Mohon tunggu...
Diana AV Sasa
Diana AV Sasa Mohon Tunggu... Politisi - Pegiat Literasi

Anggota DPRD Jawa Timur 2019-2024

Selanjutnya

Tutup

Politik

Surabaya sebagai Laboratorium Politik (Seri Esai Megawati #1)

9 Maret 2020   11:15 Diperbarui: 9 Maret 2020   11:18 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Makin dekat dengan hari vonis pelaksanaan kongres luar biasa (KLB), nama Megawati kian membumbung. Deklarasi yang menjadi tonggak keluarnya Megawati ke publik politik terjadi di Ibu Kota. Momentumnya di gelanggang literasi, saat Megawati menghadiri peluncuran buku tipis yang merangkum sepak-terjang politik dan apa yang ia pikirkan "membereskan" politik Indonesia.

Buku itu berjudul Bendera Sudah Saya Kibarkan. Tidak kebetulan belaka bila buku itu diluncurkan di Hotel Indonesia. Hotel pertama yang diresmikan ayahandanya jelang pagelaran Asian Games IV 1962. Buku dan momen peluncuran itu adalah tiket dan manifes Megawati untuk siap mengarungi politik nasional sebagai seorang pemimpin tertinggi partai.

Pada buku ini, Megawati menegaskan bahwa ia bukan ujug-ujug. Ia menerima pendidikan politik secara natural, secara diniyah, dalam keluarganya. Sukarno adalah politisi terbesar dalam sejarah Indonesia. Sukarno adalah ayah sekaligus gurunya. Tak ada sekolah formal politik yang diikuti Megawati karena pendidikannya ditempuh lewat homeschooling. Sekolah politik homeschooling itu diuji sepekan kemudian di Surabaya setelah peluncuran buku di Hotel Indonesia yang ramainya bukan main.

Tidak hanya itu, efek dari peluncuran buku itu dan kemudian disusul KLB, nama dan wajah Megawati merebut halaman depan koran dan majalah. Bahkan, majalah Tempo pada Desember 1993 berturut-turut tiga kali menjadikan wajah Megawati Soekarnoputri dalam satu bulan. Tidak ada politisi yang bisa "merebut" halaman depan seperti ini jika bukan tokoh yang mumpuni. Artinya, panggung politik Desember dalam perspektif yang dibungkus oleh media, Megawati menjadi sudah menjadi pemenang. Jika media adalah media massa, artinya, Megawati tidak sekadar merebut kursi pemimpin partai secara formal, tetapi merebut hati publik, merebut per(hati)an masyarakat dalam budaya politik yang represif.

*Catatan, tulisan ini sudah tayang di gesuri.id

Pinjam judul coverstory majalah Tempo edisi 4 Desember 1993, "Maju terus, Megawati!". Mari berangkat ke Surabaya; kota luar biasa untuk kongres yang luar biasa. (Bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun