Mohon tunggu...
Dicky CahyaGobel
Dicky CahyaGobel Mohon Tunggu... Buruh - Orang biasa

Mencari tahu dalam ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

PMII 61 Tahun: Paradigma dalam Tradisi Gerakan

18 April 2021   21:05 Diperbarui: 21 April 2021   12:41 10798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri-Pelatihan Aksi

Untuk yang kesekian kalinya, saya ingin menghadiahi HUT PMII kali ini dengan catatan refleksi. Terbilang bukan barang yang spesial, akan tetapi, seolah sudah menjadi satu keharusan bagi saya untuk bisa turut serta dalam kemeriahan ini dengan sebuah catatan kecil dari hasil pengamatan dari sudut wilayah urban.

PMII, organisasi mahasiswa yang punya latar belakang keislaman yang berlandaskan pemahaman Ahlul Sunnah wal jama'ah An-Nahdilliyah (NU) yang sudah berusia lebih dari setengah abad ini, masih tetap eksis dalam menjaga tradisi---baik kultur pemikiran hingga tindakan---dan cita-citanya untuk kemajuan peradaban bangsa dan negara.

Di usianya yang tidak lagi mudah, saya pun pernah merefleksikan dan dituangkan dalam tulisan sebelumnya tentang PMII, khusunya bagaimana menjadi kader PMII, serta rangkaian problematika yang harus dihadapi oleh kader-kader PMII hari ini dan kedepannya. 

Di beberapa catatan saya sebelumnya, saya menyadari betul akan kekurangan yang ada di dalam tulisan-tulisan itu. Misalnya: tidak spesifiknya masalah yang saya tuangkan, serta tidak adanya solusi yang saya cantumkan. Lebih kepada kritikan terhadap PMII tanpa ada problem solving.

Berangkat dari situ, di peringatan ke 61 tahun PMII ini, saya pun ingin lebih memfokuskan pada wilayah gerak PMII dalam basis kerakyatan. Contoh, bagaimana PMII melihat problematika masyarakat urban lewat kerangka paradigma yang ada? Dan seperti apa dampak yang akan di terima PMII bila berada di tengah-tengah masyarakat kota yang dengan segala permasalahannya, begitupun sebaliknya. 

Pertanyaan-pertanyaan inilah yang beberapa waktu terakhir mengganggu pikiran saya. Dan menyadari akan asal muasal kelahiran ideologis yang saya alami di salah satu perkotaan yang ada di provinsi Sulawesi Utara, tepatnya di Kota Kotamobagu, maka saya ingin lebih mengarahkannya ke konteks tersebut.

Masyarakat kota dan problematikanya

Masyarakat kota atau sering disebut juga urban community. Masyarakat kota merupakan satu kelompok masyarakat yang bermukim di sebuah wilayah dengan segala tingkat kecanggihan teknologi-komunikasi,sampai budaya, yang sangat berbeda jauh dengan masyarakat desa.

Membicarakan problematika masyarakat kota memang tidaklah sedikit. Akan tetapi, kejelasan akan adanya berbagai macam permasalahan yang di alami masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan akan selalu terjadi adanya. Mulai dari potret kemiskinan yang tinggi, masalah kemacetan, angka pengangguran yang selalu naik, kriminalitas, dan berbagai masalah kemanusiaan serta lingkungan yang seolah-olah sudah menjadi citra yang selalu melekat di wilayah yang di sebut kota itu.

Berbagai problematika tersebut sudah pasti bukan tanpa sebab. Semua hal yang menimbulkan permasalahan di perkotaan punya latarnya masing-masing. Yang pada gilirannya, akan membentuk sebuah hegemoni, monopoli bahkan yang sering kita sebut ketidakadilan.

Perkotaan dalam paradigma PMII

Sejauh yang saya pahami tentang apa itu ber-PMII, maka dengan sadar---dengan segala dogmatisasi ideologisnya---jawabannya adalah rakyat. Rakyat atau gerakan kerakyatan mungkin sudah tidak asing di telinga kita selaku orang-orang Nusantara. Gerakan kerakyatan merupakan bentuk emansipasi terhadap kekuatan kolonialisme/imperialisme yang dilakukan kepada masyarakat Nusantara.

Dalam pengertian PMII, gerakan kerakyatan ialah membangun satu tatanan sosial masyarakat yang berkeadilan tanpa adanya penindas dan yang ditindas. Selama relasi sosial masyarakat masih dalam cekraman ketidakadilan, maka PMII akan selalu berupaya untuk berada di garis perjuangan rakyat atau gerakan kerakyatan.

Ber-PMII mungkin tidaklah semudah yang dibayangkan. Bila mengacu apa tujuan dilahirkannya PMII, maka esensialitas PMII selalu berada di basis perjuangan rakyat. Menjadi kader PMII berarti memahami segala hal terkait dengan aspek ke-PMII-an : sejarah gerakan, nilai dasar, cara pandang atau paradigma hingga tujuan besar yang menjadi cita-cita PMII.

Paradigma gerakan PMII merupakan suatu cara pandang yang digunakan oleh setiap anggota maupun kader PMII dalam berdiaspora dengan realita sosial masyarakat dan peradabannya. Dalam sejarahnya, Paradigma PMII pertama kali digunakan adalah Paradigma Arus Balik Masyarakat Pinggiran (PABMP) di masa kepemimpinan Ketua Umum PB sahabat Muhaimin Iskandar tahun 1997. PABMP menjadi awal tonggak cara pandang PMII yang kemudian disusul Paradigma Kritis Transformatif dan Paradigma Menggiring Arus Berbasis Realita.

Dalam pengertiannya yang paling umum, paradigma ialah cara pandang yang mendasar dari seseorang ataupun kelompok. Paradigma berfungsi untuk memberikan inspirasi, imajinasi terhadap apa yang harus dilakukan. 

Di PMII, Paradigma merupakan suatu yang vital bagi pergerakan organisasi, karena paradigma merupakan titik pijak dalam membangun konstruksi pemikiran dan cara memandang sebuah persoalan yang akan termanifestasikan dalam sikap dan perilaku organisasi (Nur Sayyid Santoso Kristeva, M.A).

Dalam sebuah catatan yang bertajuk "Operasionalisasi Paradigma Kritis Transformatif [Analisis Teoretik Dalam Perspektif Teori Perubahan Sosial Dan Teori Revolusi Sosial], Mas Kris (sapaan akrabnya) pun menambahkan bahwa paradigma dapat dirumuskan sebagai titik pijak untuk menentukan cara pandang, menyusun sebuah teori, menyusun pertanyaan dan membuat rumusan mengenai suatu masalah. Lewat paradigma ini pemikiran seseorang dapat dikenali dalam melihat dan melakukan analisis terhadap suatu masalah.

Relevansi paradigma PMII dengan kondisi sosial masyarakat sangatlah dibutuhkan. Baik digunakan sebagai metode analisis hingga menjadi sebuah manifestasi gerakan dalam menciptakan problem solving. Tak ayal, dalam setiap langkah yang ditempuh oleh PMII merupakan nafas perjuangan untuk mewujudkan cita-cita masyarakat yang berdaulat.

Lewat kerangka paradigmatik pula, PMII melihat Masyarakat yang hidup di perkotaan memiliki berbagai macam persoalan. Dengan hiruk pikuk problematika yang terus dihadapi, kehidupan masyarakat kota memang tidak sebanding dengan apa yang mereka rasakan ketika harus hidup di tempat dengan pesatnya kemajuan teknologi tersebut. Di sisi lain, kebijakan publik yang sering dikeluarkan oleh pemangku kebijakan (pemerintah) tidak selalu sesuai dengan apa yang mestinya masyarakat butuhkan.

Dalam sejarahnya, PMII sudah cukup lama berdinamika dengan kondisi serupa. Misalnya lewat Paradigma Arus Balik Masyarakat Pinggiran, kader-kader PMII sudah lebih dulu terjun di tengah-tengah kondisi sosial masyarakat. Termasuk masyarakat kota. Dengan menciptakan sebuah rekayasa sosial yang dilakukan dengan dua pola : pertama, melalui advokasi masyarakat, kedua, dengan Free Market Idea.

Sejatinya paradigma ini muncul dikarenakan adanya restrukturisasi yang dilakukan oleh Orde Baru telah menghasilkan format politik baru. Sehingga, hal inilah yang memaksa PMII untuk bisa menciptakan solusi dari situasi sosial-politik nasional yang dimana negara sudah menjadi super power. Yang pada gilirannya menindas rakyatnya sendiri. Lebih-lebih tujuan dari pola yang diterapkan melalui paradigma ini ialah sebagai bagan dari pendidikan politik masyarakat demi terwujudnya civil society yang lahir dari individu-individu yang bebas dan kreatif sebagai hasil dari liberasi dan independen.

Selanjutnya, Paradigma PMII mengalami transformasi. Pada prinsipnya perubahan paradigma ABMP ke Paradigma Kritis Transformatif tidak jauh berbeda. Hanya saja lebih menitik beratkan pada teori-teori kritis intelektual muslim dan dipadukan dengan pemikiran Filosofis Mazhab Frankfurt. 

Beberapa alasan yang meliputi lahirnya paradigma ini adalah : Terbelenggunya masyarakat Indonesia dengan budaya kapitalisme yang cenderung merusak tatanan nilai kultural, tindakan pemerintah yang cenderung represif dan otoriter dengan pola hegemonik serta kuatnya belenggu dogmatisme agama, yang konsekuensinya agama menjadi kering dan beku, bahkan tidak jarang agama justru menjadi penghalang bagi kemajuan dan upaya penegakan nilai kemanusiaan. 

Permasalahan yang dialami masyarakat kota tidak bisa dilepaskan dengan situasi dan kondisi yang meliputinya. Contohnya: menjadi masyarakat kota berarti menjadi masyarakat industri. Ini merupakan konsekuensi logis. Artinya, bila membicarakan masyarakat kota maka dengan sendirinya akan mengarah pada yang namanya industrialisasi. 

Industrialisasi merupakan proses perubahan situasi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat yang diakibatkan adanya kenaikan sektor industri. Lalu apa permasalahannya?; Banyak. Dengan adanya proses industrialisasi maka tatanan sosial masyarakat dengan ragam nilai budayanya akan perlahan terkikis habis, bahkan ditingkat tertentu akan terjadi kesenjangan sosial. Pengangguran misalnya.

Dalam ilmu ekonomi, proses industrialisasi juga bisa memunculkan yang namanya inflasi. Inflasi erat kaitannya dengan tingkat penggunaan tenaga kerja. Bila tenaga kerja dalam perusahaan sudah tidak lagi diperlukan (dengan alasan kebutuhan perusahaan), maka imbasnya akan terjadi yang namanya pengangguran. Dan jika ini dibiarkan tanpa adanya strategi dalam menanggulanginya, bisa mengakibatkan ekonomi di wilayah tersebut akan melemah dan tentu hanya segelintir orang yang menikmati kekayaan, sementara yang lain melarat.

Dalam PKT (Paradigma Kritis Transformatif), PMII melihat ini sebagai suatu permasalahan yang muncul akibat tidak adanya kebijakan dari pemerintah yang berfungsi sebagai kontrol atau bahkan bisa menanggulangi masalah tersebut. 

Paradigma ini dijadikan sebagai pisau analisa dalam menafsirkan realita sosial yang ada. Paradigma ini mulai diperkenalkan pertama kalinya pada periode kepengurusan sahabat Saiful Bahri Anshari, yang mengidealkan sebuah bentuk perubahan dari semua level kehidupan (ideologi, politik, sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dll). Dengan adanya konsep berpikir seperti ini, kader-kader PMII bisa turut andil dalam melihat bahkan berdiaspora dan memiliki kemampuan untuk menciptakan solusi di tengah permasalahan masyarakat yang ada.

Mungkin di dalam tulisan ini tidak akan menjelaskan mengenai paradigma PMII secara utuh. Sebab, dengan keterbatasan kemampuan dalam menguraikannya, saya pun menyadari bahwa paradigma PMII harus dimaknai sebagai kerangka analisa yang bisa mengarahkannya untuk dapat memecahkan akar masalah. Tidak hanya sampai disitu, menjadi seorang kader PMII, juga dengan sadar memahami bahwa paradigma PMII merupakan sebuah keniscayaan dan juga bagian yang urgen dalam memilih ber-PMII.

Kondisi masyarakat kota dengan segala masalah dan kerumitannya juga merupakan bagian dari entitas yang selalu hidup dalam nafas perjuangan PMII. Dengan status kader yang terlahir dari wadah PMII di wilayah yang dalam tahap menuju masyarakat industri, tentunya selalu berharap lebih pada gerakan PMII yang bisa menjadi wadah dalam gerakan emansipasi, menciptakan solusi, hingga melahirkan revolusi sosial yang berkeadilan kedepannya. 

Dengan sadar akan adanya implikasi dari industrialisasi yang menjadi momok buat masyarakat kota, maka PMII dengan modal dogma teologi ke-Aswaja-anNya, kerangka paradigmatiknya, hingga Nilai Dasar Pergerakan yang menjadi landasan berpikir dan berpijaknya, dapat memberikan solusi untuk masyarakat di semua elemen, khususnya mereka yang dimarjinalkan, ditindas oleh pemangku kekuasaan.

Dengan segala hormat, masih dalam suasana penuh suka cita, saya mengucapkan Selamat Hari Lahir untuk Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) ke 61 Tahun. Dengan mengangkat tema "PMII Terdepan Dalam Kemajuan", semoga ini bisa termanifestasi dalam setiap denyut nadi kaum pergerakan. Terdepan dalam kemajuan secara gagasan dan pemikiran, namun tidak melupakan tradisi gerakan dalam khitah perjuangan rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun