Gaya hidup ala 'cashless society' yang serba instan, semakin diminati masyarakat Indonesia. Masifnya transformasi teknologi berbasis solusi inovatif di era digital menjadi penyebab utamanya. Penggunaan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) sebagai pionir pembayaran non-tunai, merupakan wujud adopsi teknologi menjadi 'gaya hidup' masyarakat masa kini. Menariknya, penggunaan QRIS di masyarakat cepat sekali menjamur, tidak hanya di kota besar, bahkan menjamah wilayah 3T--Tertinggal, Terdepan, dan Terluar.
Penggunaan metode pembayaran non-tunai QRIS - semudah pindai barcode saja- menjadi primadona di antara metode lainnya. QRIS sendiri diharapkan mampu mendorong entry point perekonomian dengan membangun ekosistem digital Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Hal ini pun dapat terwujud dengan kerjasama berbagai peran stakeholder untuk mendukung sistem pembayaran digital yang mempermudah masyarakat.
Menyoal peningkatan volume transaksi QRIS, secara nasional mengalami lonjakan dahsyat sebesar 186% (yoy) dengan capaian 689,07 juta transaksi. Pesatnya pertumbuhan jumlah pengguna dan merchant masing-masing mencapai 55,02 juta dan 35,1 juta pada November 2024 menjadi faktor utamanya. Bahkan, QRIS sudah bisa dilakukan untuk pembayaran lintas negara, terutama di ASEAN. Terobosan tersebut dilakukan Bank Indonesia (BI) untuk mendorong konektivitas perdagangan antarnegara dan mendukung perluasan inklusi keuangan skala global.
Kenyamanan serta kemudahan yang ditawarkan QRIS sebagai metode pembayaran, meluluhkan hati para pembeli dan penyedia jasa atau barang. Mulai dari kecepatan transaksi hingga perbedaan penyelenggara keuangan kini bukan menjadi persoalan. Ditambah dengan jaminan sistem keamanan dengan metode server based, yang mencegah terjadinya penipuan serta kebocoran informasi pribadi. Dengan ini menjadikan QRIS semakin terdepan dalam manajemen resiko dan mengampu kepercayaan masyarakat.
Â
GEBRAKAN QRIS SENTUH RANAH PEMBAYARAN RETRIBUSI DAERAH
Tak ayal sektor pembayaran retribusi daerah, yang sering dianggap ranah konvensional, berhasil disusupi QRIS. Digitalisasi sistem pembayaran retribusi dengan menjadikan QRIS sebagai 'alat' dan metode pembayaran, dipandang sebagai akselerasi peningkatan kualitas pelayanan publik. Ketentuan mengenai pajak daerah dan retribusi daerah ini mengikuti berdasarkan UU no.1 tahun 2022, yang di dalamnya memuat 14 jenis pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak.
Penerapan QRIS ini bagian dari upaya akselerasi dan perluasan transaksi keuangan dan efisiensi pengumpulan pajak daerah. Mulai dari pajak hiburan, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga jenis pajak daerah lainnya. Faktanya, 475 pemerintah daerah baik pemerintah provinsi, kabupaten dan kota, menggunakan QRIS sebagai metode pembayaran retribusi daerah di tahun 2024. Angka tersebut mewakili 88% total 542 pemda di Indonesia.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi kenaikan pendapatan retribusi daerah yang ditujukan pada realisasi penerimaan Pemerintah Provinsi seluruh Indonesia dari 2021 sebesar Rp 1,359 triliun menjadi Rp 13,26 triliun di tahun 2024. Penerapan kanal pembayaran retribusi daerah secara digital terutama dengan menggunakan QRIS menjadi faktor utamanya.
Pengembangan kanal pembayaran dengan QRIS  mengikis resiko pembayaran tunai. Beberapa diantaranya menyangkut ketidaknyamanan saat mengantri panjang dalam waktu lama, resiko kebocoran data hingga human error. Human error sendiri dapat menyebabkan salah input data wajib pajak, sehingga menimbulkan ketidakakuratan pencatatan transaksi, yang berimbas pada kesalahan di database pemerintah daerah.