Mohon tunggu...
Dian Equanti
Dian Equanti Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Berdomisili di Pontianak, belajar menulis sebagai sarana refleksi dan menuangkan pikiran. Penggemar bumi dan corak kehidupan di atasnya

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

“Oh, Maaf. Anda Belum Menikah?”

13 Oktober 2014   22:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:10 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di usia yang cukup matang dan masih berstatus lajang, sebagian besar kita mungkin pernah mengalami masa-masa menutup diri dari pertanyaan-pertanyaan yang akan mengganggu seputaran belum hadirnya pasangan hidup. Ada yang sudah mengalaminya sejak usia 25 tahun, atau mungkin jelang 30-an kita baru menyadari bahwa perlahan-lahan satu per satu teman-teman hang out kita menghilang karena masing-masing telah memiliki keluarga. Jadi, jangan heran kalau Anda punya saudara atau teman-teman lajang yang terkesan menghindari pertemuan keluarga, atau kumpul alumni almamater. Kecuali ya, sudah terbiasa, sudah ikhlas dan syukur bisa membuka diri.

Dulu di awal-awal lulus kuliah dan bekerja 1-2 tahun, kita masih santai menanggapi pertanyaan saat menghadiri resepsi pernikahan teman, “mana calonnya?”, “kapan nyusul nikah?” sambil senyum-senyum, atau malah bercanda, “cariin dong..”. Eh, begitu dijawab, “Beneran ya.. kucarikan. Emang kamu mau yang tipenya gimana?”. Lha..kita yang bengong. Saking cueknya tipe pasangan seperti apa juga gak mikir. Sampai-sampai cuma bisa tersenyum getir ketika pesta pernikahan adik kandung digelar, seorang kerabat mengusap-usap punggung sambil menghibur, “sabar ya.. Pasti nggak lama lagi ketemu jodohnya..” (duh, gue belum mikir!). Usaha kerabat untuk memasarkan si lajang ini kadang bikin malu. Bayangkan, pada kesempatan Ayah masuk UGD, eh Bibiku sempat-sempatnya mencuri mengenalkan aku dengan dokter yang menangani Ayah. “Ini keponakan saya, anaknya Bapak itu. Dia S2 lho, sudah kerja di anu... ”. Sang Dokter senyum gak fokus. Kalau tu dokter dah punya istri gimana? Haduuh..Masa’ main sodorin gitu aja. Padahal Bibiku ini juga kenal si dokter barusan pas meriksa Ayah. Hufft.

Di lain kesempatan orang-orang sekeliling sudah mulai bosan menyindir dengan urusan pasangan, seperti tak kurang taktik maka dipakailah bayi-bayi imut untuk mendorong kita menikah. Tanpa peduli lagi sudah punya calon atau belum, begitu ada teman yang barusan punya bayi, maka tipe pertanyaan yang muncul adalah, “kapan nyusul punya baby?”. Kalau sekolah ada kelas akselerasi, alias lompat kelas, doa pun gitu sepertinya. Daripada nyuruh punya suami kok gak berhasil, ya sudah langsung didoakan punya anak. Sehabis mengunjungi teman yang baru saja melahirkan, pas pamit pulang didoakan, “semoga cepat nyusul punya momongan ya... J”. Lha aku nikah juga belum. Maksudnya mungkin ada lajang yang malas nikah karena terlanjur nyaman dengan kondisi single-happy-I’m feel free, tapi sebagai wanita naluri keibuan pasti ada dong. Buktinya tidak sedikit wanita lajang yang mengadopsi anak. Bahkan begitu inginnya, Julia Perez berencana punya anak dengan donor sperma, meskipun ini masih kontroversi. Nah, siapa tahu wajah-wajah bayi imut itu bisa membuat lajang ini ingin membina rumah tangga.

Jika kita berhasil mengatasi pertanyaan sindiran untuk mencari jodoh sesegera mungkin, ada hal-hal lain tak terduga yang membuat kita lawan bicara merasa tak enak, lalu berucap, “Oh, maaf. Anda belum menikah?”. Misalnya sebelum memberi resep obat, tak peduli status kita yang belum menikah, dengan wajar datar dokter akan bertanya, “Anda tidak sedang hamil, kan?”. “Tidak, Dok”. Dijawab dengan tegas karena tidak merasa melakukan hal yang menyebabkan kehamilan, kecuali tidak sadar atau lupa. Uups!!. Dan Anda lajang tidak perlu menjelaskan Anda belum bersuami untuk keterangan medis seperti ini kan? Hehe. Nah, ada ternyata selain urusan ke dokter, ada juga urusan administrasi.  Kemarin, pihak developer menelpon untuk perjanjian akad kredit rumah, “Mbak Dian hari Kamis jam 3 kita akad kredit di bank itu.” “Oya, Mas. Apa ya yang perlu saya siapkan?”. “Ajak suami juga ya”. “Umm..”, aku bengong. Gimana caranya nyari suami dalam 3 hari? Untung keburu si Mas Developer langsung tanggap, “Oh, maaf Mbak belum nikah ya?” “eh..(syukurlah) iya”. “Siapkan sisa DP nya aja mbak” (dalam hati, bikin kaget aja..!)

Belum lagi di kantor. Mulai dari teman-teman yang menjodoh-jodohkan tapi mental. Dianggap “orang kaya” karena uang gaji dimakan sendiri sementara rekan kerja sudah mengeluhkan harga susu dan biaya sekolah dan penitipan anak. Meskipun, tidak punya tunjangan keluarga karena belum menikah. Di perusahaan tempat saya bekerja, bantuan kepemilikan rumah yang nilainya lebih kecil dibanding karyawan yang sudah menikah. Dan dari staf keuangan menanyakan, “Bu Dian kapan nikah?” Kalau nikah nanti dapat kado dari lembaga, melahirkan dapat juga. Bantuan rumah juga belum diambil kan? Baru beri senyum, staf tadi langsung menjawab sendiri, “Ooh, nunggu abis nikah baru ambil bantuan rumah ya? Hihi..” Aku senyum lagi (dalam hati Amiin).

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun