Mohon tunggu...
Diantika IE
Diantika IE Mohon Tunggu... Blogger

Penulis, Blogger, Alumnus Pascasarjana PAI UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Jangan Ringankan Candaan, Jangan Rendahkan Perjuangan Para Single Mom

29 Agustus 2025   12:30 Diperbarui: 30 Agustus 2025   05:26 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi single mom (Pexels/Ketut Subiyanto)


Kita hidup di zaman yang katanya modern, ketika pendidikan tinggi dan informasi melimpah seharusnya melahirkan sikap bijak. Namun kenyataannya, stigma terhadap perempuan yang menjadi single parent masih begitu kental. Entah dalam bentuk cibiran, candaan, atau sekadar tatapan. Semua itu bisa melukai lebih dalam daripada yang terlihat.

Saya pernah mengalaminya langsung. Ketika itu, saya berada di sebuah forum kecil bersama orang-orang pintar (mayoritas laki-laki). Kami mendiskusikan program bakti sosial yang akan dilaksanakan di sebuah desa.

Ide-ide yang dibicarakan luar biasa keren, penuh semangat, membantu masyarakat. Namun, rasa hormat saya runtuh bahkan saya lupa kalau yang sedang duduk bersama saya adalah orang-orang cerdas, ketika salah seorang dari mereka berkomentar saat melihat seorang perempuan lewat di depan kami.

"Janda bening lewat. Siapa yang siap menafkahi? Anaknya baru satu, lho," katanya seraya menggerak-gerakan alisnya dengan ekspresi menyebalkan (menurut saya).

Ilustrasi Single Parent (gambar: Bayan al-Quran Academy/Unsplash)
Ilustrasi Single Parent (gambar: Bayan al-Quran Academy/Unsplash)

Yang lain ikut tertawa, tersenyum genit, seolah-olah perempuan tadi hanya sekadar bahan hiburan. Saya tercekat. Merasa sesak seperti sebuah sendok penyukil puding tersangkut di tenggorokan. Bagaimana mungkin orang-orang berpendidikan tinggi, yang seharusnya punya empati, justru mengucapkan kalimat yang merendahkan perjuangan seorang perempuan yang memilih berdiri sendiri?

Pikiran saya melayang. Betapa beratnya perjuangan single parent—bukan hanya menghidupi anak, tetapi juga menjaga martabat diri di tengah tatapan miring masyarakat. Dan yang lebih ironis, candaan semacam itu kerap datang dari orang-orang yang mestinya mampu berpikir jernih.

Mari kita akui, begitu banyak anggapan salah yang kerap diarahkan kepada para single mom yang dianggap penggoda ketika bersikap ramah pada lawan jenis. Kerap dianggap abai pada anak saat menitipkannya ke orang tua demi bisa bekerja. Dianggap tak pandai merawat diri ketika terlihat berantakan. Bahkan dianggap berbahaya oleh sesama perempuan hanya karena tampil cantik sebagai bentuk penghargaan pada diri sendiri.

Padahal, tak seorang pun tahu betapa berat beban yang mereka pikul. Menjadi single parent berarti memainkan dua peran sekaligus. Ia harus menjadi ayah yang kuat, pencari nafkah, dan sebagai pengambil keputusan. Sekaligus menjadi ibu yang penuh kasih, tempat anak-anak berlindung dan mencurahkan rasa. Sementara itu, waktu dan tenaga untuk dirinya sendiri sering kali habis tanpa sisa.

Mereka bisa apa? Selain terus berjuang dan berusaha dengan cara yang mereka anggap sebagai cara terbaik dan paling selamat.

Apakah salah jika ia berdandan rapi hanya agar terlihat profesional di tempat kerja? Apakah salah jika ia ramah karena memang itu watak dan didikan orang tuanya sejak kecil? Apakah salah jika ia kadang terlihat berantakan karena tubuhnya kelelahan dan pikirannya nyaris terkuras habis? Apakah salah jika ia ingin tampil cantik, sekadar untuk menjaga mood dan kesehatan mentalnya?Jawabannya, tidak. Sama sekali tidak salah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun