Mohon tunggu...
Usman Didi Khamdani
Usman Didi Khamdani Mohon Tunggu... Programmer - Menulislah dengan benar. Namun jika tulisan kita adalah hoaks belaka, lebih baik jangan menulis

Kompasianer Brebes | KBC-43

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pembunuhan di Rue Morgue (Bag. 4)

18 Maret 2020   00:00 Diperbarui: 19 Maret 2020   07:34 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

            “Toh aku tidak berhenti mencari jawaban, sebab aku tahu apa yang tidak nampak mungkin mesti dibuktikan menjadi mungkin. Para pembunuh itu—atau mungkin akan kukatakan, pembunuh itu, sebab aku hampir yakin hanya ada seorang—pembunuh itu kabur melalui salah satu jendela ini. Dengan ini aku merasa yakin. Setelah pembunuh itu meninggalkan kamar tidur dia dapat menutup jendela dari luar; tapi dia tidak dapat menguncinya lagi dari dalam. Siapapun masih dapat melihat paku-paku yang mengunci rapat jendela-jendela itu. Inilah fakta yang menghentikan polisi. Bagaimana pembunuh itu dapat menancapkan paku itu kembali ke tempatnya?”

            “Mungkin—mungkin jika kau mencabut paku itu ....”

            “Ya! Itulah persis yang aku pikir. Dua hal nampak jelas: pertama, mesti ada sesuatu yang salah dalam anggapan paku-paku itu yang mengunci jendela. Aku tidak tahu apa yang salah. Ada. Kedua, jika iya bukan paku-paku itu yang mengunci jendela, maka sesuatu lain menguncinya, sesuatu yang sulit dilihat, sesuatu yang tersembunyi.

            “Aku menuju kembali ke jendela pertama. Dengan susah payah aku cabut pakunya. Lalu aku kembali berusaha mengangkat jendela. Ia masih tertutup rapat. Ini tidak mengejutkanku. Mesti ada kunci tersembunyi, aku pikir, di bagian dalam jendela. Aku meraba dengan seksama jendela itu. Sungguh, aku menemukan sebuah botol yang saat kutekan, membuka sebuah kunci di dalam. Dengan hampir tanpa kesusahan aku angkat jendela itu.

            “Sekarang aku tahu pembunuh itu dapat menutup jendela itu dari luar dan jendela itu akan mengunci sendiri. Tapi masih ada pakunya. Dengan hati-hati, aku tancapkan kembali paku itu ke dalam lubang di mana aku telah mencabutnya. Lalu aku tekan tombolnya dan berusaha mengangkat jendela. Aku tidak berhasil. Paku itu juga mengunci jendelanya!”

            “Maka … maka pembunuh itu tidak dapat mungkin keluar jendela.”

            Dia tidak dapat keluar melalui jendela itu. Karenanya, dia mesti kabur melalui jendela satunya. Jendela satunya juga terkunci oleh paku. Tapi aku tahu aku mesti benar. Meski tidak ada orang lain yang memperhatikan jendela di belakang ranjang, aku mehampirinya dan berusaha melihat apakah kedua jendela itu keadaanya berbeda. 

Paku pada jendela kedua terlihat sama seperti yang satunya yang baru saja aku lihat. Aku geser ranjang hingga aku dapat melihat lebih jelas. Ya. Ada tombol di sini, juga. Aku sangat yakin aku benar bahwa tanpa menyentuh pakunya aku tekan tombol itu dan berusaha mengangkat jendela. Terbuka!

            Saat jendela terbuka terangkat olehnya bagian atas paku. Saat aku tutup jendela bagian atas paku kembali ke tempatnya. Nampak persis seperti terlihat sebelumnya. Aku genggam bagian atas paku itu dan mudah menariknya dari jendela. Aku lihat bagian atas paku itu nampak patah. Tapi saat aku letakkan bagian atas paku itu kembali ke tempatnya, paku kembali nampak utuh.

            Apa yang nampak tidak mungkin kita telah buktikan menjadi mungkin. Pembunuh itu sungguh kabur melalui jendela itu. Aku dapat melihat sekarang, dalam anganku, apa yang telah terjadi.

            “Saat itu adalah malam musim panas yang gerah. Saat pembunuh itu pertama kali sampai dia mendapati jendela terbuka, terbuka membiarkan udara-udara segar masuk. Melalui jendela yang terbuka itu pembunuh masuk dan keluar kembali. Saat  keluar dia tutup jendela, mungkin dengan sengaja, mungkin dengan kebetulan. Kunci khusus di bagian dalam jendela mengunci rapat jendela. Pakunya hanya sebagai kunci semu. Dan itulah yang mungkin menjadi terlihat tidak mungkin.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun