Mungkin memang harus seperti itu, pikir saya.
Tahapan seleksi yang berat pun saya berhasil dilalui dengan susah payah. Rasa bangga pun saya rasakan karena telah mengalahkan banyak kandidat. Sampai hal ganjil pun saya dapatkan ketika menjelang sesi wawancara dengan kepala sekolah. Sebuah tahapan akhir di sana, konon itu sekaligus tanda tangan kontrak.
Sebuah pesan singkat masuk, "Dek, yakin mau kerja di sana?"
Kakak kelas saat kuliah yang ternyata mendapatkan informasi bahwa saya melamar di sana. Entah dari mana informasi itu. Namun yang lebih mengagetkan lagi, kakak kelas tersebut mempertanyakan sikap saya. "Apakah kamu tidak tahu, siapa yang ada di belakang yayasan itu?"
Setumpuk Tugas Dadakan Menjadi Penyelamat
Belum selesai mencari tahu tentang lembaga itu, tepat di ujung tahun ajaran, bibi malah menempatkan saya di sekolah untuk membantu proses PPDB. Seolah tidak mau tahu apa yang sedang saya hadapi, "pokoknya kamu bibi kasih tanggung jawab di sini," katanya. Serentet tugas pun saya terima dengan berat hati---bukan ini yang saya inginkan.
Kebingungan saya semakin menjadi. Lusa harus menemui kepala sekolah. Pekerjaan impian sudah di depan mata. Honor yang fantastis terbayang sudah.Â
Anak muda seperti saya bakalan cepat kaya dengan honor sebesar itu, batin saya. Bahkan honornya bisa sampai tiga kali lipat guru di sekolah bibi.
Keesokan harinya sekolah bibi mengadakan rapat. Saya yang semula hanya diberi sedikit jam ternyata langsung ketuk palu, secara resmi nama saya tercantum sebagai salah satu panitia PPDB yang ada di bawah kesiswaan.Â
Saya wajib merekap semua data siswa tidak boleh ada yang terlewat. Setiap hari harus standby, sekaligus bertugas menerima tamu. Seolah menjadi seorang resepsionis yang bertugas sebagai pemberi segala informasi tentang sekolah.
Malam hari, saya menyempatkan diri merenung. Meminta petunjuk apa yang harus dilakukan. Akhirnya pasrah pada Allah. Bekerja di sekolah bibi adalah bentuk bakti saya kepadanya. Saya harus siap membantu setiap saat.
Pagi itu saya melangkah dengan bergegas. Bukan menuju tempat pertemuan dengan kepala sekolah tempat saya melamar kerja, melainkan pergi bertugas di sekolah bibi sepagi mungkin.