Mohon tunggu...
Dicky Saputra
Dicky Saputra Mohon Tunggu... Let's talk about life.

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Content Creator, Cepat Membuat Kaya atau Cuma Ilusi?

18 Juni 2025   07:57 Diperbarui: 18 Juni 2025   07:57 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: DC Studio/Freepik)

Ketiga, butuh stabilitas mental. Dunia konten penuh tekanan: komentar jahat, ekspektasi audiens, algoritma yang berubah-ubah, bahkan ancaman kehilangan privasi.

Keempat, tetap butuh uang. Untuk beli alat, bayar internet, sewa tempat syuting, ikut pelatihan, dan sebagainya. Jadi, katakan pada diri kita dengan jujur: tidak ada keberhasilan tanpa pengorbanan.

Kalau kita bandingkan dengan membuka usaha kecil-kecilan seperti jualan makanan, membuka jasa, bertani, atau bekerja di sektor riil lainnya, bisa jadi justru lebih stabil dan realistis. Mungkin tidak langsung viral, tapi jelas dan pasti ada hasil. Dan yang terpenting: itu sesuai dengan nilai Islam, yaitu bekerja dengan tangan sendiri dan tidak menggantungkan nasib pada sensasi.

Fenomena Flexing dan Godaan Riyaa'

Di antara bahaya terbesar menjadi content creator yang mengejar ketenaran adalah jebakan riyaa', yaitu memperlihatkan amal atau kebaikan dengan niat dipuji manusia. Dalam konteks dunia digital, ini sering muncul dalam bentuk flexing: memamerkan gaya hidup, harta, atau bahkan sedekah, dengan tujuan mendapatkan perhatian dan pengakuan. Islam sangat tegas mengingatkan kalau riyaa' bisa menghapus pahala amal. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan terhadap kalian adalah syirik kecil." Para sahabat bertanya, "Apa syirik kecil itu, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Riyaa'." (HR. Ahmad).

Jadi ketika seseorang merasa 'berdakwah' melalui konten, tapi dalam hatinya ada niat ingin viral atau ingin terkenal, maka niat itu harus dikoreksi. Apalagi kalau cara yang ditempuh tidak lagi memperhatikan halal-haram, atau bahkan menabrak batas adab dan kesopanan cuma demi menarik atensi. Bukankah kita pernah melihat akun yang sengaja mengangkat topik sensitif, berpakaian terbuka, atau menyulut kontroversi, cuma demi reach dan engagement?

Realitas di Balik Kamera

Banyak dari kita lupa kalau yang ditampilkan di media sosial cumalah potongan terbaik dari hidup seseorang. Anda cuma melihat momen bahagia, pencapaian, atau tawa, tapi tidak tahu kalau bisa jadi saat kamera mati, mereka menangis, cemas, atau bahkan sedang berhutang. Dunia maya sering kali adalah ilusi yang dibangun dengan sangat rapi. Ketika kita terlalu larut membandingkan hidup kita dengan mereka, kita sedang membandingkan realita dengan sandiwara.

Ini sangat berbahaya untuk kesehatan mental. Banyak anak muda yang merasa gagal cuma karena followers-nya sedikit. Banyak yang minder karena hidupnya tidak seindah selebgram. Bahkan ada yang sampai mengalami depresi karena merasa tertinggal jauh. Islam mengajarkan kita untuk fokus pada diri sendiri, bersyukur atas apa yang dipunya, dan tidak iri terhadap nikmat orang lain. Allah berfirman dalam Surah An-Nisa ayat 32, "Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain..."

Bekerja dengan Halal, Hasilnya Lebih Nikmat

Ada banyak jalan rezeki yang lebih nyata, lebih halal, dan lebih mendidik jiwa. Islam sangat menghargai kerja keras yang jujur. Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada makanan yang lebih baik dari hasil usaha tangan sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri." (HR. Bukhari). Maka kalau hari ini Anda bekerja di bengkel, jualan cilok, ngojek online, atau jadi karyawan biasa, tidak perlu merasa minder. Selama Anda bekerja dengan cara yang halal dan jujur, maka rezeki Anda pasti berkah dan cukup.

Dan kalau Anda memang merasa punya passion di dunia konten, tidak masalah. Tapi jangan jadikan itu satu-satunya jalan hidup. Jadikan itu sebagai sarana, bukan tujuan. Fokuslah pada memberi manfaat, bukan mengejar viral. Belajar dulu dengan serius, bangun karakter, pahami algoritma, dan yang terpenting: luruskan niat.

Sadar dan Kembali ke Realita

Saat ini banyak dari kita yang mungkin sudah terjebak. Sudah terlanjur ikut tren jadi content creator, tapi belum melihat hasil. Sudah mengorbankan banyak waktu, tapi malah kehilangan arah. Atau bahkan sudah mulai stres karena hidup terasa mandek. Maka saatnya kita merenung: apakah ini jalan yang benar? Apakah ini yang Allah ridai?

Islam tidak melarang kita menjadi content creator. Tapi Islam mengajarkan untuk realistis, bertanggung jawab, dan tetap menimbang semua dari sisi halal-haram serta manfaat-mudharatnya. Kalau ternyata lebih banyak mudharat, lebih baik kembali ke jalan yang lebih jelas dan nyata. Tidak semua orang ditakdirkan jadi selebritas dunia maya. Tapi semua orang punya kesempatan jadi hamba Allah yang sukses dunia akhirat.

Kesuksesan Sejati Butuh Waktu dan Kesabaran

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun