Rasulullah SAW adalah contoh sempurna dalam hal kesabaran dan kelembutan. Beliau tidak cuma sabar pada orang dewasa, tapi juga pada anak-anak. Bahkan ketika anak-anak berbuat usil atau membuat kekacauan, Rasulullah tidak pernah menghukum mereka dengan kemarahan.
Kisah yang sering diceritakan adalah ketika cucu beliau, Hasan dan Husain, bermain di punggung beliau saat shalat. Bukannya marah, Rasulullah justru memperpanjang sujudnya supaya cucu-cucunya puas bermain. Ini bukan berarti membiarkan anak berbuat sesuka hati, tapi ini adalah bentuk pemahaman akan dunia anak.
Bayangkan kalau Anda bisa meniru 10% saja dari kesabaran dan kelembutan beliau, insyaAllah anak-anak Anda akan tumbuh dengan hati yang kuat tapi penuh kasih.
Akhir Kata: Boleh Tegas, Tapi Jangan Lepas dari Kasih Sayang
Menjadi orangtua bukanlah tugas yang mudah. Anda dituntut untuk menjadi pemimpin, guru, sekaligus tempat perlindungan. Maka wajarlah kalau kadang Anda merasa kewalahan, bingung, atau bahkan terpancing emosi.
Tapi ingatlah kalau setiap tindakan Anda adalah cerminan dari bagaimana Anda memperlakukan amanah Allah. Dan setiap detik bersama anak adalah kesempatan untuk menanamkan nilai Islam yang hidup: rahmah, adil, sabar, dan hikmah.
Maka, kalau hari ini Anda sedang merasa bersalah karena baru saja memarahi anak, peluk dia. Minta maaf kalau perlu. Lalu mulai lagi dengan niat baru. Islam tidak menuntut kesempurnaan, tapi mengajarkan untuk terus memperbaiki diri.
Tegas boleh. Tapi selalu dalam bingkai cinta. Itulah cara Islam mendidik generasi.
Penutup: Membentuk Karakter Mulia Dimulai dari Rumah
Anak-anak bukan cuma penerus garis keturunan kita, mereka adalah cerminan dari nilai-nilai yang kita tanamkan. Apa yang mereka lihat, dengar, dan rasakan di rumah akan membentuk fondasi moral dan emosional mereka saat dewasa nanti. Maka rumah tangga adalah madrasah pertama, dan Anda sebagai orangtua adalah guru utamanya.
Jangan pernah meremehkan kekuatan dari sebuah pelukan sesudah marah, permintaan maaf dari orangtua, atau dialog singkat tentang kesalahan. Itu semua adalah momen yang membentuk karakter. Dalam Islam, kita tidak cuma dituntut membesarkan anak yang "baik", tapi juga anak yang mengenal Allah, mencintai kebenaran, dan bisa menjadi rahmat bagi sekelilingnya.
Dan tugas besar itu dimulai dari cara Anda merespon ketika anak sedang dalam masa-masa paling menantang. Ketika Anda bisa menahan diri, memilih hikmah daripada amarah, memilih membimbing daripada menghakimi, maka Anda sedang membangun generasi yang akan lebih baik dari Anda.
Semoga Allah memudahkan langkah kita dalam mendidik dengan cinta, menegur dengan bijak, dan membentuk anak-anak yang akan menjadi cahaya bagi dunia.