Mohon tunggu...
Didno
Didno Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger Youtuber

Guru yang suka ngeblog, jejaring sosial, nonton bola, jalan-jalan, hobi dengan gadget dan teknologi. Info lengkap didno76@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Esensi Musik Tarling

14 Oktober 2020   19:04 Diperbarui: 14 Oktober 2020   19:07 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak orang keliru memahami esensi seni tarling. Sebagian menyebutnya lagu-lagu pantura Jawa Barat. Sebagian lagi menyatakan pertunjukan organ tunggal dengan tembang-tembang berbahasa Jawa-Dermayu atau Cerbon yang men-dangdut.

Tidak salah, sih. Tapi, kalau menyebut seni tarling melulu seperti ungkapan yang di atas, ya salah juga.

Lagu-lagu pantura Jabar  (Jawa Barat) atau pertunjukan organ tunggal yang berbahasa Jawa Dermayon atau Cerbonan itu, konon hanya fase kekinian (semenjak dekade 1990-an). Fase-fase pertumbuhan dan perkembangan sebelumnya, konon dimulai sejak dekade akhir 1930-an.

Memang, dekade 1930-an terbilang belum lama untuk ukuran asal-usul sebuah kesenian. Tetapi demikianlah yang terjadi. Karenanya, tarling diklaim sebagai "kesenian asli" wilayah kultural Dermayu-Cerbon. Di wilayah lainnya, tak ada.

Fase pertama sejak akhir dekade 1930-an hingga 1950-an merupakan penemuan, kemunculan, dan pertumbuhan seni tarling. Alat musik utamanya gitar (produk Eropa), tetapi bunyi yang keluar adalah laras gamelan. 

Bunyi itulah yang mengiringi tembang-tembang klasik daerah yang tanpa teks, tetapi memiliki kerangka lagu yang pasti. Antara lain bernama tembang 'kiser'.

Fase itu seperti ada 'migrasi bunyi dari gamelan ke gitar-suling'.

Lagu-lagu yang muncul semacam balada atau elegi. Lirik yang ditembangkan seperti bercerita, seperti sedang mengeluh, seperti sedang merintih, ataupun guyonan disertai unsur sastra purwakanti, pribasa, parikan, dan wangsalan, dan tentu saja tanpa teks.

Saat itu kesenian tersebut belum bernama.  Dari tembang-tembang kemudian mulai diimbuhi dengan pertunjukan drama, termasuk drama humor dengan tema lakon tentang keluarga. Mulailah ada yang menamakan tarling (dari alat musik itar-suling). Ada pula yang menyebut seni melodi.

Pada dekade 1960-an mulailah ada lagu yang berteks. Tempo lagunya pun agak cepat, yang dikenal sebagai 'kiser gancang' Konon, ini adalah fase kedua perkembangan tarling. Tentu saja lagu klasik dan drama tetap ada.

Pertunjukan malam pun seperti ada skenarionya, yakni sekitar pukul 20.00-21.00 lagu klasik dan kiser gancang. Pukul 21.00-22.00 drama humor. Pukul 22.00-22.30 sambutan tuan rumah dan temohan. Pukul 22.30-03.30 drama semalam-suntuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun