Mendengar kembali lantun suara Glenn Fredly dari MP3 mobil milik driver ojol membuatku terbuai dalam ingatan.  Membangunkan kembali jejak yang telah kukubur lama. Lagu ini, entah mengapa memberiku nyali untuk kembali menulis cerita ini.Â
Bukan kisah indah yang bisa dibukukan. Bukan semacam novel terkenal yang siap untuk difilmkan. Bukan. Hanya sepenggal guratan tinta diatas dashboard online.
Nyali. Ya, nyali ini sudah coba untuk kukumpulkan, Glenn. Tapi aku belum setangguh dirimu kembali mempercayai dan dipercayai, menerima dan diterima, menyediakan diri untuk kembali dicintai dan mencintai.
Bahkan aku sudah lupa caranya, Glenn.
Nyali Terakhir. Secerdas itukah aku hingga mempunyai nyali sebesar nyalimu untuk bertemu dan memilih memberi kesempatan bagi sebuah cinta kembali tercipta?
Bukan karena aku masih mengingat ingkarnya. Bukan karena aku masih memegang semua jahat khianat yang pernah ia torehkan di ingatan dan batinku.Â
Waktu telah membawaku melangkah jauh. Sejauh yang kumau. Semangat ini, mimpi ini, keinginan ini, tak pernah lagi kumengerti kutujukan untuk siapa.
Dulu langkah ini memang bagai doa. Kusebut nama cinta di dalamnya. Kulantunkan rindu bagi asmaraku. Tapi, entah kini.Â
Kekuatan logika membawaku berjalan jauh. Tanpa hati? Mungkin. Tapi paling tidak sakit yang dulu meradang kini mulai hilang.Â
Aku merasa bebas. Bebas merangkul langkahku. Menulis segala aksara yang dulu mati. Seperti elegi.