Mohon tunggu...
Diah Pranitasari
Diah Pranitasari Mohon Tunggu... Dosen

Strategic Management, Human Capital Management

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Employee Thriving, Karyawan Berkembang dan Organisasi Berkelanjutan

9 Juli 2025   23:34 Diperbarui: 9 Juli 2025   23:34 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam era kerja modern yang dinamis, organisasi tidak cukup hanya memastikan karyawan puas atau terikat secara emosional. Mereka perlu thriving, berkembang secara menyeluruh, produktif, penuh energi, dan terus belajar. Konsep Employee Thriving menjadi sorotan karena terbukti berkorelasi positif dengan performa individu, inovasi, serta ketahanan organisasi dalam menghadapi perubahan.

Apa Itu Employee Thriving?

Employee Thriving merujuk pada keadaan psikologis di mana individu mengalami perasaan penuh vitalitas (energi) dan pembelajaran (growth) secara berkelanjutan dalam pekerjaan (Spreitzer et al., 2005).

"A psychological state in which employees experience both vitality and learning at work" (Spreitzer, Sutcliffe, Dutton, Sonenshein, & Grant, 2005)

Dengan kata lain, thriving mencakup merasa hidup, bersemangat, dan bertumbuh secara profesional. Employee thriving bukan hanya tren HR, tetapi investasi strategis bagi organisasi yang ingin mendorong karyawan menjadi lebih berdaya, inovatif, dan bahagia. Menciptakan budaya kerja yang mendukung vitalitas dan pembelajaran adalah langkah nyata menuju kinerja unggul dan keberlanjutan organisasi.

Mengapa Employee Thriving Penting?

Manfaat thriving (Porath et al., 2012):

1.   Kinerja kerja lebih tinggi

Karyawan yang thriving memiliki energi dan semangat belajar, sehingga mampu bekerja lebih efektif, produktif, dan mencapai target

2.  Kreativitas meningkat

Thriving menciptakan lingkungan psikologis yang mendukung eksplorasi ide baru. Karyawan yang merasa vital dan terus belajar

3.  Komitmen organisasi yang lebih kuat

Saat thriving, karyawan merasa pekerjaannya berarti, berdampak, dan mendukung perkembangan diri, sehingga muncul loyalitas yang tinggi

4.  Tingkat burnout lebih rendah

Thriving berperan sebagai penyangga stres. Energi positif dan pembelajaran membuat beban kerja terasa lebih manageable

5.  Hubungan kerja yang lebih positif

Karyawan yang thriving memiliki afeksi positif yang menular pada rekan kerja.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Employee Thriving

Menurut berbagai penelitian (Porath et al., 2012; Paterson et al., 2014), thriving dipengaruhi oleh:

1. Sense of autonomy (Otonomi kerja)

Kebebasan dalam mengambil keputusan meningkatkan vitalitas dan rasa memiliki.

2. Social support (Dukungan sosial)

Hubungan positif dengan rekan kerja dan atasan mendorong pembelajaran dan kesejahteraan.

3. Work meaningfulness (Makna pekerjaan)

Pekerjaan yang dirasa penting memicu energi dan semangat belajar.

4. Learning opportunities (Kesempatan belajar)

Peluang mengembangkan kompetensi memperkuat thriving.

5. Positive affect (Emosi positif)

Lingkungan kerja yang positif menciptakan siklus energi dan motivasi.

Dimensi dan Indikator Employee Thriving

Spreitzer et al. (2005) dan Porath et al. (2012) mengidentifikasi dua dimensi utama:

1. Vitality (Vitalitas)

Vitality adalah perasaan penuh energi, antusias, hidup, dan dinamis saat bekerja.
 Orang yang memiliki vitality merasa segar, tidak lesu, dan termotivasi secara emosional.

Berikut indikator-indikator yang paling sering digunakan dalam instrumen Thriving at Work Scale:

a. Merasa berenergi di tempat kerja

"I feel alive and vital at work."

b. Merasa antusias saat bekerja

"I have energy and spirit while doing my job."

c. Merasa pekerjaan membuat segar secara mental

"I feel mentally alert and awake when I work."

d. Merasa bersemangat memulai aktivitas kerja

"I feel enthusiastic when I get to work."

e. Tidak mudah merasa lelah atau jenuh saat bekerja

"I rarely feel drained or exhausted by my work."

2.   Learning (Pembelajaran)

Learning adalah perasaan sedang berkembang, memperoleh keterampilan, pengetahuan baru, dan bertumbuh secara profesional.

Orang yang merasa learning akan terus mencari kesempatan untuk meningkatkan diri.

Berikut indikator-indikator learning yang umum digunakan dalam pengukuran:

a. Merasa sedang belajar hal baru dalam pekerjaan

    "I continue to learn more as time goes by."

b. Merasa pekerjaan membantu berkembang secara pribadi

     "I see myself improving in my work."

c. Merasa memperoleh keterampilan baru

    "I am developing a lot of new skills."

d. Merasa menjadi lebih kompeten dari waktu ke waktu

     "I am continually becoming more professional."

e. Merasa ada kemajuan yang nyata dalam kemampuan kerja

    "I can see how my abilities have grown."


Daftar Referensi

Paterson, T. A., Luthans, F., & Jeung, W. (2014). Thriving at work: Impact of psychological capital and supervisor support. Journal of Organizational Behavior, 35(3), 434--446.

Porath, C., Spreitzer, G., Gibson, C., & Garnett, F. (2012). Thriving at work: Toward its measurement, construct validation, and theoretical refinement. Journal of Organizational Behavior, 33(2), 250--275.

Spreitzer, G. M., Sutcliffe, K. M., Dutton, J. E., Sonenshein, S., & Grant, A. M. (2005). A socially embedded model of thriving at work. Organization Science, 16(5), 537--549.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun