Mohon tunggu...
diego fawzi
diego fawzi Mohon Tunggu... -

its all good

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Buah Simalakama DP Nol Rupiah

6 Maret 2018   15:57 Diperbarui: 6 Maret 2018   16:02 1359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rumah DP Rp 0 janji kampanye Anies-Sandiaga. Suatu program yang menggiurkan. Bagaikan laron yang mengelilingi lampu penerangan jalan di malam hari. Semuanya berkumpul, mendekati sumber cahaya tersebut. Tapi apa yang terjadi sesudahnya? yang kita temukan adalah ribuan sayap rontok dan bangkai-bangkai laron yang mati. Apakah hal tersebut juga yang bisa terjadi dengan konsumen rumah DP Rp 0?

Mari kita analisa dari sudut pandang peraturan Bank Indonesia. Bisakah Rumah DP Rp 0 diimplementasikan? Jawabannya tidak bisa dan tidak boleh. BI telah mengatur rasio pendanaan bank terhadap pembiayaan (Loan to Value/ LTV) atau Financing to Value untuk penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Rasio LTV ini berkisar 85%. Artinya, DP yang mesti dibayarkan dalam pembelian properti setidaknya 15% dari harga propeti. Akan tetapi, apabila hal ini terkait kebijakan Pemda maka syarat pembelian properti tersebut tidak diatur menggunakan LTV, dan pelaksanaannya tetap menggunakan prinsip kehati-hatian (Tempo.co).

Atas dasar inilah Anies menjanjikan Rumah DP Rp 0. Nol rupiah ya, bukan nol persen. DP untuk rumah tersebut bukan disubsidi tapi ditalangi menggunakan APBD. Ditalangi berarti apa? sama saja dengan minjam. Uang tersebut nantinya akan dikembalikan lagi ke APBD. Belum lagi konsumen harus mengembalikan cicilan DP, konsumen harus membayar cicilan yang rentang pembayarannya bisa mencapai 30 tahun (Kompas.com).

Terlepas dari program rumah DP 0 Rp, masih ingatkah anda pada krisis ekonomi global yang terjadi tahun 2009? Krisis ini bermula dari kasus kredit macet perumahan yang terjadi di Amerika Serikat (Subprime Mortgage). Jadi, dengan aturan pembiayaan yang lebih longgar untuk pembelian properti, maka banyak warganya yang mengajukan pinjaman ke bank. 

Aturan yang lebih longgar menyebabkan peningkatan Non Performing Loan (NPL). Artinya apa? banyak yang tidak bisa membayar cicilan, yang akhirnya menjadi kredit macet. Kredit macet ini merembet ke perekonomian, kenapa? karena bank tidak memiliki uang untuk memutar perekonomian kembali. Rakyat merugi, bank merugi, perekonomian merugi, terjadilah krisis.

Kembali lagi ke Rumah DP Rp. 0. Pola yang sama bisa saja terjadi karena program ini. Karena kebijakan yang longgar dari Pemprov DKI tidak diiringi acuan regulasi dari BI. BI telah lepas tangan karena regulasi untuk pinjaman diserahkan kembali ke Pemprov. Skenario terburuk adalah banyak NPL, banyak kredit macet, dan yang terjadi adalah? Ya! Krisis ekonomi. 

Bisa saja kita ambil sudut pandang yang optimistis apabila program ini berjalan lancar, tapi dengan masa pemerintahan 5 tahun, Anies memberikan utang cicilan kepada konsumen rumah DP 0 Rp. yang harus dibayarkan mereka hingga 30 tahun. Yakin ga ada kredit macet? Yakin lancar saja hingga 30 tahun? Bisa saja sesuai analogi saya, yang tersisa hanyalah sayap-sayap dan bangkai laron yang tergiur janji Rumah DP Rp. 0.

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun