Mohon tunggu...
Diantika IE
Diantika IE Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penulis, Blogger, Guru, Alumnus Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Menulis di Blog Pribadi https://ruangpena.id/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Bukan Sekadar Status

23 Juni 2020   18:06 Diperbarui: 23 Juni 2020   18:27 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Feliphe Sciarolli/Unsplash

Dengan sungkan, cerminnya menjawab, "mohon maaf, Nyonya. Ibu paling hebat adalah ia yang selalu mengupayakan hal terbaik buat anaknya."

Ibu muda itu sedikit geram, karena sang Cermin tidak menjawab bahwa yang paling hebat adalah dirinya.

Kemudian sekali lagi ia bertanya, "Cermin! Apakah aku tidak cukup hebat? Aku sudah memberikan segalanya untuk anak-anakku. Memberikan baju dan barang berharga, memberikan kebahagiaan untuk mereka."

Cermin pun menjawab, "betul, Nyonya. Anda memang memiliki segalanya. Namun, jika Nyonya memiliki cita-cita luhur untuk asset terbesar dalam hidup Anda, maka kekayaan Anda sempurna. Anak adalah tabungan, Nyonya. Mereka adalah harta terbesar sesungguhnya. Sekaya apapun manusia, jika dikelola tanpa ilmu, maka harta akan hilang pada akhirnya. Maka bekal hidup yang paling berharga adalah ilmu yang bermanfaat. Dengan ilmu, seseorang bisa mengendalikan harta, tetapi sebaliknya, jika tanpa ilmu,..."

"Cukup! Jangan kau teruskan lagi omonganmu, Cermin!" Ibu muda tersebut segera beranjak dari depan cerminnya. Meninggalkan kamarnya yang mewah serta sang Cermin dengan tanda tanya yang memenuhi otaknya.

"Mau kemana, Nyonya?" teriak cermin itu dari kejauhan.

Dengan langkah bergegas, sang Nyonya menjawab, "Pergi mencari sekolah terbaik untuk anak-anakku."

Sang cermin tersenyum lega seraya berdoa semoga Tuannya pergi ke sekolah terbaik yang mampu memberikan pendidikan dan bekal keterampilan bagi anak-anaknya.

Sekolah bukan hanya status dan sebuah tahapan yang wajib dilalui oleh seseorang. Dimana manusia terlahir, tumbuh, dan masuk sekolah dalam usia dan jenjang tertentu, mendapat ijazah, lalu bekerja (jika memilih bekerja), menikah, tua, beranak pinak lalu mati dimakan cacing. Tentunya siklus itu adalah siklus  mainstream yang dibuat oleh manusia itu sendiri. Sangat perlu disadari betul, bahwa selalu ada tangan Tuhan yang membuat semuanya terjadi dan menjadikan seseorang memiliki nasib yang berbeda satu sama lain. Usia, rejeki dan segala sesuat yang terjadi tentu tidak terlepas dari ketentuan Tuhan.

Namun masalah menuntut ilmu, sudah merupakan kewajiban yang diperintahkan oleh Allah bagi setiap manusia. Semua yang kita jalani di dunia ini tentu saja memerlukan ilmu. Tanpa ilmu, bagaikan berjalan dalam kegelapan tanpa cahaya. Orang yang paham akan pentingnya ilmu, maka tidak ada halangan baginya untuk menunaikan kewajibannya, terus menerus menggali ilmu tanpa lelah. Tidak peduli berapapun harga yang perlu ia bayar. Ia yakin, karena menuntut ilu adalah sebuah kewajiban, maka Allah mengiringinya dengan rejeki untuk menebusnya.

Bahkan seseorang yang berpikir matematis tentang pentingnya ilmu berpendapat bahwa mengeluarkan uang untuk mengisi otak tidak akan pernah sia-sia, karena suatu saat isi otak itu akan mengisi dompet mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun