Mohon tunggu...
M. Diaz Bonny Supramono
M. Diaz Bonny Supramono Mohon Tunggu... Public Speaker/Trainer -

M. Diaz Bonny Supramono is a Personal Growth Enthusiast and Essential Licensed Trainer. His passion in Personal Development is shown by learning from a hundreds of books and absorbing many powerfuls insight from top motivator, such as Ary Ginanjar Agustian, Andy F. Noya, Merry Riana, James Gwee, Tanadi Santoso, Jamil Azzaini, Mario Teguh, Jacky Musry, Ratih Sanggarwati, Indah Sukotjo, Maman Suherman, Antonio Dio Martin, Brili Agung, etc.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Skripsi Bukanlah Pajangan

8 Maret 2012   13:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:21 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Berdasarkan data yang diungkapkan Kemendikbud, sejak 2006 terlihat datarnya grafik publikasi jurnal ilmiah di Indonesia. Berbeda sekali dengan negara berkembang lain yang justru meningkat tajam sejak tahun 2003. Pada data itu, publikasi jurnal ilmiah di negeri ini, pada tahun 1996 ada angka 1 jurnal ilmiah per 1 juta penduduk, hingga 2010 angka jurnal itu naik mencapai angkat 4 jurnal per 1 juta penduduk. Coba kita lirik negara berkembang lain, pada 2006 ada angka 26 jurnal ilmiah per 1 juta penduduk dan itu meningkat ke angkat 35 jurnal pada tahun 2010.

Ada benarnya kebijakan publikasi jurnal ilmiah itu. Di samping mendorong peningkatan publikasi ilmiah, tentunya meningkatkan kualitas pendidikan di negeri ini. Namun, dengan tenggat waktu hingga Agustus tahun ini, beberapa pihak mempertanyakan kebijakan ini. Jangan-jangan publikasi ilmiah hanyalah kebijakan abal-abal untuk memacu negara berkembang lain dalam hal publikasi ilmiah? Atau hanya kebijakan coba-coba tanpa persiapan matang?

Tak perlu kita pungkiri, di universitas negeri sekalipun seringkali terjadi korupsi waktu. Satu SKS (Satuan Kredit Semester) memiliki waktu belajar selama 45 menit, berarti 2 sks selama 90 menit. Namun, dengan budaya korupsi waktu perkuliahan selama 2 sks sering dipotong menjadi 1 sks atau hanya 30 menit. Hebatnya, dosen dan mahasiswa pun senang. Oleh karenanya, dengan korupsi waktu perkuliahan apakah mampu mahasiswa di negeri ini menghasilkan publikasi ilmiah yang berkualitas? kecuali target Kemendikbud hanyalah pajangan lampu kristal mewah di ruang tamu negeri ini.

Selain budaya waktu perkuliahan, mahasiswa sering bersuara akan minimnya fasilitas perpustakaan. Berbagai buku untuk keperluan skripsi harus dibeli sendiri oleh mahasiswa. Perpustakaan kampus terkadang memiliki, tapi dengan alasan koleksi tandon buku itu tak bisa dipinjamkan. Lagi-lagi hanyalah pajangan. Perlu dipertanyakan lagi, apakah mampu semua mahasiswa harus membeli buku ketika harus menyusun skripsi? Saya pikir tak semua mampu untuk itu.

Hal yang wajar kiranya ada mahasiswa menganggap kebijakan ini mengekang mahasiswa. Di samping deadline lima tahun harus lulus, mahasiswa pun dituntut untuk membuat skripsi dan atau jurnal ilmiah. Bisa-bisa jalanan sepi dengan aksi mahasiswa. Siapa lagi yang mengontrol pemerintah?

Lalu, saya pikir patut dipertanyakan apakah jurnal ilmiah yang dipublikasikan nantinya bisa dimanfaatkan pemerintah untuk memajukan bangsa dan negara? Atau jangan-jangan hanyalah pajangan lampu kristal di ruang tamu negeri ini? Seperti yang sering kita dengar, banyak para ahli yang harus hengkang ke luar negeri untuk bisa mengaplikasikan penelitiannya. Negeri ini masih rendah dalam menghargai atau mengapresiasi hasil penelitian. Seharusnya pemerintah mampu meyakinkan mahasiswa bahwa skripsi atau jurnal ilmiah itu nantinya memang bukan pajangan. Tapi hasil penelitian yang akan digunakan pemerintah demi kemajuan negeri tercinta. Namun, jika itu tidak terwujud, selaiknya kita mendengar indahnya lagu Iwan Fals berikut ini:

...Saat wisuda datang

Dia tersenyum tenang

Tak nampak dosa di pundaknya"

Sarjana begini

Banyakkah di negeri ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun