Â
"There is a quality even meaner than outright ugliness or disorder, and this meaner quality is the dishonest mask of pretended order, achieved by ignoring or suppressing the real order that is struggling to exist and to be served" --Jane Jacobs
Tidak kompeten, tidak memiliki perencanaan matang, terburu-buru, dan parsial. Bayangkan oleh anda, apabila pengerjaan sesuatu dilakukan oleh orang yang bersifat seperti ini. Bisakah anda mengimajinasikan hasil akhir pengerjaannya? teraturkah? berhasilkah? atau anda justru skeptis dan berpikir It's impossible.
Itulah yang menjadi perlakuan maladministrasi pertama Pemprov DKI, khususnya Gubernur Anies Baswedan dan Wagub Sandiaga Uno. Pelanggaran pertama yang disampaikan Ombudsman DKI Jakarta terkait kebijakan mereka dalam menata Tanah Abang dan Jalan Jatibaru Raya.Â
Menurut Ombudsman, Gubernur Anies dan Dinas UKM serta perdagangan tidak selaras dalam implementasi kebijakan penataan Tanah Abang berdasarkan Pergub DKI Jakarta Nomor 266 Tahun 2016. Tidak selaras dengan Dinas UKM serta perdagangan ini menunjukkan sifat inkompeten Pemprov DKI yang tidak mengetahui dan bersinggungan dengan tugas Dinas UKM serta Perdagangan DKI Jakarta. Selain itu, penataan PKL Tanah Abang belum memiliki rencana induk penataan PKL dan peta jalan PKL Provinsi DKI (Kompas.com).
Penataan PKL Jalan Jatibaru juga belum memiliki rencana induk Penataan PKL dan peta jalan PKL. Pengamat Tata Kota, Nirwono Joga mengatakan bahwa ketiadaan rencana ini membuat penataan kawasan Tanah Abang diajukan secara parsial. Apabila bicara keseluruhan, maka seharusnya ada rekayasa lalu lintas, sirkulasi jalan, cara penyatuan stasiun Tanah Abang dengan pusat perbelanjaan, dan lain-lain. Selain itu, data resmi Dinas Koperasi dan UMKM menyebutkan bahwa PKL yang tertampung di Jalan Jatibaru Raya terdiri atas 435 lapak. Pedagang tersebut berasal dari pedagang pasar Tanah Abang, PKL Blok G, PKL usaha warga, dan PKL dari luar. Akan tetapi, yang mengantongi KTP DKI hanya 170-an pemilik lapak (metrotvnews.com)
Pergub DKI Jakarta Nomor 266 Tahun 2016 telah mengatur mengenai UMKM. Di sana tugas dinas UKM serta Perdagangan adalah untuk memfasilitasi semua UKM, termasuk pedagang yang ada di Blok G Tanah Abang. Tapi masuk akalkah ketika satu pihak diuntungkan, tapi akibat pemberian fasilitas itu, pihak lain dirugikan? Lalu, apabila ingin menata secara jangka panjang, maka seharusnya Gubernur Anies memaparkan rencana induk Penataan PKL ke semua pihak terkait.Â
Apabila setengah-setengah seperti ini, maka pihak stakeholders tidak akan tahu ke arah mana penataan ini dan anggapan tidak memiliki perencanaan matang akan melekat di Gubernur. Penataan ini terkesan terburu-buru untuk memenuhi janji kampanye dalam hal menata PKL. Ditambah lagi, PKL yang ditata, sebagian besar adalah PKL yang tidak memiliki KTP DKI.
Mungkin saja yang dilakukan oleh gubernu Anies sekilas memberikan keberaturan, menghidupkan ekonomi rakyat kecil dengan menata PKL dan memberikan mereka wadah berjualan di jalan. Akan tetapi, ada hal yang lebih kejam daripada ketidakteraturan. Hal tersebut adalah topeng keberaturan, yang didapatkan lewat mengabaikan dan menekan keberaturan hakiki yang terus berjuang untuk bertahan.