Mohon tunggu...
didik Pudjosentono
didik Pudjosentono Mohon Tunggu... Jurnalis - saya adalah sekian dari beberapa Penulis yang tercecer di gramatika media di negara ini , saya Lulusan Filsafat IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta TH 1996 , dan menganggur , tidak dapat pekerjaan sejak lulus Kuliah hingga sekarang, karena buruknya birokrasi dan banyaknya persaingan tidak sehat untuk bekerja apapun di Negeri beganjing ini
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Capricornus

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Surat kepada Anak-anakku (4)

23 Februari 2020   19:17 Diperbarui: 23 Februari 2020   19:18 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau kau saksikan Orang -Orang gila dijalanan..jangan menghina ya nak..begitulah sekarrang keadaan ayahmu....sudah compangcamping seperti mereka....ayah katakan pasrahlan..jangan kau lihat kalau kau malu ..tetap[i berilah perhatian dan amal kepada mereka kalau kau berkenan ..semua semu  semua hanya sandiwara saja ..sementara  nggak selamanya ..cobalah bercermin anakku  jangan melihat mata Oarang lain..

tatap kedalam mata ayah..apakah ayah masih kau anggap gila dimatamu ..ketika arak-arakan meninggalkan ayah ditengah malam yang sunyi..ketika   dada bidang ayah di tebah clurit duratmaka  penculik Ibumu ditengah malam..dan malam malam sunyi dan dingin kulalui 20 tahun ini tanpa ada ibumu disampoingku ..saat gairah itu meluap aku hanya mengerang dan  berontak kepada alam   semuanya Milikku namun apa lah dayaku..

mereka merampas dan merampok segalanya ..malam itu kau saksikan sendiri arak-arakan telah membawa kbur ibumu dan kau adalah saksi hidup , diaman Ibumu disembunyikan , ada makasud apa mereka menyembuynyikannya  kdanga-kadang pemberian orang tak seberap.. tetapi telah membutakan ibumu untuk membela mati mereka  ..berat hatiku mempertahankanmu saat itu..sata arak arakan itu melangkahi mayatku dan menggeroghoti jantung dan hati ... dan membawaku kembali ke keranjang sampah ... 

Ya ayah sekarang ahanyalah seonggok sampah basah yang dibuang seperti isah isahan saja. mereka jijik melihat ayah  ..jika kau lihat akju lihat sajalah kalu kalian malu mempunyai ayak seperti ini yang miskin dan ikumal dekil jalanan ..samapi saat ini ayah hanya berharap suatu saat kau bisa menumpai ayah dalam keadaan yang sangat parrah sehingga Tuhana ambil nyawaku ...ayah tak lebih dari gelandangan yang miskin sedangkan ibumu bergelimang emas berlian dan diranjang ranjang empuk pejabat dan berganti  pasangan Senggama  untuk pecandu hasil..

mungkin tak guna lagi ayah bagi Dunai hjetset dan galour yang dijalani Ibumu yang lagi mabuk kepayang dengan laki-lakinya yangbaru lagi ..biar petualangan panjang dijalaninya sedangkan aku jalani hiduplagi sendrii , sedangka kalian ikut kakekmu agar dididik menjadi anak yang bermartabat, berguan dan  baik-baik..seperti kebanyakan anak-anak yang sehat...( surat ke -2)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun