Mohon tunggu...
didit budi ernanto
didit budi ernanto Mohon Tunggu... Freelancer - menulis kala membutuhkan

(ex) jurnalispreneur...(ex) kolumnispreneur....warungpreneur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Resolusi Antikorupsi

15 Desember 2019   09:11 Diperbarui: 15 Desember 2019   09:17 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Apa resolusi anda di tahun 2020? Pertanyaan menggelitik itu selalu muncul setiap kali memasuki penghujung tahun. Apa itu resolusi? Jika mengutip Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) resolusi adalah putusan atau kebulatan pendapat atau tuntutan yang ditetapkan oleh rapat, pernyataan tertulis yang biasanya berisi tuntutan tentang suatu hal.

Istilah resolusi yang selalu populer di penghujung tahun tidak perlu didefinisikan secara baku sesuai KBBI. Cukup dimaknai  sebagai sebuah  mimpi,  target, cita-cita atau harapan yang ingin direalisasikan oleh masing-masing individu.

Memasuki penghujung tahun 2019 ini, macam-macam resolusi sudah dicanangkan. Ada yang meresolusikan diri mulai dari yang mentargetkan supaya tidak jomblo lagi, bahkan menikah, kemudian  memiliki pekerjaan yang mapan, gaji besar, rumah, maupun mobil.  Intinya, resolusi merupakan  pemacu semangat agar  memperoleh kehidupan yang lebih baik di  tahun 2020.

Resolusi hanya bisa diwujudkan dengan upaya dan kerja keras. Resolusi punya pasangan hidup tidak akan terwujud bila hanya berpangku tangan sekadar menanti datangnya calon pasangan. Tidak mungkin merealisasikan mimpi hidup kaya serba mapan dengan sekadar berleha-leha, kecuali bila kita memang telah berasal dari keturunan orang kaya.

Senyampang isu-isu  korupsi menyeruak di penghujung tahun 2019, adakah yang memiliki resolusi antikorupsi? Resolusi antimainstream sebagai bentuk komitmen peran serta setiap individu di negeri ini  dalam upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Pentingnya resolusi  antikorupsi ini selalu dicanangkan di penghujung tahun. Kebetulan pula di bulan Desember selalu ada peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia di 9 Desember. Resolusi antikorupsi perlu ada supaya kegiatan Hari Anti Korupsi tak hanya sebatas seremonial belaka.

Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia, selama ini, memang masih sebatas seremonial belaka. Buktinya, meski selalu diingatkan melalui kegiatan Hari Anti Korupsi, tindak pidana korupsi tetap  menjadi bahaya laten bagi bangsa Indonesia.  

Gurita kejahatan korupsi masih terus melilit kehidupan masyarakat di Indonesia. Virus korupsi tetap menjangkiti banyak orang mulai dari pejabat yang memiliki kekuasaan di eksekutif, legislatif bahkan yudikatif. Kejahatan korupsi yang  bertransformasi dalam beragam modus, tak luput dilakukan oleh kalangan pebisnis macam direktur BUMN, direktur perusahaan swasta maupun pengusaha.

Selama ini, korupsi selalu diidentikkan dengan uang. Korupsi merupakan kejahatan penyelewengan, penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi.

Padahal perilaku korup tidak selalu berkaitan dengan kerugian materi yang nilainya fantastis. Korupsi bukan hanya bisa dilakukan oleh pejabat, para bos maupun mereka yang memiliki kekuasaan dan berada di lingkaran kekuasaan.

Perilaku korup bisa dilakukan oleh siapa saja. Termasuk rakyat jelata yang tak bergelimang kekuasaan yang kesehariannya jauh dari pinggir lingkaran kekuasaan. Perilaku korup yang lahir dari hal-hal yang dianggap sepele.

Contohnya menggunakan jam kerja untuk kepentingan yang berkaitan dengan pekerjaan. Atau dengan sengaja memolorkan waktu istirahat kerja dan  perilaku tidak tepat waktu alias ngaret. 

Lainnya adalah perilaku menggunakan fasilitas kerja untuk kepentingan personal. Jangankan fasilitas negara, terkadang kita tanpa merasa bersalah menggunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi.  Mobil inventaris kantor dipakai untuk ke mal. Telepon dengan fasilitas pulsa diisi kantor dipergunakan berkomunikasi bukan untuk kepentingan pekerjaan.

Atau, internet dengan jatah kuota dari kantor dipakai update status dan bersilancar di sosial media pribadi. Main game di komputer yang ada di kantor, disadari atau tidak hal itu juga bisa dikatagorikan sebagai bentuk perbuatan korup dengan menyalahgunakan fasilitas kantor.

Serta, memanfaatkan fasilitas umum di ruang publik bukan untuk peruntukkannya. Contoh yang bisa dilihat kasat mata adalah penyalahgunaan trotoar. Pedestrian yang seharusnya jadi hak pejalan kaki, diambil alih untuk parkir maupun berjualan.

Perilaku-perilaku  koruptif yang lantas terjanjur  menjadi habit  masyarakat. Akibatnya perilaku korup itu disikapi secara permisif.  Memang tidak ada kerugian materi ratusan juta hingga miliaran rupiah yang selalu diidentikkan sebagai bentuk kerugian kejahatan korupsi.

Tetapi, tetap saja ada pihak-pihak yang dirugikan.  Kerja menjadi tidak produktif sehingga berpengaruh terhadap kinerja perusahaan tempat bekerja. Pejalan kaki tak bisa leluasa memperoleh haknya pada trotoar.

Entah disadari atau tidak disadari, hal-hal remeh temeh itu pernah kita lakukan.  Hal-hal kecil yang bilamana dilakukan secara masif memicu lahirnya budaya korupsi.

Oleh karenanya,  hendaknya upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan korupsi bisa dimulai dari diri kita terlebih dahulu. Mulai berkomitmen dan mengimplementasikan untuk tidak melakukan perilaku korup dari hal-hal yang dianggap sepele.

Memang bukan hal gampang. Terlebih lagi  dilakukan di tengah sistem yang terlanjur dicengkeram perilaku korup. Tidak mau menyuap maupun menyogok merupakan perilaku yang dianggap tidak wajar di tengah sistem yang terlanjur menganggap suap dan sogok menyogok sebagai hal lumrah.

Tidak gampang berperilaku jujur dalam sistem yang penuh ketidakjujuran. Sulit  bersikukuh  tidak menggunakan fasilitas kantor, fasilitas umum  untuk kepentingan sendiri di tengah sikap masyarakat yang menganggap hal itu sebagai perilaku yang sudah biasa.

Perilaku seperti itu, memang ibarat menentang derasnya arus. Konsekuensinya label sok bersih, sok suci, bahkan mungkin dikucilkan dari pergaulan harus dihadapi.

Tetapi, mencegah perilaku korup yang dimulai dari diri sendiri dan dari hal-hal kecil tetap memiliki arti penting. Sebagai bentuk partisipasi aktif dari masyarakat dalam pencegahan korupsi.  Bukankah mencegah korupsi itu lebih baik ketimbang memberantas korupsi  dengan upaya penangkapan koruptor? Sebab berperilaku tidak  korup sama artinya mencegah lahirnya para koruptor yang merugikan bangsa ini.

Presiden Joko Widodo  saat berada di Merauke Papua 30 Desember 2015 lalu menandatangani resolusi yang termaktub dalam 7 Impian Indonesia 2015-2085. Salah satu resolusi yang  disimpan dalam sebuah kapsul yang baru dibuka di tahun 2085 adalah mewujudkan masyarakat dan aparatur pemerintah yang bebas dari perilaku korupsi.

Mimpi Presiden Joko Widodo yang juga merupakan mimpi seluruh masyarakat Indonesia. Mimpi yang sebenarnya, tidak perlu waktu hingga tahun 2085 untuk mewujudkannya. Selama  resolusi antikorupsi itu  diimplementasikan dalam perilaku sehari-hari, sehingga Indonesia bebas dari perilaku korupsi  lebih cepat terealisasi.

Seluruh masyarakat di Indonesia pasti mendambakan terwujudnya Indonesia sebagai negara yang bebas dari perilaku korupsi. Seluruh masyarakat tentunya menghendaki bangsa ini tidak lagi terlilit dalam gurita kejahatan korupsi. Bebas  dari kejahatan korupsi yang berarti dapat membawa  bangsa ini mewujudkan cita-cita lainnya yakni hidup sejahtera, adil dan makmur.

Jadi, mari kita sama-sama  canangkan Resolusi AntiKorupsi di penghujung tahun 2019 ini.*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun