Mohon tunggu...
Diana Febrian
Diana Febrian Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Airlangga

Mahasiswa Universitas Airlangga Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mari Berkenalan dengan Hustle Culture, Tren Gila Kerja yang Menjerat Kawula Muda

31 Mei 2022   22:48 Diperbarui: 31 Mei 2022   23:30 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Fenomena hustle culture belakangan ini marak menjadi perbincangan hangat di media sosial. 

Pasalnya, di era society 5.0 dengan perkembangan teknologi yang kiat melesat, membuat tidak sedikit anak muda terutama para mahasiswa, berlomba-lomba menyibukkan diri secara berlebihan tanpa memedulikan waktu istirahat atau kesehatan mental. 

Anggapan bahwa semakin banyak jumlah waktu yang digunakan untuk bekerja, maka semakin pula mendekatkan diri kepada kesuksesaan, seolah menjadi tolak ukur keberhasilan di masa depan. 

Selain itu, mereka yang terjerat oleh budaya ini cenderung mengutamakan produktivitas dibanding diri sendiri serta hubungan dengan orang lain. 

Mirisnya lagi, mereka tidak sepenuhnya menyadari bahwa produktivitas berlebihan tersebut mampu berdampak besar bagi kesehatan mental bahkan bisa merusak masa depan serta hubungan bersama orang sosial.

Lantas, apa itu hustle culture?

Hustle culture merupakan budaya toksik yang mendorong seseorang untuk bekerja tanpa henti secara terus menerus. 

Fenomena hustle culture tersebut menyebabkan banyak mahasiswa Indonesia yang merasa bangga jika terlihat paling sibuk dengan serangkaian kegiatan di luar akademik. 

Pengaruh media sosial yang acapkali memamerkan pencapaian influencer berupa seabrek sertifikat organisasi, magang, dan kepanitiaan turut memicu semangat mahasiswa untuk berlomba-lomba mengumpulkan sertifikat sekaligus pengalaman demi menunjang curicculum vitae. 

Ciri-ciri orang yang menganut hustle culture dapat dengan mudah kita amati. Di antara lain: sering mengalami burnout atau kelelahan dalam bekerja, merasa bersalah ketika sedang bersantai, serta selalu memikirkan pekerjaan hingga berpikir tidak memilik waktu istirahat sama sekali. 

Fenomena semacam ini, seringkali kita jumpai tidak hanya pada pekerja saja, tetapi juga mahasiwa serta pelajar. 

Salah satu nyatanya adalah mahasiwa yang menggunakan lebih dari dua device untuk mengimbangi antara pembelajaran jarak jauh dengan rapat organisasi atau kepanitiaan.

Ambisi serta produktivitas berlebihan tersebut mampu menguras waktu istirahat yang berdampak buruk bagi kesehatan mental hingga berujung kelelahan secara fisik serta psikis. 

Maka dari itu, diperlukan adanya kontrol diri untuk mengatur setiap kegiatan yang dilakukan agar tidak melampaui kapasitas. Sebab,  anggapan yang mengatakan bahwa sibuk sama dengan produktif itu keliru. 

Secara garis besar, sibuk menekankan pada kuantitas, kerja keras, tidak memiliki fokus, perfeksionis, dan selalu merasa tidak mempunyai waktu istirahat karena berkutat dengan kegiatan padat dan kesempurnaannya. 

Namun, produktif  merupakan seseorang yang menekankan pada kualitas. Fokusnya bukan tertuju pada 'sebanyak dan sesempurna appa kegiatannya', tetapi 'apa tujuan melakukan kegiatan tersebut dan apakah sudah mencapai goals-nya'. 

Maka dari itu, orang produktif bukan melakukan kerja keras, melainkan kerja cerdas. Sehingga mereka tidak menghabiskan banyak waktu untuk satu kegiatan saja. 

Nah, jika ingin produktif di masa muda, lebih baik memfokuskan diri terhadap satu atau dua hal yang memang menjadi passion. 

Hindari memborong kegiatan berdasarkan ikut-ikutan atau anggapan 'mumpung masih muda'. Lebih baik mengikuti sedikit tetapi mampu meningkatkan skill, daripada banyak tetetapi berisikp menganggu kesehatan mental. 

Tak perlu membandingkan pencapaian orang lain dengan diri sendiri, apalagi mengikuti standar mereka. Sebab, setiap orang memiliki jalan kesukesaan masing-masing. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun