Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tsundere, dari Dunia Manga hingga Toxic Relationship

22 November 2020   13:13 Diperbarui: 22 November 2020   13:22 962
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tsundere couple| via weheartit.com by @malee_verro

Atau dapat juga kita temui di lingkungan keluarga, di mana seorang istri mengalami tindak kekerasan hampir setiap hari oleh sang suami. Atau mungkin ada orang tua yang menuntut anaknya mengikuti keinginannya mendapatkan gelar kesarjanaan yang bukan menjadi minat si anak. 

Banyak ragam toxic dalam relasi kita, selain relasi asmara. Bagaimana dengan satu cerita seputar toxic parenting berikut.

Saya mengenal seorang perempuan berusia kurang lebih 45 tahun. Dulu, kami berteman dekat. Kami berdua sempat tergabung dalam wadah Karang Taruna. Namanya Indah, begitu saja, yha kita menyebutnya.

Saat ini dalam kondisi stres akut. Ada beberapa ingatan yang masih melekat. Namun beberapa sudah menghilang seiring trauma yang dideranya semenjak muda. 

Berawal dari berapa pemuda yang berusaha meminangnya, selalu ditolak oleh orang tuanya hanya karena status sosial (gelar pendidikan) yang lebih rendah dari Mbak Indah, atau ada juga dengan alasan "materi" yang selalu diangap orang tua kurang cukup.

Semua pemuda yang datang selalu ditolak. Pada akhirnya, Mbak Indah merasa minder; mulai menarik diri dari komunitas kami. Kondisi tersebut diperburuk dengan masyarakat yang melabelinya dengan perawan tua. Sepeninggal orang tuanya, ia tak mampu lagi menahan tekanan hidup tatkala adik semata wayangnya menikah dan hidup dengan keluarga barunya.

Beberapa kali kami sempat berbincang, dan yha,...sekali waktu bula bertemu, saya hanya bisa mendengarkan ceritanya yang ngalor ngidul, nggak jelas, sambil sesekali menimpalinya dengan jawaban yang ala kadarnya. 

Orang-orang di sekitarnya menganggap ia telah gila. Tapi, tidak. Saya melihatnya masih memakai baju rapi, berganti pakaian (meskipun saya tidak tahu di mana ia tinggal), ia yang dulu sempat mengajar sebagai dosen jurnalistik di salah satu universitas swasta di Solo, kini hidup tanpa ada satu pun keluarga yang peduli padanya. Ke sana ke mari tanpa arah yang jelas. 

Terkadang terbersit angan dalam benak saya. Andai saja dulu orang tuanya mau menerima satu dari mereka yang mencintai Mbak Indah, tanpa menilai dari sisi "sempurna" sesuai anggapan mereka, mungkin keadaan Mbak Indah tidak akan seperti ini.

Lalu bagaimana mengatasi toxic relationship tipe ini?

Dalam hubungan asmara --sebelum pernikahan-- tentu saja hanya kesadaran untuk memutus hubungan beracun itu sajalah cara ampuh agar kita tidak terus tersakiti dalam hubungan toxic tersebut.

Lha kalau hubungan keluarga? Bagaimana bila kita sebagai korban toxic parenting? Tidak mungkin memutus hubungan dengan orang tua, bukan? So, ini saran saya, yha....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun