang pegawai toko buku padaku. Ah, iya, aku sampai lupa apa gerangan tujuanku ke mari.
Kusebutkan sebuah judul buku beserta penulisnya untuk ku beli, lantas pegawai tersebut mengantarkanku ke sebuah rak penuh buku yang kuingin, aku mengucap terima kasih lalu aku ditinggalkannya sendirian di sini. Jemariku meraih sebuah buku, lantas kutatap nanar sampul buku itu.
'Inikah yang hendak kamu berikan buatku?' Suara hatiku menyeruak, tatkala air mata tak sanggup lagi kubendung.
Februari lalu, aku bertandang ke sebuah kompetisi jurnalistik. Ini kompetisi pertamaku, aku gugup sekali. Tak lama, sebuah notifikasi muncul dari ponselku. Dari Anugrah? Astaga, aku menantikannya!.
'Jangan ragu, atau pun gugup. Aku tahu, imoto kecilku bisa. Kalau menang, nanti kubelikan novel kesukaanmu~ semangaaat:)' begitu pesannya.
Kini ku punya motivasi baru untuk menang. Aku sangat berambisi dalam kompetisi ini, dan hasil akhirnya, aku berdiri di podium pertama. Langsung kuacak--acak isi tas ku untuk mencari ponselku, lalu kukirimkan sebuah pesan ke Anugrah untuk mengabarkan hasil kompetisi. Anugrah, seperti namanya, dia bagaikan keajaiban dalam hidupku.
Sayangnya, tak kunjung kuterima sebuah novel yang Anugrah janjikan kepadaku. 'Ah, mungkin nanti. Sabar saja, Hana' batinku.
Riani, teman dekatku menyapa dari jauh sambil mendekap beberapa buku di tangannya, dia menyapaku. Kulihat sebuah novel yang tak asing lagi, itu kesukaanku! Kebetulan sekali, aku semakin tak sabar menantikan milikku datang.
'Beli di mana, Riani?' Tanyaku penasaran.
'Novel ini? Oh, pacarku membelikannya. Mungkin kamu belum kenal, aku baru jadian sih, hehe. namanya Anugrah,' jawab Riani sambil menunjukkan foto pacarnya.
'Itu Anugrahku.' Jangan tanya bagaimana perasaanku. Sejenak aku menertawakan diriku sendiri, aku terlalu skeptis. Seharusnya jarak dua tahun yang aku dan Anugrah miliki menjadi sebuah pertanda.