Siapa sangka, lagu-lagu yang dulu sempat kita dengar di radio atau kaset kini kembali bergema di linimasa media sosial. Tahun 2025 menjadi saksi bagaimana musik lawas bangkit dan kembali digandrungi oleh generasi muda. Potongan lagu yang pernah menemani masa remaja orang tua kini menjadi latar video viral di TikTok, Reels, dan YouTube Shorts. Fenomena ini bukan sekadar nostalgia, tetapi juga menunjukkan bahwa sebuah karya musik yang jujur dan penuh makna mampu melintasi waktu dan kembali hidup di era digital.
1. Lagu Lama Naik Daun Lagi
Di tengah derasnya arus musik digital dan munculnya ratusan lagu baru setiap bulannya, tahun 2025 justru diwarnai oleh fenomena menarik: lagu-lagu lama kembali viral dan digemari oleh generasi muda. Di platform seperti TikTok, Instagram Reels, hingga YouTube Shorts, potongan lagu era 2000-an bahkan 1990-an kembali menggema. Lagu seperti “Separuh Nafas” milik Dewa 19, “Bimbang” dari Melly Goeslaw, hingga “Janjiku” oleh Potret kembali menghiasi linimasa dalam berbagai versi remix, akustik, maupun cover. Fenomena ini membuktikan bahwa musik memang lintas zaman dan selalu punya ruang untuk hidup kembali.
2. Kekuatan Algoritma dan Tren Media Sosial
Salah satu alasan kuat di balik kembalinya lagu-lagu lama ke permukaan adalah kekuatan media sosial dan algoritma platform digital. Ketika satu video menggunakan potongan lagu tertentu dan berhasil viral, ribuan pengguna lain akan mengikuti tren tersebut. Efek domino ini membuat lagu lawas bisa kembali populer tanpa promosi besar-besaran. Generasi muda yang sebelumnya tak mengenal lagu itu pun menjadi penasaran dan akhirnya mencari versi lengkapnya di Spotify atau YouTube. Bahkan banyak musisi muda yang kemudian menciptakan versi modernnya, menghadirkan nuansa nostalgia dengan sentuhan masa kini.
3. Nostalgia yang Tak Pernah Padam
Selain kekuatan algoritma, faktor nostalgia juga memiliki pengaruh besar. Bagi generasi yang tumbuh di era 2000-an, mendengarkan lagu-lagu lama seperti bernostalgia kembaki ke masa remaja yang penuh kenangan. Sementara bagi generasi muda, mereka justru menemukan keindahan baru dari lirik yang puitis dan aransemen sederhana tapi menyentuh. Lagu seperti “Hanya Rindu” atau “Cinta Terbaik” kini menjadi jembatan antara dua generasi yang berbeda namun berbagi rasa yang sama melalui musik.
4. Tren Global: Lagu Lawas Dunia Kembali Menggema
Fenomena ini ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia. Lagu-lagu internasional seperti “Apologize” dari OneRepublic, “Say It Right” milik Nelly Furtado, hingga “Unwritten” karya Natasha Bedingfield kembali populer di tahun 2025. Melalui TikTok dan Reels, lagu-lagu tersebut digunakan dalam berbagai konten modern. Mulai dari video motivasi, tren fashion, hingga video perjalanan. Misalnya, “Unwritten” menjadi simbol kebebasan dan semangat hidup baru bagi generasi muda yang mencari makna positif dari musik lawas.
5. Dampak Positif dan Negatif yang Muncul
Fenomena ini membawa dampak positif yang signifikan. Lagu-lagu lama kembali menghasilkan royalti bagi pencipta dan penyanyinya. Bahkan, banyak musisi senior kini berkolaborasi dengan penyanyi muda untuk menghadirkan versi baru dari karya mereka. Di sisi lain, fenomena ini juga punya sisi negatif. Ada kekhawatiran bahwa industri musik menjadi kurang inovatif karena terlalu bergantung pada nostalgia. Selain itu, penggunaan lagu lama tanpa izin resmi juga berpotensi melanggar hak cipta, dan terkadang makna asli lagu hilang karena digunakan di konteks yang tidak sesuai. Contoh membuat remix dari lagu “Bimbang” karya Melly Goeslaw dan mengunggahnya ke Spotify tanpa izin. Meski versi itu berbeda, hak cipta lagu asli tetap berlaku.