Mohon tunggu...
.
. Mohon Tunggu... Lainnya - ?

!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Geni dan Raja Amurka

19 Februari 2024   22:43 Diperbarui: 19 Februari 2024   22:46 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diambil dari:https://wallpapersden.com

"Kaulah api, Geni. Kaulah yang mampu membakar yang durjana!" Suara itu kembali muncul. Tetapi tidak ada siapa-siapa.

"Tunjukkan dirimu, hai suara! Siapakah kamu!" Geni berdiri dan mencari ke segala arah. Tak ada siapa-siapa. Namun, hanya kotoran kuda berserakan dan lalat yang beterbangan saja.

Kesedihan, amarah dan kekecewaan bertumpuk menjadi satu dalam hati Geni. Segalanya semakin tak tertahankan. Ingin sekali Geni berteriak dan menjerit, tetapi suara seorang anak kecil tak akan berarti apa-apa pada dunianya.

Dadanya terasa sesak. Geni merasa dirinya tidak tahan lagi. Seluruh kulitnya meletup-letup. Matanya mulai mengeluarkan asap. Kedua tangannya terkepal. Teringat Geni akan kedua orang tuanya yang disiksa Raja Amurka karena nubuat Peramal Istana.

"Besok pagi-pagi kita akan panen besar Geni! Akhirnya kita bisa menyerahkan panen kita pada Raja Amurka"  Ibu Geni mengelus rambutnya pelan.

"Tahun ini, kita akan berbakti pada Raja Amurka. Dan keluarga kita akan aman dalam lindungannya" Ayah Geni menepuk bahunya.

Betapa segalanya berubah seketika siang hari ini. Rasa benci, dendam, sakit hati, dan segala perasaan sakit berkumpul di dadanya. Semua perasaan itu berputar-putar di dada Geni hingga memercikkan api. Tubuh Geni mulai memercikan api.

"Jadilah aku Geni! Aku adalah kobaran api matahari. Api yang membakar yang durjana!" Dan seketika, muncullah sebuah bayangan berbentuk kepulan asap merah darah.

"Yang seharusnya melindungimu, malah menjadi siksamu. Hahahahaha!" Terdengarlah suara tawa yang menggetarkan ruangan rumah tua itu.

"Siapa kau! Tak tahukah aku sedang marah!" Suara Geni meradang. Semua percikkan api di tubuh Geni semakin besar.

"Bagus. Inilah saatnya membakar yang durjana! Bangun!" Kepulan asap merah itu kemudian memegang pundak Geni.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun