Di pinggir hutan, seorang petani menanam banyak sekali mentimun. Mentimun-mentimun itu tumbuh subur, hijau, dan ranum. Melihat itu, kancil menelan ludah.
"Hmm... segarnya mentimun itu! Kalau aku bisa makan, pasti perutku kenyang sekali," pikirnya.
Malam hari, ketika petani tertidur, kancil masuk ke kebun. Ia melompat, mengendap-endap, lalu menggigit mentimun yang segar.
"Wah, manis sekali! Besok aku datang lagi!" serunya sambil berlari pulang.
Namun, lama-kelamaan petani curiga. Setiap pagi, banyak mentimun hilang.
"Siapa pencuri ini? Besok akan aku pasang perangkap," kata petani kesal.
Keesokan malamnya, kancil datang lagi. Ia tidak tahu bahwa di kebun sudah dipasang orang-orangan sawah yang dilumuri getah lengket.
"Wah, ada orang di kebun ini? Hihihi, aku tidak takut!" kata kancil. Ia menghampiri orang-orangan itu dan menyapanya,
"Hai, siapa kau? Kenapa diam saja? Kau marah padaku ya?"
Orang-orangan itu tentu saja tidak menjawab. Kancil makin kesal.
"Kalau kau diam, akan kupukul kau!" teriaknya.
Kancil menendang orang-orangan itu. Tetapi kakinya malah terjebak di getah lengket! Ia mencoba melepaskan dengan tangan depan, lalu tangan belakang, tetapi semuanya ikut lengket. Akhirnya tubuh kancil menempel dan tidak bisa lepas.
Pagi harinya, petani datang dan tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha! Ternyata kau pencurinya, kancil licik! Sekarang kau tidak bisa lari lagi!"
Kancil bergetar ketakutan. Tapi ia cepat berpikir. Dengan suara lirih ia berkata,
"Pak Petani, jangan hukum aku. Lebih baik lemparkan saja aku ke sungai. Aku tidak tahan air, aku akan mati tenggelam..."
Petani berpikir, "Oh, begitu? Kalau kubuang ke sungai, dia akan mati. Bagus!"
Tanpa ragu, petani melemparkan kancil ke sungai.
Begitu masuk air, kancil justru berenang dengan lincah sambil tertawa.
"Hahaha! Terima kasih, Pak Petani! Air adalah sahabatku! Lain kali jangan mudah ditipu!"