Mohon tunggu...
.
. Mohon Tunggu... Lainnya - ?

!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Seorang Gelandangan Tua dan Bayi

15 Februari 2024   22:05 Diperbarui: 15 Februari 2024   22:11 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diambil dari:https://fineartamerica.com/featured/city-on-fire-aurelia-schanzenbacher.html

       Gedung teater San Fransisco tiba-tiba bergemuruh oleh suara Penonton. Kehangatan udara gedung itu membuat keringatku makin deras.

      "Berpidatolah Peter. Ayo!" Walikota Smith menaruh tangannya di belakang punggung kananku. Kemudian beliau tersenyum dan melambaikan tangannya pada para penonton.

      Tanganku tiba-tiba membeku, kakiku bergetar dengan hebat. Bukan karena malu berpidato, tapi karena aku harus menyampaikan kepada dunia. Menyampaikan sebuah kebenaran.

     "Peter. Peter. Peter!" Para penonton bersorak sorai mengelu-elukan namaku. Aku bisa melihat para rekan kerjaku berbaris di samping kiriku. Semakin lama, semakin keras suara mereka dan memekakkan telinga. Mata-mata mereka membesar, membulat dan hitam. Aku tak ahan lagi. Aku harus menyampaikan ceritanya.

      Menyampaikan sebuah cerita, bahwa aku tak layak mendapatkan bintang jasa untuk aksi kepahlawananku. Aku hanya menjalankan tugasku sebagai seorang pemadam kebakaran. Dan orang yang menyelamatkan nyawa bayi itu sebenarnya, adalah seorang gelandangan tua. Seorang gelandangan tua yang dengan gagah berani menukarkan nyawanya dengan nyawa bayi itu.

     "Ben, kemarikan selang itu."  Lalu Ben mengulur selang dari katrol mobil pemadam.

      Sekitar lima menit yang lalu, regu pemadam kami mendapat informasi, bahwa telah terjadi kebakaran di Distrik 201 San Fransisco. Sebuah apartemen tua di lingkungan kumuh terbakar siang hari ini. Sampai saat ini kami masih belum tahu penyebabnya.

      "Hey, Peter. Lihat. Kenapa gelandangan tua itu mengorek-ngorek tempat sampah di pojok gedung apartemen? Suruh dia menyingkir. Akan ada banyak reruntuhan dari atas!" Roger, pimpinan regu pemadam, meneriakiku. Aku  tersadar dari lamunan dan segera menghampiri gelandangan tua itu.

      "Pak, segeralah berpindah. Tempat ini berbahaya!" Aku merangkul punggung gelandangan itu dan mengajaknya pergi. Pria itu menurut saja. Aku dapat mencium bau urin menyengat dari balik pakaiannya yang penuh noda tanah dan sobek-sobek.

       Aku kembali mengambil selang dan mencoba mendekati gedung. Dari kejauhan aku melihat si gelandangan memainkan keranjang bayi yang rusak dan memasukkan kardus-kardus sampah makanan bayi.

     "Keranjang bayi, kardus sampah makanan bayi, lalu mungkinkah ada bayi di dalam gedung itu?" aku bergumam sendiri sambil menyemprot kobaran api di lantai tiga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun