Mohon tunggu...
Didi Eko Ristanto
Didi Eko Ristanto Mohon Tunggu...

Hamba Allah Subhanahu wa ta'ala

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

FPI, Bubarkan atau Tidak?

13 November 2014   19:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:53 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adanya FPI antara menggembirakan dan tidak menggembirakan. Antara perlu dan tidak perlu. Antara menenangkan dan tidak menenangkan. Adanya FPI membuat kubu ahli maksiat menjadi gerah. Ulah sweeping FPI bikin para pebisnis hiburan malam ketar-ketir. Minuman keras sangat dimusuhi, perzinaan ditolak dan segala kemunkaran tidak bisa bernafas lega. FPI muncul karena aparat kepolisian amat lemah kepada kemaksiatan. Padahal umat muslim merindukan tempat mereka tinggal bersih dari dosa dan kemaksiatan.

Adanya FPI meresahkan dikarenakan caranya berdakwah dan beramar ma’ruf nahi munkar berbeda daripada ormas lainnya seperti Muhammadiyah, NU, Persis yang biasanya lebih menekankan pada pembinaan pendidikan dan sosial. FPI lebih suka menggunakan kekerasan sebagai bahasanya. Sehingga mereka kerap berurusan dengan aparat kepolisian.

Plt. Gubernur DKI Jakarta Ahok telah mengajukan usulan agar FPI dibubarkan saja. Menteri Dalam Negeri juga memberikan sinyal akan memuluskan langkah pembubaran FPI. Negeri yang menjunjung tinggi demokrasi ini akan melakukan sesuatu yang sebenarnya tabu dalam ranah demokrasi, yaitu membubarkan sebuah ormas. Bagaimanapun juga FPI adalah sebuah aspirasi dari masyarakat muslim yang merasa gerah dengan menjamurnya kemaksiatan. Aparat kepolisian yang diharapkan memberantas juga tidak punya nyali dan tidak sesuai dengan harapan. Bisa jadi nama FPI akan dihapus hari ini, tetapi besoknya akan muncul atau lahir gerakan baru yang sejiwa dengan FPI tetapi dengan nama lain. Karena pembubaran ormas bukanlah solusi.

Apakah tidak ada langkah lain selain pembubaran dan pembungkaman FPI? Bukankah dengan memproses secara hukum tiap detail kasus mereka sudah cukup untuk menjadi pembelajaran hukum? Apa tidak bisa meminta pimpinan Muhammadiyah, NU atau menteri Agama, MUI atau apa saja untuk menasehati FPI agar cara dakwahnya jangan asal keras dan beringas? FPI memang melakukan kekerasan. Tapi membubarkan juga merupakan kekerasan dalam bentuk lain. Jadi teringat masa orde baru yang menggunakan tangan besinya untuk membungkam siapa pun yang berseberangan.

Saya berharap FPI tetap dengan keberaniannya dalam menolak kemungkaran tetapi agar menjauhi anarkis dan berbagai macam kekerasan. Karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mencontohkan cara-cara yang bijaksana dalam memberantas kemaksiatan. Memaksakan kehendak dengan kekerasan bukannya membuat para pecandu maksiat bertaubat malahan mereka akan semakin anti kepada ajaran Islam. Bukankah Nabi SAW juga telah memberi nasehat agar dalam berdakwah itu memberi kemudahan jangan mempersulit, menggembirakan bukan membuat lari. Saya khawatir, niat baik tema-teman FPI untuk membela Islam justru akan membuat orang-orang lari dari Islam.

Saya sebagai masyarakat Indonesia yang beragama Islam juga menganjurkan kepada Polri agar tidak hanya mempelajari hukum negeri kita saja. Tetapi juga mempelajari hukum Islam yang bersumber dari Qur’an dan Hadits agar bisa memahami psikologi kaum Muslimin yang sangat mendambakan RI menjadi baldatun toyyibatun wa rabbun ghafur. Negeri yang aman, selamat, sejahtera, taat pada Tuhan dan mendapat ampunan Tuhan. Lalu kemudian bersikap tegas kepada pihak-pihak yang dengan enaknya merusak generasi bangsa ini dengan narkoba, zina, homo, pencurian, korupsi dan berbagai dosa besar lainnya. Kita tunggu itu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun