Mohon tunggu...
Diah Ayu Chairani
Diah Ayu Chairani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Diah Ayu Chairani

Penulis pemula

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengulik Indahnya Akulturasi Budaya di Semangkuk Laksa Tangerang

7 April 2022   04:30 Diperbarui: 7 April 2022   04:33 1104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia dan keberagaman budaya, rasanya jadi paket lengkap yang tidak dapat terpisahkan. Mulai dari suku, rumah adat, maupun kuliner daerah. Sebagai negara multikultural, Indonesia memiliki beberapa kuliner khas yang diadaptasi dari budaya lainnya.

Hal tersebut tidak terlepas dari sejarah bangsa indonesia, berkaitan dengan masa penjajahan dan lokasinya yang strategis sebagai jalur perdagangan dunia. Kondisi itu dapat menjadi pemicu beragamnya budaya yang ada di Indonesia. Para pelayar yang singgah hingga menetap memberikan 'jejak' akan kehadirannya.

Keterbukaan tentang nilai-nilai budaya yang masuk juga bisa jadi faktor pendorong munculnya gabungan kebudayaan atau bahkan kebudayaan baru. Beberapa tinjauan pustaka tentang kuliner membuktikan bahwa adanya proses komunikasi lintas budaya sejalan dengan pengaruh globalisasi. Proses ini merupakan suatu dialog antara identitas budaya dari masyarakat dengan munculnya suatu identitas multikultural (Sri Utami, 2018).

Sumber: beritatangerang.id
Sumber: beritatangerang.id

Membahas tentang kuliner dan budaya, Kali ini kita akan pergi ke sebuah kota yang dikenal dengan slogan 'Akhlakul Karimah'-nya. Ada yang sudah bisa menebak? Yap, Kota Tangerang. Sebuah kota yang terletak di Provinsi Banten ini punya kuliner hasil dari proses akulturasi dengan budaya Tionghoa, "Laksa Tangerang" namanya.


Berdasarkan beberapa sumber diketahui bahwa laksa merupakan salah satu makanan Kota Tangerang hasil perpaduan antara budaya Tionghoa dan Melayu. Laksa juga bisa kamu temukan di negara-negara Asia, seperti Singapura atau Malaysia. Di Indonesia sendiri, kamu bisa menemukan beberapa versi dari laksa. Seperti laksa bogor, laksa betawi, dan laksa tangerang. Tentu ketiganya memiliki ciri khas masing-masing.

Kemunculan laksa tangerang tidak terlepas dari keberadaan etnis 'Cina Benteng,' yaitu komunitas Tionghoa Peranakan yang secara historis menetap di daerah Tangerang dan sekitarnya. Jika kamu berkunjung ke kota Tangerang, kamu akan melihat beberapa daerah yang masih kental dengan atmosfer Tionghoa. 

Salah satunya di Jalan Kisamaun, atau yang sekarang lebih dikenal dengan Pasar Lama sebagai pusat kuliner Kota Tangerang. Jika malam hari kamu akan melihat gemerlap lampu dan beragam jenis kuliner, di siang hari kamu akan lebih banyak mendapatkan pemandangan lenggang dan dapat menemukan beberapa corak peninggalan eksistensi etnis Tionghoa di Kota Tangerang.

Sumber: BBC.news
Sumber: BBC.news

Istilah peranakan digunakan untuk etnis Tionghoa yang menikah dengan pribumi, dan telah banyak mengadopsi kebudayaan lokal. Masyarakat peranakan yang menatap di daerah sekitar kota Tangerang menyesuaikan kehidupannya dengan gaya hidup masyarakat setempat termasuk makanan yang mereka bawa. Masyarakat peranakan mengadaptasi budaya lokal dengan kuliner khasnya, seperti menggunakan bumbu lokal dan cita rasa yang lebih bisa diterima masyarakat luas.

Belum ada sejarah yang mencatat secara resmi kapan laksa muncul di Tangerang sebagai salah satu kuliner peranakan. Namun, diketahui sejak tahun 1970-an laksa sudah mulai dijajaki oleh pedagang kaki lima. Sayangnya, eksistensi laksa terus redup seiring jalannya perkembangan industri kuliner. Hingga pada tahun 2000-an laksa kembali muncul dan mendapat dukungan dari Pemerintah Kota Tangerang. 

Hal tersebut rasanya jadi angin segar untuk terus dapat melestarikan laksa. Melihat laksa sebagai salah satu budaya Kota Tangerang, pemerintah menyediakan tempat khusus bernama 'Kawasan Kuliner Laksa Tangerang' di Jalan Mohammad Yamin, Kota Tangerang sebagai wujud dukungannya.

Sumber: Wacana.id 
Sumber: Wacana.id 

Keberadaan laksa sebagai hasil akulturasi budaya menandakan bahwa makanan merupakan ranah budaya dalam kehidupan sehari-hari yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Makanan sebagai produk budaya menggabungkan kebutuhan, interaksi serta harmonisasi berbagai pihak di dalamnya.

Perlu diperhatikan, bagaimana cara agar dapat terus menghadirkan dan mengembangkan makanan khas sebagai budaya. Tidak hanya bisa dilestarikan tapi juga punya peluang berkaitan dengan kesejahteraan ekonomi masyarakat sekitarnya.  Laksa bisa jadi bukti bahwa keragaman budaya ternyata dapat mempengaruhi satu sama lain dan berdampak pada kehidupan masyarakatnya.

Sumber:

Andhi Seto Prasetyo, T. F. (2017). Perkembangan Kota Lama Tangerang dan Potensinya Sebagai Destinasi Wilayah Pustaka. Jurnal Arsitektur bangunan dan lingkungan, 17-30.

Kurniati, N. A. (t.thn.). Menelusuri Jejak Laksa sebagai Kuliner Peranakan dalam Ruang Urban Kota Tangerang . Seminar Nasional Budaya Urban, 311-325 .

Zaini, M. R. (2014). Perjalanan Menjadi Cina Benteng: Studi Identitas Etnis di Desa Situgadung . Jurnal Sosiologi Masyarakat , 93-117.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun