Mohon tunggu...
Diantika IE
Diantika IE Mohon Tunggu... Blogger

Penulis, Blogger, Alumnus Pascasarjana PAI UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Ketika Kerja Bareng Saudara Telah Menyelamatkan dari Pekerjaan yang Salah

24 Juli 2025   22:05 Diperbarui: 29 Juli 2025   15:51 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kerja bareng saudara selalu menjadi tantangan tersendiri. Tidak bisa dipungkiri, pergolakan batin antara balas budi dan keinginan mengejar mimpi sendiri selalu menghantui. Namun selalu ada hikmah di balik semua yang terjadi. Seperti apa yang saya alami belasan tahun lalu.

Kisah saya berikut ini adalah kisah yang tidak akan pernah terlupakan. Karena ternyata pengalaman kerja bareng saudara telah membuat dunia saya berputar begitu cepat, unik, bikin syok sekaligus membuat saya harus bersyukur dan berkali-kali berterima kasih pada bibi. Orang yang begitu banyak memberi saya pelajaran.

Semua berawal ketika saya kuliah semester lima. Saat itu saya sudah punya pekerjaan mengajar di sebuah Taman Kanak-Kanak swasta yang terbilang besar. Masuk ke sana dibawa dosen yang kenal dengan pemilik yayasan. Gaji besar (jauh dengan standar guru TK pada umumnya waktu itu) hanya saja harus siap tinggal di mess dekat sekolah. Saya pun harus berpisah dari paman dan bibi yang selama ini menampung saya tinggal sejak pertama kali masuk kuliah.

Dua tahun bekerja di TK, saya akhirnya menyelesaikan kuliah dan mendapatkan gelar sarjana. Bibi yang selama ini membuka lembaga pendidikan SMP, meminta saya untuk turut mengajar di sekolahnya, mengisi kekosongan guru. 

Demi bakti kepada orang yang telah berjasa selama ini, saya mencoba mencari jalan keluar bagaimana caranya pekerjaan tetap jalan dua-duanya. Akhirnya saya tetap mengajar di TK yang hanya sampai pukul 11 dan mengambil jam pelajaran selepas zuhur di sekolah milik bibi. Karena sekolahnya memang sekolah semi fullday. Bersyukur saat itu jadwal masih bisa disiasati, tentu saja atas bantuan bibi.

Tahun kedua mengajar di SMP, jadwal berubah karena harus menyesuaikan dengan jadwal guru lain. Ada jam mengajar pagi hari. Hal tersebut membuat saya cukup kesulitan membagi waktu karena jarak tempuh yang cukup jauh. Dengan berat hati akhirnya saya harus melepaskan TK dan memutuskan untuk hanya mengajar di SMP milik bibi.

Mencoba Melamar ke Sekolah Lain

Mimpi besar untuk menjajal kemampuan diri---mendapat pekerjaan dengan tanpa bantuan orang dekat, diam-diam saya mencoba melamar pekerjaan di tempat lain menjelang akhir tahun ajaran, karena ada info lowongan pekerjaan yang sangat menjanjikan. 

Alasan bahwa selama ini saya bekerja di sekolah bibi atas permintaan dan saya hanya bersifat menggantikan guru di mata pelajaran yang kosong menjadi alasan tambahan mengapa saya harus mencoba peruntungan baru.

Lagi pula saya masih penasaran dengan kemampuan sendiri. Ingin merasakan lolos seleksi kerja tanpa bantuan orang dalam sebagai bentuk aktualisasi diri. Saya yakin, pada akhirnya bibi pasti akan mengerti mimpi keponakannya.

Saya pun diterima untuk menjadi guru kelas. Beberapa tahapan seleksi yang ketat membuat saya tertantang untuk melakukan segala yang terbaik. Saya menikmati proses seleksi walaupun banyak hal-hal yang baru saya temui. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun