Mohon tunggu...
Diantika IE
Diantika IE Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penulis, Blogger, Guru, Alumnus Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Menulis di Blog Pribadi https://ruangpena.id/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Secangkir Kopi

12 Mei 2020   13:46 Diperbarui: 12 Mei 2020   13:54 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mike Kenneally/Unsplash

Mas, pagi ini kopi yang kuseduh memang berbeda dengan yang biasa kau seduh. Kopiku hanya kopi putih kemasan yang kuseduh sendiri. Cuma butuh waktu dua menit untuk menghidangkannya.

Kopiku memang pasti tidak seenak kopi buatan istrimu, yang dibuat tiap pagi dengan penuh cinta kasih dan menghangatkan tubuhmu. Menormalkan lagi syaraf-syaraf yang ikut tertidur semasa kau tidur semalam. Menyegarkan lagi otakmu, mencerahkan kembali pikiranmu. Termasuk, senyummu akan semakin manis setiap pagi, meski kopi yang kau nikmati pasti kopi pahit tanpa gula.

Mas, kopiku hanya kopi instan rasa tiramisu, yang sering aku pelesetkan jadi kata "Tear I Miss You", ha ha ha. Kau tahu, kata "You" yang kumaksud adalah kamu.

Sungguh, Mas, tiap hari aku merindukanmu dalam kegetiran yang mendalam. Kenapa aku harus menaruh rasa padamu. Sementara, aku Tahu, kau adalah mahasiswa pascasarjana yang sedang mengadakan penelitian di sekitar tempat tinggalku. Mungkin sebentar lagi kau akan menghilang dari sini. Aku pun tidak tahu persis, apa yang sebenarnya sedang kau teliti. Mahasiswa semester tiga mana paham tentang bahasan tesis. Bikin makalah, iya, aku pasti bisa.

Rasanya ingin aku menyalahkanmu, kenapa setega itu menanam benih harapan di hatiku yang kebetulan bertanah gembur. Benih itu benih terbaik, ia kini tumbuh dengan subur, berakar kuat, bercabang banyak, daunnya pun rimbun lo, Mas. Namun entah, kapan aku merasakan buahnya. Sekali lagi, salahmu, kenapa harus senyum semanis itu kepadaku. Ah, kamu.

Mas. kau masih ingat tidak? Aku sih berani jamin, bahwa kau tidak akan pernah melupakannya. Tentang kisah secangkir kopi yang pagi ini sedang aku kenang. Bahkan kalau kau tidak keberatan, kisah itu akan aku ingat selamanya, ketika kau ada maupun tiada. Ketika aku berhasil menggenggam tanganmu untuk berbagi sisi cangkir dan tegukan menghabiskan kopi kita. Atau, ... sama kali kejadian itu tidak ada.

Ya, memang memiliki waktu panjang yang bisa kuhabiskan denganmu, hanyalah mimpi paling mustahil. Hanya semesta yang akan memberikan jawaban. Jika misal Tuhan  merestui, maka kita akan kembali bersama dalam ruang dan waktu yang sama. Hm, entah, aku tak pernah tahu, kapan dan di mana.

Namun yang pasti, kopi yang ada di hadapanku kini, kureguk sedikit demi sedikit. Kopin ini memiliki aroma yang hampir sama dengan kopimu waktu itu. Gelasnya? Ya, gelasnya tentu kubuat sama pula, seperti kala itu. Gelas putih berbahan keramik motif abu tua, milik ibu Kepala Desa.

"Bisa minta tolong buatkan Mas kopi?" katamu tiba-tiba.

Kalimat itu terasa begitu hangat di telinga. Bukan karena kau membisikkannya terlalu dekat, tetapi itu adalah kali pertama kau memintaku tolong melakukan sesuatu. Aku bahagia, gejolak rasa bercampur baur dengan keinginan senyum yang kutahan di bibirku. Kali itu, rasanya ingin aku melonjak kegirangan, dan ingin aku katakan padamu, "suruh aku melakukan apapun, pasti aku mau, asal untuk kamu!" Ah, sepertinya aku mulai gila saat itu.

Aku mengangguk. Kemudian mengambil kopi dan meraciknya segera di dapur Kepala Desa. Bu Lurah sudah memersilakanku bolak-balik ke sana, karena kali itu, sama sepertimu, akupun dijuduli sebagai panitia kegiatan di Balai Desa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun