Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lebaran di Sebuah Dusun Kecil, Sebuah Catatan

25 Mei 2020   04:49 Diperbarui: 25 Mei 2020   05:15 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengalaman menaiki "garu", alat bajak perata setelah dipakai "luku", selalu hebat. Meski ekor kerbau akan mengibaskan lumpur ke seluruh permukaan wajah dan pakaian. Bapak akan mengangkat tubuh kecil dari pematang, lalu diposisidudukkan pada rangka garu yang terbuat dari bambu.

Luku dipakai untuk membalik permukaan tanah setelah "damen" (pohon padi) dibabat habis. Sebagian dibakar setelah dibabat untuk menghumusi tanah.

Ritual berikutnya adalah merengek ke Pak Mitro, atau Pak Samin, supaya boleh ikut memandikan kerbau di sungai kecil berair jenih. Dengan sikat dari rerumputan.

Pak Mitro adalah pekerja keras. Setelah megawe, memandikan kerbau, lalu makan kiriman di sawah, selepas dzuhur harus pergi merumput pakan. Sore "ngopeni" sawah.

Ketika sawah "dimegawe", Simbok dibantu Lik Ti memasak kiriman. Waktu memasak harus dihitung pas supaya masakan siap ketika pekerjaan membajak sawah selesai. Kami makan di pematang dan kerbau dibiarkan istirahat.

Maka ingatan tentang sawah berikut kerbau dengan semua kegiatan yang dilakukan tergambar jelas. Benderang. Sangat mudah mengingat itu semua.

Idul Fitri adalah pesta bersama. Saat semua kegiatan di sawah dihentikan. Panenan sudah direncanakan. Kue-kue dari beras ketan sudah siap di stoples-stoples kaca.

Jenis kuenya? Rengginang, jipang, unthuk cacing, koyah, wajik, jadah, tape ketan, jenang, peyek kacang. Kecuali unthuk cacing dan peyek kacang, semua terbuat dari beras ketan yang ditanam sendiri. Masih ada lainnya tentu.

Ayam kampung opor dan sambel goreng tahu (jangan lupa dicampur pete) tentu pembuat lapar yang sesungguhnya di hari Lebaran. Jarang makanan enak (dan banyak) terhidang di meja makan.

Agama?

Kami lupa mendiskusikan. Semua bergembira dan bergegas menyambut Lebaran. Saling mengunjungi dan menawarkan makanan. Lebaran adalah pesta kemanusiaan dalam arti yang sesungguhnya. Pada waktu itu dan seperti yang saya alami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun