Mohon tunggu...
Diella Clarissa
Diella Clarissa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Psikologi

Mahasiswa aktif jurusan psikologi semester 4

Selanjutnya

Tutup

Indonesia Sehat

Sering Mengantuk Gejala Narkolepsi, Sadari Gejalanya pada Diri Anda

18 April 2023   14:23 Diperbarui: 30 Mei 2023   13:08 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis: Ariolietha Joanna Kintanayu, Diella Clarissa, Giacinta Silvia Halim, Made Maria Pavita Meiangela, Raihanaiya Ramadhanty Pitoyo, & Sesilia Elda Kristiana Putri

Apa Itu Narkolepsi?

Pernahkah Anda mendengar mengenai narkolepsi? Kondisi ini memang tidak banyak dialami oleh populasi manusia baik di seluruh dunia, maupun di Indonesia. Perbandingan penderitanya adalah 1:2000 orang. Narkolepsi merupakan salah satu jenis gangguan tidur yang melumpuhkan dan mempengaruhi penderitanya dalam banyak aspek. Berdasarkan gejalanya, narkolepsi dibagi menjadi tipe 1 dan tipe 2. Narkolepsi dapat dialami semua usia namun pada banyak kasus lebih sering menyerang remaja (Davidson, et al., 2021). Penyakit ini bersifat berkepanjangan dan tidak dapat disembuhkan. Seorang gadis bernama Blake, membagikan kisah hidupnya di platform Instagram sebagai penderita narkolepsi. Gadis dengan username @narcolepzzzz ini menceritakan pengalamannya hidup dengan narkolepsi. Selain itu, ia juga membagikan gambaran mengenai narkolepsi, apa yang dapat dilakukan, dan bahkan link berisi barang-barang yang dapat memudahkan penderita narkolepsi lainnya. Kira-kira, apa saja gejala khas dari narkolepsi dan apa penyebabnya? Kemudian, jika tidak ada tobatnya, bagaimana penanganannya? Simak pembahasan selanjutnya!

Prevalensi Kasus Narkolepsi: Apakah ada di Indonesia?

Dilansir dari detikHealth (2015), dr. Roslan menyampaikan bahwa sulit untuk menentukan angka pasti prevalensi narkolepsi di Indonesia karena kurangnya pemahaman masyarakat mengenai kasus ini, sehingga mungkin banyak penderita narkolepsi yang tidak tercatat.


Apa Saja Gejala Khas dari Narkolepsi?

Menurut Scammell (2015), penderita narkolepsi biasanya akan menunjukkan gejala-gejala berikut:

1. Excessive daytime sleepiness

Kantuk berlebihan di siang hari walaupun sudah tidur cukup, terutama jika sedang melakukan aktivitas yang tidak melibatkan banyak gerakan. Kondisi ini berdampak pada kurangnya fokus dalam beraktivitas. 

2. Katapleksi

Kelumpuhan pada sebagian atau seluruh otot secara tiba-tiba (wajah, leher, kaki). Biasanya muncul jika dipicu oleh emosi yang cukup kuat, misalnya tertawa berlebihan, frustrasi, atau marah.

3. Sleep paralysis

Kesulitan untuk bergerak ketika bangun tidur.

4.Halusinasi

Merasakan, mendengar, melihat, dsb hal-hal yang sebenarnya tidak nyata (misal merasa ada penjahat dalam rumahnya). Biasanya muncul saat bangun atau akan tertidur. 

Penyebab

Belum diketahui secara pasti mengenai penyebab narkolepsi. Namun, umumnya sebagian besar penderita narkolepsi memiliki penurunan kadar hipokretin (zat otak yang mengatur siklus tidur) sebanyak 85%-95% (Ahmed & Thorpy, 2010). Kadar hipokretin yang rendah mengakibatkan penderita tertahan pada siklus tidur REM serta kesulitan memasuki siklus NREM (Asmadi, 2008). 

Menurut NORD, penurunan kadar hipokretin kemungkinan berkaitan dengan mutasi genetik dalam tubuh yang disebabkan oleh autoimun. Penderita narkolepsi juga mengalami perubahan gen reseptor sel T, yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Selain itu, narkolepsi juga dapat disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan (Pieter, Janiarti, & Saragih, 2011). 

Dampak dan Kaitan Narkolepsi dengan Aspek Biopsikososial

Narkolepsi ditemukan secara jelas berdampak pada aspek biologis, psikologis, dan sosial (biopsikososial) individu seperti yang dikemukakan Davidson et al. (2022), bahwa narkolepsi membuat individu kesulitan untuk membangun dan memelihara hubungan sosial. Sebagian dari penderita narkolepsi biasanya lebih memilih untuk mendedikasikan energi mereka terhadap hubungan romantis dibandingkan persahabatan. Alasannya karena, penderita narkolepsi merasa lebih senang menerima dukungan melalui orang terdekat seperti pasangan dibandingkan teman atau keluarga. Kesimpulannya, narkolepsi berdampak positif terhadap hubungan romantis, tetapi berdampak negatif pada hubungan seksual karena kecenderungan penderitanya untuk mengalami katapleksi atau tertidur saat sedang berhubungan seks. Sedangkan dalam hubungan persahabatan, narkolepsi memberikan pengaruh yang negatif (Davidson et al., 2022).

Pada aspek kognitif dan psikososial, narkolepsi juga menyebabkan gangguan pada anak dan remaja, seperti penurunan kualitas dalam pengambilan keputusan, IQ verbal, dan IQ performansi yang akhirnya berujung pada kegagalan akademik, serta penurunan kualitas hidup. Sedangkan dalam aspek emosi, narkolepsi dapat menyebabkan depresi, kecemasan, hingga pembentukan self-esteem yang rendah, yang berujung pada penurunan kualitas hidup anak (Blackwell et al., 2017)

Penanganan yang Dapat Dilakukan

Hingga saat ini, belum ditemukan obat yang bisa sungguh menyembuhkan narkolepsi. Maka, penanganan pun lebih ditekankan pada pengelolaan gejala dari narkolepsi ini (Ahmed & Thorpy, 2010). Penanganan bagi pasien narkolepsi sendiri perlu dirancang khusus serta disesuaikan untuk setiap individu, dan perlu melibatkan pemberian edukasi bagi para pasien pula. Untuk memaksimalkan intervensi, penggabungan penggunaan obat dan pengelolaan perilaku penting untuk dilakukan. 

Penggunaan obat-obatan umumnya digunakan untuk mengurangi gejala-gejala biologis seperti mengurangi rasa kantuk, meningkatkan kewaspadaan, dll. Sedangkan, intervensi perilaku ditujukan untuk memaksimalkan keberfungsian individu dan mendukung peran obat. Intervensi perilaku diharapkan dapat mengurangi risiko depresi dan kecemasan, serta dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut Morse (2019), beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk membantu mengatasi gejala perilaku tidur yang kurang baik adalah:

  • Strategic caffeine: memanfaatkan kafein untuk meningkatkan performa dan kewaspadaan

  • Sleep hygiene: penerapan perilaku yang dapat meningkatkan kualitas tidur dan mengurangi gejala 

  • Sleep scheduling: jadwal bangun-tidur yang teratur

  • Cognitive behavioral therapy: penerapan perilaku yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup (kondisi fisik, emosi, dan kognitif)

  • Strategic napping: waktu tidur singkat yang direncanakan dalam durasi tertentu untuk meningkatkan performa dan kewaspadaan

  • Support groups: bergabung dalam komunitas untuk saling berbagi dukungan dan informasi (banyak diharapkan oleh pasien remaja)

  • Exercise: aktivitas kardiovaskular apa pun untuk pergerakan fisik

  • Mindfulness: meditasi dan kesadaran diri

  • Yoga: kontrol napas, meditasi, penggunaan postur-postur tertentu untuk kesehatan atau relaksasi

  • Diet: porsi makan yang kecil, tapi sering dan pola makan yang rendah karbohidrat

  • Temperature manipulations: mengatur suhu ruangan untuk meningkatkan kualitas tidur

Di masa kini, meski beragam cara untuk menangani narkolepsi sudah banyak berkembang, masih sering terjadi keterlambatan diagnosis dari 10 hingga 20 tahun sejak gejala pertama muncul. Keterlambatan diagnosis ini terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat mengenai narkolepsi (termasuk di Indonesia) sehingga gagal mengenali gejalanya sejak awal dan kurangnya pusat spesialis untuk menangani narkolepsi (Coelho, 2014). Keterlambatan diagnosis ini akan sangat mempengaruhi kehidupan pasien. Maka dari itu, sangat penting bagi kita untuk paham dan meningkatkan kesadaran mengenai narkolepsi. 

DAFTAR PUSTAKA

Agudelo, H. A. M., Correa, U. J., Sierra, J. C., Pandi-Perumal, S. R., & Schenck, C. H. (2014). Cognitive behavioral treatment for narcolepsy: Can it complement pharmacotherapy? Sleep Science, 7(1), 30-42. https://doi.org/10.1016/j.slsci.2014.07.023.

Ahmed, I., & Thorpy, M. (2010). Clinical features, diagnosis and treatment of narcolepsy. Clinics in Chest Medicine, 31(2), 371-381. https://doi.org/10.1016/j.ccm.2010.02.014

Asmadi. (2008). Teori prosedural keperawatan konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta: Salemba Medika. 

Beutler, L. E., Ware, J. C., Karacan, I., & Thornby, J. I. (1981). Differentiating psychological characteristics of patients with sleep apnea and narcolepsy. Sleep, 4(1), 39-47. https://doi.org/10.1093/sleep/4.1.39. 

Blackwell, J. E., Alammar, H. A., Weighall, A. R., Kellar, I., & Nash, H. M. (2017). A systematic review of cognitive function and psychosocial well-being in school-age children with narcolepsy. Sleep Medicine Reviews, 34, 82-93. https://doi.org/10.1916/j.smrv.2016.07.003. 

Bruck, D. (2001). The impact of narcolepsy on psychological health and role behaviours: Negative effects and comparisons with other illness groups. Sleep Medicine, 2(5), 437-446. https://doi.org/10.1016/S1389-9457(01)00067-3. 

Coelho, F. M. S. (2014). Narcolepsy--Between the dream and reality. Sleep Science, 7(1), 1. https://doi.org/10.1016%2Fj.slsci.2014.07.019. 

Davidson, R. D., Biddle, K., Nassan, M., Scammell, T. E., & Zhou, E. S. (2022). The impact of narcolepsy on social relationships in young adults. Journal of Clinical Sleep Medicine, 18(12), 2751-2761. https://doi.org/10.5664/jcsm.10212.

Davidson, R., Biddle, K., Scammell, T., Nassan, M., & Zhou, E. (2021). 498 It Makes Relationships Harder: The Role of Narcolepsy in Social and Romantic Relationships in Young Adults. Sleep, 44(Supplement_2), A196--A197. https://doi.org/10.1093/sleep/zsab072.497.

Filardi, M., D'Anselmo, A., Mazzoni, A., Moresco, M., Pizza, F., & Plazzi, G. (2022). The importance of social zeitgeber in paediatric type 1 narcolepsy: What we can learn from the COVID19 restrictions adopted in Italy? Journal of Sleep Research, 31(1), e13423. https://doi.org/10.1111/jsr.13423. 

Franceschini, C., Fante, C., Filardi, M., Folli, M. C., Brazzi, F., Pizza, F., & Plazzi, G. (2020). Can a peer support the process of self-management in narcolepsy? A qualitative narrative analysis of a narcoleptic patient. Frontiers in psychology, 11, 1353. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2020.01353.

Graef, D. M., Byars, K. C., Simakajornboon, N., & Dye, T. J. (2020). Topical review: a biopsychosocial framework for pediatric narcolepsy and idiopathic hypersomnia. Journal of Pediatric Psychology, 45(1), 34-39. https://doi.org/10.1093/jpepsy/jsz085.

Morse, A. M. (2019). Narcolepsy in children and adults: A guide to improved recognition, diagnosis, and management. Medical Sciences, 7(12), 106. https://doi.org/10.3390/medsci7120106 

National Organization for Rare Disorders. (2017). Narcolepsy - symptoms, causes, treatment: Nord. https://rarediseases.org/rare-diseases/narcolepsy/. 

Nemati, Z. (2017). Woman sleeping on bed beside book photo. Unsplash. https://unsplash.com/photos/6sNQftdA3Zs. 

Nishino, S., Ripley, B., Overeem, S., Lammers, G. J., & Mignot, E. (2000). Hypocretin (orexin) deficiency in human narcolepsy. The Lancet, 355(9197), 39-40. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(99)05582-8. 

Nursyifa, F. I., Widianti, E., & Herliani, Y. K. (2020). Gangguan tidur mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran yang mengalami kecanduan game online. Jurnal Keperawatan BSI, 8(1), 32--41. https://ejurnal.ars.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/166/. 

Ong, J. C., Fox, R. S., Brower, R. F., Mazurek, S., & Moore, C. (2021). How does narcolepsy impact health-related quality of life? A mixed-methods study. Behavioral sleep medicine, 19(2), 145-158. https://doi.org/10.1080/15402002.2020.1715411.

Peyron, C., Faraco, J., Rogers, W., Ripley, B., Overeem, S., Charnay, Y., & Mignot, E. (2000). A mutation in a case of early onset narcolepsy and a generalized absence of hypocretin peptides in human narcoleptic brains. Nature medicine, 6(9), 991-997. https://doi.org/10.1038/79690. 

Pieter, H. Z., Janiarti, B., & Saragih, M. (2011). Pengantar psikopatologi untuk keperawatan. Jakarta: Kencana. 

Radian Nyi, S., & Martha Heriniazwi, D. (2015, November 18). Kurang dikenal, pasien narkolepsi di Indonesia tidak "terjamah." DetikHealth. https://health.detik.com/ulasan-khas/d-3074127/kurang-dikenal-pasien-narkolepsi-di-indonesia-tidak-terjamah. 

Scammell, T. E. (2015). Narcolepsy. New England Journal of Medicine, 373(27), 2654--2662. https://doi.org/10.1056/nejmra1500587 

Supriyanto, I. (2022, Maret 31). Epidemiologi narkolepsi. Alomedika. https://www.alomedika.com/penyakit/psikiatri/narkolepsi/epidemiologi.

Xiao, L., Chen, A., Parmar, A., Frankel, L., Toulany, A., Murray, B. J., & Narang, I. (2022). Narcolepsy treatment: Voices of adolescents. Behavioral Sleep Medicine, 20(2), 260-268. https://doi.org/10.1080/15402002.2021.1916496. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Indonesia Sehat Selengkapnya
Lihat Indonesia Sehat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun