Mohon tunggu...
Usman Didi Khamdani
Usman Didi Khamdani Mohon Tunggu... Programmer - Menulislah dengan benar. Namun jika tulisan kita adalah hoaks belaka, lebih baik jangan menulis

Kompasianer Brebes | KBC-43

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Merunut Akar Ketegangan dan Kekacauan (Sosial) di Internet

4 September 2021   09:24 Diperbarui: 5 September 2021   01:35 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Internet dan terutama media sosial di dalamnya, menjadikan konten privat dan konten publik tidak lagi memiliki batasan. Tak ada lagi batas privasi dalam berinternet.

Perkembangan internet dewasa ini, yang demikian pesatnya, tidak hanya membawa dampak positif, namun juga negatif. Misalnya dalam hal komunikasi. 

Selain lebih memudahkan kita untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain, internet juga mempunyai potensi untuk menghadirkan kekacauan, keretakan bahkan hancurnya sebuah hubungan atau komunitas, dari skala kecil seperti hubungan keluarga dan pertemanan, hingga skala besar seperti masyarakat dan umat beragama.

Menciutnya ruang komunikasi sejak hadirnya media-media sosial, menambah kuatnya potensi tersebut. Jika sebelum merebaknya media-media sosial, atau sebelum dikenalnya internet secara luas, sebuah informasi atau berita dapat sangat lambat penyebarannya. 

Bahkan sebuah berita dapat saja dihentikan sebelum tersebar atau diputuskan rantai penyebarannya, namun kini, bahkan sebuah kejadian yang ada di bagian negara antah-berantah yang tidak pernah kita tahu keberadaannya, dapat langsung kita ketahui saat itu pula.

Internet dan terutama media sosial di dalamnya, pun menjadikan konten privat dan konten publik tidak lagi memiliki batasan. Tak ada lagi batas privasi. Apa yang diunggah ke internet, meski itu sebenarnya konten privat, sebenarnya telah berubah menjadi konten publik, dalam arti siapapun dapat saja mengaksesnya.

Inilah titik persoalannya.

Salah satu persoalan yang cukup mengemuka, dari hilangnya batas privasi di internet, di negeri ini, adalah tentang kerukunan antar umat beragama yang dipicu dengan muncul dan viralnya berbagai konten agama yang saling bergesekan. Persoalan yang sebenarnya bisa dihindari.

Privat vs Publik

Konten privat merupakan konten yang semestinya hanya dibagikan dan atau dapat diakses secara terbatas dalam sebuah ruang privat. Sementara konten publik adalah konten yang tidak mempunyai batasan privasi atau dapat diakses oleh siapapun di ruang manapun.

Namun, seringkali, entah disengaja ataupun tidak, apa yang semestinya menjadi konten privat, kemudian tiba-tiba muncul dan viral di internet. Mau tidak mau, internet merupakan sebuah ruang publik.

Dalam hal beragama, misalnya, sudah menjadi rahasia umum bahwa masing-masing agama mengklaim dirinya sebagai agama yang paling benar. Namun demikian, masing-masing agama pun tidak mengajarkan umatnya untuk bertikai dengan umat agama lain. Ada batas-batas di mana sesuatu menjadi persoalan internal agamanya saja, atau menjadi persoalan umum (universal) yang dapat dilakukan atau perlu diselesaikan secara bersama-sama dengan umat agama lain.

Persoalan internal misalnya menyangkut keimanan dan peribadatan. Shalat tentu menjadi hal internal dan privat bagi agama atau umat Islam. Sementara misa pun menjadi hal privat dan internal bagi agama atau umat Kristen. Tidak mungkin umat Kristen diajak serta berjamaah shalat di masjid, dan sebaliknya.

Adapun hal umum atau persoalan universal misalnya perdagangan, kesehatan atau hal-hal yang menyangkut kemanusiaan dan kepentingan bersama seperti penanggulangan kemiskinan, bencana alam dan sebagainya.

Sebagai hal yang privat, ceramah para pemuka agama--apapun, saya rasa, pun sebenarnya sah-sah saja, ketika kemudian misalnya menyebut umat agama lain adalah sesat, menyebut umat agama lain sebagai kafir. Tentunya jika ceramah tersebut pun disampaikan di dalam tempat ibadah atau dalam sebuah pertemuan atau ruang keagamaan yang hanya diperuntukkan untuk umatnya saja. 

Yang menjadi persoalan kemudian adalah, jika ceramah tersebut disampaikan atau disebarkan kepada umat agama lain atau disiarkan di ruang publik yang dapat diakses oleh umat manapun. Sengaja ataupun tidak, tentu hal itu dapat mengoyak kerukunan dan memicu ketegangan bahkan pertikaian antar umat beragama.

Batas Ruang vs Kebebasan Berinternet

Tidak ada batasan atas apa yang akan kita lakukan. Selagi perangkat dan aksesnya tersedia. Tidak ada hukum yang dapat mencegah terjadinya kekacauan di internet.

Kebebasan yang dimaksud di sini berkaitan dengan kebebasan (secara teknis) dalam berinternet. Bahwa dalam berinternet kita bebas atau bisa melakukan apa saja. Kapan dan di manapun. Kita mau live menayangkan adegan kekerasan pun bisa. Kita mau memaki-maki tuhan atau umat agama lain pun bisa. Kita mau menghujat penguasa pun bisa.

Tidak ada batasan atas apa yang akan kita lakukan. Selagi perangkat dan aksesnya tersedia. Tidak ada hukum yang dapat mencegah terjadinya kekacauan di internet. Hukum hanya dapat diterapkan pasca kejadian. Satu-satunya yang dapat mencegah, adalah hati nurani kita sendiri.

Kasus kebocoran data, peretasan sistem, viralnya hoax dan konten yang tidak semestinya, perundungan di sosial media, hadirnya para influencer dan buzzer jahat (karena ada juga influencer dan buzzer baik), dan lain sebagainya, adalah contoh negatif dari bebasnya kita berinternet.

Pendidikan

Ketika satu-satunya hal yang dapat mencegah terjadinya kekacauan di internet adalah hati nurani para pelaku kegiatan berinternet, maka pendidikan memegang perananan yang sangat penting. Baik pendidikan secara formal di sekolah, dan juga pendidikan dalam keluarga dan masyarakat secara umum. 

Pemerintah hendaknya sudah mulai lebih intensif memasukan internet ke dalam kurikulum pendidikan, bahkan dari pendidikan dasar. Terutama yang menyangkut etika dan tanggung jawab. Karena sebagaimana yang terjadi, dengan adanya pandemi, dengan adanya sistem pembelajaran daring, membuat para siswa menjadi (lebih) akrab dengan internet.

Seringkali kita menyaksikan pula berita-berita yang berisi kejahatan berinternet yang tidak hanya dilakukan oleh mereka yang sudah dewasa namun juga para remaja, misalnya ini, ini dan ini.

Semoga kita dapat menjadi lebih bijak dan sehat dalam berinternet, dan dapat mengajak dan mengarahkan juga anak-anak dan keluarga kita. 

Karena jika masing-masing orang dapat membawa diri dan keluarganya untuk berinternet dengan hati-hati dan bertangungjawab, tentu kenyamanan berinternet dapat kita rasakan bersama dan internet dapat menjadi berkah (bukan musibah) bagi kehidupan kita, baik kehidupan pribadi maupun terutama kehidupan sosial kita bersama.

Salam!

Simak juga tulisan-tulisan KBC-43 lainnya:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun