Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Tragedi Kanjuruhan: Gas Air Mata, Kecerdasan Emosi, dan Sebuah Ironi

4 Oktober 2022   18:20 Diperbarui: 6 Oktober 2022   10:35 1545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pray For Kanjuruhan. (dokumentasi pribadi by lintangayu)

PFC merupakan bagian otak rasional yang berhubungan dengan  ekspresi emosi, pengaturan keputusan berupa perilaku sesuai norma yang berlaku, berhubungan juga dengan perencanaan, dan memori (working memory).

Pada masa anak balita hingga remaja dewasa, otak PFC mengalami proses pertumbuhan. Sama seperti pada waktu anak yang berusia 2 tahun melempar barang atau kadang memukul kita. Mereka melakukan aktivitas tersebut karena PFC mereka belum berkembang secara sempurna.

Apabila semenjak kecil PFC tidak terlatih digunakan, maka pada saat dewasa bukan hal yang aneh bila kita terbiasa menggunakan emosi sebagai respon tercepat. 

Begitu pun pada saat kita marah. Bagian amigdala segera memberikan sinyal bagi hippotalamus. Kemudian bersinergi dengan memori dan hormon adrenalin, otak motorik kita dalam hitungan nano detik akan membuat keputusan. 

Pada saat yang sama, bagian tubuh lain pun segera merespon. Jantung memompa darah dengan lebih cepat sehingga tekanan darah meninggi.

Di balik respon tubuh pada saat marah --  apapun alasannya -- tubuh kita menjadi lebih rentan pada penyakit. 

Indonesia Darurat Kecerdasan Emosi?

Selain penting bagi kesehatan fisik, mengelola emosi tentu akan melatih kita mengutamakan rasio dalam keputusan yang kita ambil.

Mari coba kita melihat lebih jauh tentang pentingnya kecerdasan emosional bagi tumbuhnya social awarness.

Menurut World Population Review: Average IQ by Country 2022 Indonesia berada pada posisi 130 dari 199 negara responden. Sementara di Asia Tenggara, Indonesia menempati kursi ke-10 diantara 11 negara Asia Tenggara.

Dari data tersebut, kita harus mengakui bahwa memang sistem pendidikan kita harus banyak dirombak. Namun dari faset lain, kita pun harus mengakui bahwa rata-rata masyarakat kita masih menggunakan sistem limbik dalam membuat keputusan. Untuk bertindak dan berperilaku masih bersandar dari emosi kita.

Memang bukan soal yang mudah, bila kita bicara tentang berlatih. Butuh proses. Dan memang bukan perkara yang menyenangkan dalam melatih diri memperlambat kinerja otak emosi kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun