Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seratus Lilin Buat GE: Antara Resimen Mahasiswa dan Momentum Sumpah Pemuda

27 Oktober 2021   20:47 Diperbarui: 28 Oktober 2021   12:34 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi 100 lilin untuk GE | via Instagra. com @bemuns

Satu lagi genderang cecuitan media sosial begitu memekakkan telinga. Terdengar lantang suara civitas akademika Solo. 

Ya, tepat hari Minggu, 24 Oktober 2021 tepatnya pukul 22:40 WIB kabar duka berduyun di langit edukasi anak bangsa. Salah satu mahasiswa D4 Prodi K3 Universitas Sebelas Maret Surakarta dinyatakan meninggal dunia. 

Tentu saja, peristiwa tersebut mengejutkan kami, warga Solo. Pasalnya, Gilang Endi (GE) meninggal tatkala mengikuti Diklatsar yang diadakan di area sekitar lingkungan kampus dari tanggal 23-31 Oktober 2021.

Sempat saya mengernyitkan dahi ketika mengetahui UKM yang mengadakannya. Resimen Mahasiswa. Waw.... Ini ada yang janggal, menurut saya. 

Masih gandang dalam ingatan saya, bagaimana para mahasiswa menentang dengan tegas hadirnya atmosfer militer di lingkungan kampus. Terlepas apakah dengan tendensi pengembangan mental berdisiplin ataukah sebagai tindak nyata aksi bela negara. 

Beberapa kelembagaan organisasi mahasiswa pun terpecah menjadi dua suara. Masih setuju atau menolak keberadaan Menwa yang dianggap tidak relevan lagi seusai lengsernya oligark penguasa 32 tahun otoritas negri. 

Pasca runtuhnya rezim Orde Baru, banyak studi maupun simposium bersifat dialog refleksi digelar. Tujuannya, menyatukan gerak dan rumusan urgensi sistem militerisme di langit edukasi. 

Jelas kromosom militerisme sudah tidak relevan lagi. Sudah barang tentu di kota kami tercinta pun tak kalah gencar mengalirkan dukungan untuk gerakan penonaktifan Menwa di Surakarta. 

Untuk menanggulangi dualisme opini di beberapa wilayah negri, maka diterbitkanlah SKB Tiga Menteri Nomor KB/14/M/X/2000. 

Surat Keputusan  tersebut bertujuan untuk meredam beragam gejolak yang kala itu muncul, dimana gerakan Resimen Mahasiswa dinilai semakin cenderung berkiblat pada TNI. Bukan seperti marwahnya, berada di bawah pembinaan institusi perguruan tinggi. 

Pada pasal 1, 2, 3 maupun 4 jelas menyatakan bahwa, semenjak tanggal terbit Surat Keputusan tersebut, setiap kegiatan Menwa harus kembali pada marwahnya. Di bawah pengawasan institusi kampus! 

Secara operasional kegiatan Menwa UNS sejak dikeluarkannya SKB Tiga Menteri tahun 2000 telah dinyatakan nonaktif. Sebagai gantinya, UKM Resimen Mahasiswa menjadi UKM Korps Mahasiswa Siaga UNS. 

Lantas, apa yang terjadi dengan pihak kampus mengenai hal ini? Apakah panitia penyelenggara Diksar telah mengantongi izin tertulis dari pihak kampus? 

Pertanyaan-pertanyaan mulai menjalari ruang gagasan para alumni maupun civitas akademika Universitas Sebelas Maret Surakarta. 

Meninggalnya GE pun tak lama kemudian mencuat; menjadi bahan percakapan hingga ke lorong-lorong WAG warga Solo. Terutama ruang media sosial kaum muda. Seruan untuk ikut ambil bagian mengawal kasus ini terus mengalir. 

Meski pihak kampus telah memberi pernyataan sikap, namun pada kenyataannya, kasus memprihatinkan ini benar-benar harus dibayar dengan keadilan hingga tuntas. 

Tak ayal, ruang WA menjadi ajang aksi dukungan moral bagi keluarga korban. Gerakan senyap yang padat keriuhan ini merupakan upaya bagaimana anak-anak muda kiwari memperjuangkan keadilan lewat beragam media sosial. 

Coba tengok saja akun resmi Instagram @bemuns. Perjuangan mereka masih belum berakhir, meski penyebab kematian GE telah terungkap. 

Aksi gerak bela sungkawa para rekan mahasiswa pun nyata dengan menggelar upacara 100 Lilin untuk GE di boulevard Kampus UNS, Selasa malam, 26 Oktober 2021 kemarin. 

Orasi demi orasi memenuhi boulevard UNS malam itu. Rerata mereka sepakat satu suara. Satu seruan yang sama. 

Seruan untuk membubarkan Menwa Yon. 905/Jagal Abilawa UNS. Seruan menonaktifkan UKM salinan Menwa tersebut terdengar kian menggema. Lilin malam kala itu bersalut kabut duka mengenang GE. 

Gilang Endi, mahasiswa yang sejak tanggal 23 Oktober 2021 lalu mengikuti Diksar Menwa UNS memang mengeluh ada rasa sakit, kram di bagian kakinya. Namun, entah mengapa, pihak panitia penyelenggara Diksar memilih jalan rukiyah. 

Inikah indikasi pentingnya edukasi kesehatan di kalangan masyarakat kita? 

Mendiang GE masih mengeluh kesakitan. Kemudian panitia membawa GE ke RSUD Dr. Moewardi pada hari Minggu malam, 24 Oktober 2021 pukul 22.05 WIB. Di perjalanan menuju rumah sakit, GE meninggal dunia. 

Sementara itu, pihak RSUD Dr. Moewardi mengamini pernyataan tersebut. Bahwa korban tiba di rumah sakit sudah dalam kondisi meninggal. 

Berita kematian GE sendiri disampaikan dengan sangat singkat oleh panitia penyelenggara pada keesokan harinya, Senin 25 Oktober 2021. Kejadian ini kemudian menyulut kecurigaan dari keluarga korban ketika mendapati ada beberapa luka lebam di tubuh GE.

Maka, untuk keperluan penyelidikan, dilakukanlah autopsi pada jenazah GE. Dari hasil autopsi tersebut didapati bahwa GE meninggal karena mengalami tindak kekerasan berupa pukulan di bagian kepala. 

"Korban terkena beberapa pukulan di bagian kepala. Korban meninggal diduga akibat terjadi penyumbatan di bagian otak," kata M. Iqbal Alqudusy, Kabid Humas Polda Jateng. 

Mengapa kasus GE menjadi demikian mencuat? 

Kekuatan media sosial sungguh tiada terbendung. Suara dukungan dari pelbagai pihak bermunculan, meski pihak universitas belum dapat memastikan bagaimana nasib mereka yang mungkin nantinya ditetapkan sebagai terdakwa. 

Hingga artikel ini saya anggit, kasus yang kini telah ditangani oleh pihak Polresta Surakarta menginjak tahap penyidikan. 

Dukungan penuh pun mengalir dari mas Gibran Rakabuming sebagai walikota Solo untuk menuntaskan kasus tersebut. 

"Sudah nanti saya koordinasikan dengan Pak Rektor, lagi diurus Pak Kapolres, kita tunggu saja hasil penyelidikan," ujarnya (Gibran Rakabuming Raka) menekankan.

Banyak masyarakat bertanya, mengapa pihak universitas seakan menutupi kasus ini? 

Andai saja rekan-rekan Badan Eksekutif Mahasiswa UNS tidak gencar mengangkat kasus ini ke ranah publik via media sosial, apakah kemudian kasus ini akan tenggelam begitu saja? Oh, Tuhanku.... 

Kegerakan media sosial tersebut adakah membuahkan hasil? 

Social media, do your magic... 

Hingga artikel ini diunggah, Menwa UNS untuk sementara dibekukan. 

"Hari ini, kegiatan di Menwa sudah dibekukan sementara," kata Direktur Reputasi Akademik dan Kemahasiswaan UNS, Sutanto, Rabu (27/10/2021).

"Sudah ditutup semua kantor, sekalian mengamankan barang bukti disana," imbuhnya.

Harus sampai kapan media sosial menjadi perangkat guna menggugah nurani birokrat? Mungkin langkah inilah yang kini mampu kami lakukan. Suara-suara dari bilik algoritma. 

Ah, sudahlah. Saya hanyalah wong cilik yang mencoba mencubit ruang untuk bercuit. Saya ini hanya penulis apalah apalah. 

Hanya mereka yang mempunyai otoritas penyelidikan atas kasus ini sajalah yang seharusnya merampungkan semua sesuai hukum yang berlaku. 

Menjelang hari Sumpah Pemuda. Layakkah momentum ini menjadi bahan ajar bagi kita? 

Kami di sini hanya bisa berharap, kasus ini tidak mandeg di tengah jalan. Rest in love, GE... 

Sumber : 1, 2, 3, 4

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun